PENGARANG: Prof. Ibrahim Abdullah, MIE, MA
BAB
I
PENDAHULUAN
Bangsa
ini telah dilahirkan dari latar belakang kerajaan, dan penjajahan.Keduanya
bersifat feodalistis dengan sistem pemerintahan yang
otoriter-sentralistik.Disamping itu bangsa ini telah pula lahir dari suatu
latar belakang sejarah ke-bhineka-an.Ketiga latar belakang inilah yang telah
membentuk bangsa ini beserta karakternya dengan segala
kesemrawutannya.Sementara itu diketahui bahwa perilaku bangsa adalah fungsi
dari pengalaman sejarahnya (Nurrachman,2004).Kedepan, barangkali atau seharusnya
merupakan tugas dan tanggung jawab penyelenggara negara, dengan dukungan
sepenuhnya dari dunia akademik, untuk memperhitungkan semua faktor-faktor
sejarah dalam kaitannya dengan realisasi pembangunan bangsa dan pembangunan
karakternya yang berkelanjutan (sustainable nation and character building).
(Ibrahim, 2013:1)
Materi
dasar kajian buku ini, antara lain , menyangkut dengan: (1) Masalah
ke-indonesia-an yang masih perlu dipecahkan, sehingga solusinya dapat menjadi
perekat ke-kita-an selaku bangsa dengan jatidiri tertentu, (seperti ke-kami-an
sebelum Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928) yang telah berubah menjadi
ke-kita-an pada Hari Sumpah Pemuda tersebut; (2) Pelurusan kembali kesalahan
atau kekeliruan tafsir akan makna persatuan dan kesatuan bangsa sebagai sesuatu
yang seakan-akan telah berimplikasi “anti Bhinneka”; (3) Penyelesaian
pembangunan suatu masyarakat harapan yang realistis dengan memperhitungkan
adanya pengaruh sejarah masa lalu yang sebagian telah
terinternalisasikan(ciri-ciri kerajaan dan penjajahan yang feodalistik dengan
pemerintahan yang bersifat otoriter-sentralistik); (4) Eliminasi benang-benang
merah kekerasan sebagai akibat konflik-konflik yang terjadi dengan biaya sosial
yang tinggi dan berdampak jangka panjang, sehingga pembangunan bangsa dan
karakter menjadi terbengakalai; (5) Eliminasi dari improvisasi pola-pola
kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh ekses-ekses yang timbul dari revolusi
kemerdekaan yang menghasilkan perubahan-perubahan serta kerusakan baik fisik
maupun mental; (6) Penghentian terhadap terulangnya hal yang serupa seperti
tersebut pada butir (5), walaupun setelah reformasi digulirkan dan hingga saat
ini masih saja terulang; (7) Perbaikan terhadap penampilan dan gambaran diri
manusia Indonesia sebagai kolektifitas bangsa dengan pola pikir mereka yang
terbangun dari kepingan-kepingan pengalaman sejarah; (8) Membangun realitas
bersama mencakup realitas-realitas masa lalu hingga masa kini yang berasal dari
berbagai pihak, kelompok dan perorangan; (9) Pencarian serta penemuan hubungan
yang baru antar warga negara, sehingga memerlukan pemahaman dan pendefinisan
yang baru pula tentang diri kita sebgai bangsa; (10) Keharusan bercermin pada
kehidupan kita sendiri sebagai bangsa, sehingga bangsa ini mempunyai dan dapat mengembangkan
karakternya yang berakar kuat pada akar budaya psiko-sosial-historis kita
sebagai bangsa(Nani Nurrachman,2004). (Ibrahim Abdullah,2013:2-3).
BAB II
PERSPEKTIF
PARADIGMA LAMA DAN
PARADIGMA
BARU
Paradigma adalah
basis kepercayaan utama atau metafisika dari sistem berfikir: basis dari
ontologi, epistemologi, dan metodologi.Dalam pandangan filsafat, paradigma
memuat pandangan-pandangan awal yang membedakan, memperjelas dan mempertajam
orientasi berpikir seseorang.Dengan demikian paradigma membawa konsekuensi
praktis bagi perilaku, cara berpikir, interpretasi dan kebijakan dalam
pemilihan masalah.(Ibrahim Abdullah,2013:7)
“Paradigma” yang seharusnya dipakai dalam peradaban
politik Indonesia, yang penulis sebut sebagai paradigma lama, justru yang
menyebabkan tidak pernah terbentukanya peradaban politik tersebut.Bahkan kultur
politik pun sebagai bentuk peradaban pada tingkat dasar sebelum terbentuk
secara profesional.Paradigma lama tersebut adalah yang mempersepsikan
politik sama dan serupa dengan kekuasaan.(Ibrahim Abdullah,2013:8)
Sejak 17 Agustus 1945, sebagai bangsa yang merdeka, power
dengan terjemahan posisi o,,toritas “position of authority” (Collins English
Dictionary, hal.451), seperti yang diartikan dalam bahasa aslinya, maka
seharusnya yang dipergunakan bukan lagi kekuasaan.(Ibrahim Abdullah,2013:11)
Rentang waktu 68 tahun seyogyanya sudah lebih dari memadai
untuk membangun sebuah peradaban politik melalui fase pembangunan kultur
politik, bangsa ini telah terjebak dalam suatu situasi sejenis penjajahan
terhadap anak bangsa oleh para elit bangsanya sendiri melalui sistem
pemerintahan yang berbasiskan kekuasaan.Pada gilirannya terbentuklah suatu yang
paa saat ini sudah menjadi paradigma lama, mungkin tanpa disadari hingga saat
ini masih berlaku yaitu suatu sistem pemerintahan yang berbasiskan kekuasaan,
bahkan kekuasaan mutlak pada era orde baru.(Ibrahim Abdullah,2013:12)
Jika dilihat dari perspektif peradaban politik ada tiga
tingkat pembangunan dan pengembangan yang harus dilalui hingga kita sampai pada
tingkat yang tertinggi.Masing-masing adalah kultur politik,
keberadaban/civilitas politik dan peradaban politik.Kultur politik harus
sepadan dengan kultur bangsa.Kita mempergunakan kultur sebagai konfigurasi nilai-nilai,
yaitu enam nilai bersifat universal:agama, seni, politik, solidaritas, ekonomi
dan sains (Alisjahbana,1974).Jika para politisi mempunyai keberadaban/civilitas
yang melekat dalam diri mereka masing-masing adalah budi pekerti, tata krama
dan moral.Civilitas juga merupakan prasyarat bagi sebuah demokrasi(Carter,
1988). Jika kultur dan keberadaban politik seperti tersebut diatas sudah akan
mewarnai penghidupan dan kehidupan bangsa ini.(Ibrahim Abdullah,2013:14)
Sebagai jaminan bagi berhasilnya agenda kegiatan-kegiatan
bangsa, diperlukan pula watak atau karakter yang bersemi dalam setiap hati
nurani manusia indonesia yang merupakan suatu sistem nilai yang dapat
diidentifikasikan perilaku moral ideal seperti:kejujuran, tanggungjawab, rasa
hormat kepada hukum, peduli kepada sesama atau kesopanan(Hutcheon,1999,92).(Ibrahim
Abdullah,2013:17)
Paradigma baru, dengan demikian akan merupakan konstruk
dari posisi otoritas, posisi otoritas lunak dan posisi otoritas cerdas.Dengan
perkataan lain politik bukan lagi kekuasaan absolut seperti yang dipahami serta
dipakai pada saat ini dan jauh sebelumnya, akan tetapi politik adalah kegiatan
penggabungan sumber-sumber perintah dari Yang Maha Esa dan Maha Kuasa dengan
sumber-sumber yang persuasif dan menarik dalam strategi-strategi yang
efektif.(Ibrahim Abdullah,2013:18)
BAB III
PERSPEKTIF
“PERADABAN POLITIK”
Peradaban
terbentuk melalui pembangunan sosial, pembangunan kultur dan pembangunan
politik yang bertaraf tinggi.Peradaban juga merupakan kondisi kemanusiaan
setelah adanya pembentukan, pembangunan dan penegakkan hukum, pembangunan
sejarah dan penyempurnaan perekatan antar generasi secara
berkelanjutan(Webster’s Thesaurus,2001).Bagian pertama dari peradaban merupakan
totalitas proses pembangunan sosial, kultur dan politik, sedang bagian kedua
adalah kondisi kemanusiaan setelah proses pembangunan tersebut berlangsung.(Ibrahim
Abdullah,2013:19)
1. Pembangunan
politik
Melihat
pada posisi pembangunan politik di Indonesia pada saat ini, dapat dilihat bahwa
ada 3 syarat minimum yang harus dipenuhi, yakni: “Rule of Law”; “Civility”; dan
“Social Justice” (Agpalo,1973), yang harus masih dipertanyakan keberhasilannya
secara utuh.Rule of Law(Peraturan Perundang-undangan), misalnya dapat dikatakan
bahwa dari segi kuantitas relatif sudah memadai, walaupun masih banyak yang
tumpang tindih dan saling bertentangan.Bahkan diantaranya ada yang bertentangan
pula dengan Undang-undang Dasar 1945, seperti Undang-undang Badan Hukum
Pendidikan(No.9 Thn.2009) yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada
tanggal 31 Maret 2010.Pembatalan in menunjukkan adanya kekeliruan-kekeliruan pihak
eksekutif dan legislatif pada saat menyusun Rancangan Undang-undang tersebut
yang belum sepenuhnya mengikuti tata cara penyusunan kebijakan publik yang
baku.(Ibrahim Abdullah,2013:20)
Langkanya
orang membicarakan masalah peradaban politik merupakan fakta pembangunan
politik tinggi yang tercermin dalam pembangunan hukum nasional, bahkan ini
merupakan unsur pertamanya.Dan itu ternyata bahwa bangsa Indonesia belum
mempunyai kultur apalagi peradaban politik yang mampu merubah pola pikir para
elit bangsa yang berperan dalam berbagai kegiatan penyelenggaraan negara,
sehingga tidak lagi berbuat sekehendak hati mereka.
Unsur
kedua Pembangunan politik, yaitu “Civility” atau keberadaban yang terdiri dari Manners(budi
pekerti), etiquette (tata krama), dan moral (Carter,1988) merupakan hal
yang juga masih jauh dibawah standar kultur, apalagi peradaban politik.Politik
uang misalnya merupakan hal yang masih sangat lazim.(Ibrahim Abdullah,2013:22)
Unsur
ketiga pembangunan politik seharusnya direfleksikan oleh suatu keadilan sosial
yang dapat dinikmati secara merata oleh setiap anggota masyarakat dari bangsa
ini, sebagaimana isi Konstitusi bangsa Indonesia.Jika keadilan belum terwujud,
maka dapat dikatakan bahwa pembangunan politik belum terwujud.Dengan demikian
pembangunan politik harus berbanding lurus dengan keadilan sosial.Suatu hal
yang utama dalam proses pembangunan politik dan merupakan wadah dari
pembangunan tersebut adalah sistem politik yang jelas.Hingga saat ini Indonesia
belum mempunyai sistem politik yang jelas dan baku untuk membuat sasaran
pencapaian mutu dan ketangguhan serta berkelanjutan dari politik itu sendiri
dapat tercapai,tanpa politik ang jelas Indonesia akan terombang-ambing tanpa
arah sebagai bangsa yang berdaulat.(Ibrahim Abdullah,2013:23-24)
Namun,
yang berkembang dalam kehidupan bernegara kita ialah ialah sistem
penyelenggaraan negara dengan kabinet presidensial yang menjadi tercederai
dengan dibentuknya Sekretariat Bersama Koalisi Partai, dimana presiden menjadi
ketua Umum dan Ketua Umum Partai Golkar menjadi Ketua Hariannya.Jika ini
berlanjut, Demokrasi,kultur politik dan akar-akar peradaban politik akan ikut
tercederai, karena koalisi tersebut dapat dijadikan sarana untuk bagi-bagi
kekuasaan.Dalam ilmu politik istilah bagi-bagi kekuasaan tidak sama sekali
dikenal.Yang dikenal adalah “alokasi otoritatif
nilai-nilai(Easton[1953]1981).Impilkasi dari bagi-bagi kekuasaan adalah kolusi
bukan koalisi.Koalisi adalah istilah terhormat yang diciptakan untuk bergabung bersama
agar dapat berbuat baik, berbuat
kebajikan bukan untuk berkolusi.(Ibrahim Abdullah,2013:25)
Unsur-unsur
peradaban antara lain, adalah
,masalah-masalah pembangunan sosial, pembangunan kultur, pembaharuan dan
pembangunan politik termasuk sistem dan kulturnya, pembangunan hukum, penulisan
dan pelestarian sejarah yang berkelanjutan dan perekatan generasi secara
utuh.(Ibrahim Abdulla,2013:26)
2. Pembangunan
Sosial
Pembangunan
sosial yang diperlukan setidak-tidaknya mencakup:penyediaan pelayanan-pelayanan
sosial yang dilakukan oleh sistem penyelenggaraan negara, pengaktifan
nilai-nilai sosial yang dapat berfungsi untuk mempromosikan pembangunan
politik, upaya-upaya yang dilaksanakan untuk meminimumkan efek-efek negatif
yang terjadi terhadap pembangunan politik.Pendidikan, kesehatan, kependudukan,
perumahan, kesejahteraan sosial dan pembangunan komunitas merupakan
indikator-indikator yang dapat dipergunakan untuk dapat mengevaluasi
keberhasilan pembangunan sosial tersebut.(Ibrahim Abdullah,2013:26)
Dalam
pengelolaan perekonomian bangsa pada saat
ini kita mempunyai 3 komponen atau unsur baik yang bersifat kelembagaan
maupun pendanaan.Pertama, adalah kelembagaan negara/penyelenggaraan negara yang
didukung oleh pendanaan melalui pajak yang sifatnya “kolektif wajib”.Sebagai
kutub yang mengahadapinya adalah swasta yang sifatnya adalah “individu bebas”
tetapi sesuai dengan prinsip interaksi antarnegara dan pasar dari sudut pandang
ekonomi politik mereka berkewajiban membayar pajak.Disamping itu ada pula
koperasi yang bersifat “kolektif bebas” oleh karena tidak adanya keharusan
mutlak bagi anggota masyarakat untuk menjadi anggota masyarakat untuk menjadi
anggota koperasi.(Ibrahim Abdullah,2013:28)
Badan
independen pengelola dana pengentasan kemiskinan dibentuk sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.Sumber pembiayaan SDM tersebut berasal dari bunga
tabungan dan deposito berjangka dari sebagian dana pengentasan kemiskinan yang
terkumpul.
Singkatnya,
skema pengentasan kemiskinan sesuai model yang diajukan ini sekaligus
dipergunakan untuk membentuk karakter, baik karakter para penabung, karakter
para pimpinan koperasi/kelompok usaha maupun karakter para penerima pinjaman
untuk usaha dari kalangan rakyat yang masih hidup dibawah garis kemisknan.Pembentukan
karakter untuk menguji keberhasilan/kegagalan pada semua tingkat masyarakat
terhadap pemberantasan KKN.(Ibrahim Abdullah,2013:30-31)
3. Pembangunan
Kultur
Nilai-nilai
sebagai kekuatan-kekuatan yang mengintegrasikan dalam kepribadian, masyarakat
dan kultur(Alisyahbana,1974) merupakan karya Prof.Dr.S.Takdir Alisyahbana(STA).
STA
telah memanfaatkan mosaik yang kaya dari kehidupan kultural indonesia dalam
mana kultur asli indonesia, kultur india, dan kultur islam serta kultur barat
berbaur dalam lintas waktu dua atau tiga ribu tahun .Idealisme optimistik yang
mewarnai pemikiran STA juga berasal dari suasana kultur indonesia terkini.Atas
dasar nilai-nilai dan proses-proses penilaian STA, mereformulasi beragam
konsep-konsep dasar psikologi, sosiologi dan antropologi.(Ibrahim
Abdullah,2013:32-33)
STA
menyimpulkan bahwa keunggulan sistem nilai sebagai sumber kebudayaan yang dapat
menyeimbangkan kepribadian seseorang bahkan masyarakat umum untuk perwujudan
suatu penghidupan yang aman, damai dan bermanfaat bagi semua.Dalam
mempresentasikan hasil kajian STA, kebudayaan dipahami sebagai suatu
konfigurasi nilai-nilai.Ada 6 nilai yang bersifat sangat universal,yaitu:nilai
seni/estetika, nilai agama, nilai teori/keilmuan, nilai ekonomi, nilai
solidaritas, dan nilai politik.(Ibrahim Abdullah,2013:34)
4. Pembaharuan
Politik
Pembaharuan
politik merupakan sebuah proses perubahan dari tingkat rasionalisasi otoritas,
integrasi bangsa dan partisipasi populer yang minimum menuju kearah yang
maksimum.
Rasionalisasi
keotoritasan seperti yang dilakukan Soeharto melalui Dekrit Presiden kembali ke
UU Dasar 1945 pada tanggal 9 juli 1959 merupakan sebuah contoh pelaksanaan
unsur pertama pembaharuan politik yang sangat signifikan dalam sejarah
perpolitikan bangsa.(Ibrahim Abdullah,2013:35)
Integrasi
bangsa sebagai faktor kedua pembaharuan politik, hingga saat ini tetap
merupakan sebuah masalah besar.contoh:penyelesaian konflik bersenjata di Aceh
yang akhirnya diselesaikan melalui negosiasi damai yang berakhir dengan Nota
kesepahaman walaupun di fasilitasi pihak asing, Crisis Management
Initiative.(Ibrahim Abdullah,2013:36)
Sebuah
negara adalah suatu abstraksi dari sejumlah para perseorangan yang mempunyai
karakteristik tertentu yang bersamaan, dan inilah yang membuat mereka para
anggota dari bangsa yang sama(Morgenthau,1967).Hal yang harus diimplementasikan
dalam penyelenggaraan negara mungkin dapat terwujud melalui pendekatan
kulktural.Terutama dengan menyebarluaskan nilai-nilai jatidiri bangsa, tidak
lagi melalui indoktrinasi akan tetapi langsung melalui distribusi kesejahteraan
yang lebih merata sebagai hasil dari budi pekerti yang baik dari para
penyelenggara negara dan daerah penuh dengan perikemanusiaan yang adil dan
beradab.Sebaliknya wawasan kebangsaan masih terus di sosialisasikan ,karena
jika tidak maka mereka akan masih tetap tinggal dalam kemiskinan, kemelaratan,
keterbelakangan, dan kebodohan(4K).
Unsur
ketiga pembaharuan politik adalah partisipasi populer.Frekuensi partisipasi ini
dapat dianggap sudah cukup memadai, walaupun dalam era orde lama hanya satu
kali dilaksanakan, yaitu dalam tahun 1955.Dalam orde baru telah dilangsungkan
enam kali pemilihan umum dari tahu 1972-1997 yang dimana pemilihannya tidak
secara langsung terhadap calon-calonnya melainkan memberikan suaranya kepada
partai-partai politiknya.Baru pada pemilihan 2004 terjadi sedikit perubahan
menjadi yang dinamakan sistem pemilihan proposional terbuka,karena para pemilih
tidak hanya memberikan suara kepada partai tapi juga kepada calonnya.(Ibrahim
Abdullah,2013:37-38)
5. Kultur
Politik
Salah
satu konsep ilmu sosial yang sangat kuat yang muncul dari gelombang studi-studi
demokratisasi sebelumnya adalah kultur politik.Gabriel dan Sydney dalam
studi mereka, tahun 1963, The civic cultureI menyatakan bahwa
institusi-institusi dan pola-pola aksi dalam suatu sistem politik harus
konkruen atau sama dengan kultur politiknya.(Ibrahim Abdullah,2013:39).
Perlu adanya internalisasi untuk para elit politik bangsa,
karena jika tidak diharapkan pembangunan politik bangsa ini akan berjalan
sebagaimana yang diamanatkan dalam nilai-nilai yang kita anut bersama, yaitu
ideologi pancasila yang sekaligus sebagai jatidiri bangsa.
Yang
sekarang menjadi masalah besar bagi bangsa ini, baik sistem politik maupun
kultur politik yang belum mempunyai bentuk yang jelas.Kesemrawutan kehidupan
bangsa ini yang telah dicontohkan kasus-kasus Bank Century, kriminalisasi dua
orang wakil ketua KPK, kasus penggelapan, pencucian uang, dan korupsi pajak
yang memuncak pada akhir tahun 2009 dan awal tahun 2010.(Ibrahim
Abdullah,2013:40)
6. Sistem
Politik
Komponen-komponen
sistem politik adalah dependen yang satu dengan yang lain, sehingga suatu
perubahan pada satu komponen melibatkan perubahan pada yang lain-lainnya.
“Demokrasi”(Schumpeter,1947)
dapat didefinisikan sebagai pengaturan kelembagaan untuk sampai pada
keputusan-keputusan politik dalam individu meraih posisi otoritas yang
menentukan melalui perjuangan bersaing untuk memperoleh suara/pilihan
rakyat.”Negara Kuat”(Bimbaum,1982) yaitu dimana sistem penyelenggaraan negara
menerima suatu tanggung jawab tingkat tinggi bagi kesejahteraan seluruh
warganegaranya.(Ibrahim Abdullah,2013:41-42)
7. Sistem
Politik yang Stabil dan Dinamis
Stabilitas
selalu diperlukan oleh setiap bangsa, oleh karena dengan adanya kondisi yang
stabil sebuah bangsa diyakini dapat melakukan sesuatu yang lebih bagi
pembangunannya.Stabilitas pada kenyataannya merupakan sebuah kondisi wajib yang
harus pertama-pertama dipenuhi. Disamping itu agar stabilitas tersebut
bermanfaat secara optimal harus ada pula kondisi yang melengkapi sehingga
tujuan-tujuan pembangunan dapat dicapai pada tingkat ang memadai.Semuanya tidak
boleh bertentangan dengan ideologi bangsa yang telah ditentukan oleh
konstitusi.
Bahwa
stabilitas yang memenuhi kedua kondisi baik yang wajib maupun yang melengkapi
seperti yang dinyatakan diatas adalah yang dikenal dengan stabilitas
dinamis.(Ibrahim Abdullah,2013:43-44)
8. Referensi
Teoritis
Untuk
mengoprasionalisasikan pendekatan kearah pemahaman prinsip-prinsip dasar
stabilitas, sebuah kerangka konseptual diadopsi dari model yang dikenal sebagai
Model Spiro yang memproses itu.(Ibrahim Abdullah, 2013:44)
Model
ini (figure 1) mengindikasikan bahwa setiap sistem politik senantiasa memproses
isu-isu dan mempertahankan eksistensinya yang terkait dengan upaya-upaya
untuk mencapai serangkaian sasaran yang
jelas dan pasti.(Ibrahim Abdullah,2013:44)
Stabilitas
dalam model ini hanya merupakan satu diantara empat sasaran, sedang yang tiga
lagi masing-masing adalah fleksibilitas, efisiensi, dan efektifitas.Sasaran
fleksibilitas, misalnya mempunyai 4 variabel terdiri dari masalah-masalah
ekonomi, isu-isu prosedural, isu-isu sirkumstansial, dan gaya pragmatis.Terdapat
perbedaan yang signifikan diantara sistem politik dan sistem nasional.Dalam hal
stabilitas sistem nasional stabilitas tersebut tidak hanya sebagai salah satu
dari sasaran akan tetapi merupakan pusat sasaran.(Ibrahim Abdullah, 2013:45)
Dalam
hal kudeta manapun masalah-masalah posisi otoritas(power) merupakan hal pertama
yang muncul.Dalam kasus indonesia baik
partai komunis maupun Angkatan bersenjata keduanya mempergunakan
kekuatan masing-masing dimana partai komunis mencoba untuk mengambil alih
kendali posisi otoritas sementara angkatan bersenjata menggunakan kekuatan
untuk melindungi negara dari pergeseran posisi otoritas kepada rezim
komunis.(Ibrahim Abdullah, 2013:47)
Dalam
urutan selanjutnya adalah masalah-masalah ekonomi yang mempunyai gaya
pragmatisme dan sasaran antaranya fleksibilitas.Ternyata sasaran antara
fleksibilitas tidak secara optimal tercapai,namun demikian perbaikan-perbaikan
signifikan dalam pembangunan ekonomi telah berlangsung.(Ibrahim
Abdullah,2013:48)
Yang
ketiga dalam urutan adalah masalah-masalah konstitusional yang mempunyai gaya
non kekerasan dan dioperasionalisasikan melalui kotak-kotak suara untuk
mencapai sasaran antara yaitu legitimasi.
Yang
keempat dalam urutan adalah masalah-masalah kultural dengan gaya ideologi dan
sasaran antara efektifitas.
Pada
saat ini dapat sementara disimpulkan bahwa tiga diantara empat masalah yang
dipertimbangkan sebagai unsur dasar dalam model stabilitas ini, yaitu
masalah-masalah ekonomi, konstitusi dan kultur tidak pernah secara wajar
dipecahkan oleh rejim orde baru.Oleh karena itu pada akhirnya rejim tersebut
tumbang pada bulan mei 1998.(Ibrahim Abdullah,2013:49)
9. Stabilitas
statis
Untuk
mengklarifikasi lebih jauh mekanisme yang terlibat dalam proses pembentukan
sistem nasional kearah pencapaian kondisi stabilitas dinamis, keempat sasaran
antara harus yang pertama dicapai dalam keseimbangan.Ini, pada gilirannya akan
menciptakan kekuatan-kekuatan yang diperlukan dan dibutuhkan untuk memutar
gasing nasionl atau sistem nasional.Kekuatan-kekuatan ini merupakan kekuatan
sentrifugal yang dimulai oleh kekuatan-kekuatan posisi otoritas(power) dan
kemudian bergerak kearah kekuatan-kekuatan ekonomi, berlanjut kearah
kekuatan-kekuatan konstitusi, dan menyambung kearah kekuatan-kekuatan kultur
dan selanjutnya memberikan dampak terhadap kekuatan-kekuatan power sehingga
siklus pertama sistem bangsa terselesaikan dan kemudian berlanjut ke siklus
selanjutnya.(Ibrahim Abdullah, 2013:50)
10. Stabilitas
Dinamis
Awalnya
gasing nasional atau sistem nasional telah telah mampu berputar ditempat untuk
suatu periode tertentu, dapat dikatakan bahwa sistem tersebut ada dalam suatu
kondisi stabilitas statis.Agar stabilitas ini dapat didinamiskan
kekuatan-kekuatan tambahan diperlukan untuk mendorong sistem bergerak secara
konsisten sambil berputar menuju kesuatu arah tertentu menelusuri suatu
lintasan yang pasti.(Ibrahim Abdullah,2013:51-52)
Jika
ditinjau dari sudut pandang ekonomi politik terhadap sistem nasional,
klarifikasi tentang bagaimana ekonomi politik bekerja perlu telebih dahulu diutarakan.Keberadaan
yang sejajar saling berinteraksi antara
“negara” dan “pasar” dalam dunia modern menciptakan ekonomi
politik(Gilpin,1987).(Ibrahim Abdullah,2013:55)
11. Pembangunan
dan Pengembangan Hukum
Pembangunan
dan pengembangan hukum sangat penting untuk dilakukan.Karena berkaitan dengan
keteraturan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita baik dalam bidang
politik, ekonomi dan sosial.Hukum positif dapat didefinisikan secara longgar
sebagai kumpulan peraturan-peraturan yang ditegakkan oleh setiap negara
berdaulat.Hukum dibedakan kedalam 2 kubu yaitu:Positivisme Legal dan Naturalisme
Legal.
Positivisme
Legal menyatakan bahwa hanya hukum-hukum positif yang eksis.Oleh karenanya,
hukum-hukum adalah dibuat atau dipilih oleh para legislator:mereka tidak eksis,
menunggu penemuan, sebelum tindakan pembuatan hukum terjadi.(Ibrahim
Abdullah,2013:58)
Naturalisme
Legal yang didefinisikan sebagai mengandung keberadaan sejenis hukum tetap dan
lebih tinggi tidak tergantung pada tindakan-tindakan dari para legislator
tertentu, telah mendominasi kebanyakan masyarakat-masyarakat lain pada hampir
semua zaman.
Kedepan,
politik hukum seharusnya merupakan keniscayaan bagi pembangunan dan
pengembangan hukum di Indonesia.Dalam politik hukum ius constituendum
dalam arti harfiah, yakni hukum yang seharusnya berlaku dua pengertian, yakni
apa dan bagaimana hukum yang harus ditetapkan serta apa dan bagaimana penetapan
hukum itu(Abdul Latif dan Hasbi Ali,2010:57).(Ibrahim Abdullah,2013:60)
Dengan demikian jika ius constituendum tersebut tidak
dilaksanakan oleh para penyelenggara negara dan daerah, maka mereka dapat
ditetapkan sebagai para pejabat yang melanggar hukum.(Ibrahim Abdullah,2013:61)
12. Penulisan
Sejarah
Penulisan
sejarah merupakan bentuk pembangunan sejarah dengan proses panjang dari semula
hingga akhir zaman tidak putus-putus, sehingga berlangsung secara
berkelanjutan.Implisit dalam pembangunan sejarah adalah penulisan sejarah oleh
para sejarawan dengan metodelogi penulisan dalam bidang keahlian mereka.(Ibrahim
Abdullah,2013:62)
Sejarah yang kita punyai sekarang adalah sejarah yang
dikarang, bukan ditulis.Sejarah yang terbangun secara wajar amat diperlukan
untuk pembangunan perekatan generasi.Sejarah bangsa yang masih harus ditulis
seharusnya merupakan suatu kontinum yang bermula dari sejarah Republik
Indonesia Pertama pada saat berbagai kerajaan dinusantara hidup dalam suatu
bentuk, sejenis konfederasi.
Sementara
itu dalam 37 tahun ter-akhir dari penjajahan, minimal 2 hal peristiwa penting
dalam sejarah kebangsaan Indonesia.Pertama adalah Hari Kebangkitan Nasional 20
Mei 1908 dan Kedua, Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.Dua kejadian inilah yang
merupakan ruh kelahiran bangsa ini yang tidak boleh tidak harus diketahui oleh
setiap generasi hingga akhir zaman..(Ibrahim Abdullah,2013:63)
13. Perekatan
Generasi
Ide
estafet generasi merupakan suatu ide yang penting dari peradaban politik.Generasi-generasi
tersebut harus mengalami proses perekatan, sehingga antara satu generasi dengan
generasi yang lain dari masa ke masa merupakan suatu pertalian yang tidak
terputus.Salah satu alat terpenting untuk membangun pertalian tersebut adalah
sejarah nasional yang lengkap dan utuh.
Sejalan
dengan itu pula perekatan generasi sebagai unsur keenam dari peradaban bangsa
merupakan penyubur kelestarian “ke-kitaan” yang disemai oleh “Sumpah Pemuda
tahun 1928”.(Ibrahim Abdullah,2013:64)
BAB IV
LOMPATAN KUANTUM YANG
“CENDERUNG” GAGAL
Lompatan
kuantum dari ketidakberadaan kultur politik yang benar-benar mapan langsung ke
peradaban politik sangat diperlukan oleh karena apa yang terjadi saat ini
sebagian besar merupakan fenomena-fenomena yang sangat meresahkan bangsa
ini.Sebagai suatu catatan penting, perlu kiranya diutarakan disini apa yang
diungkapkan Jeffrey J. Winters dalam diskusi di Universitas
Paramadina:Indonesia adalah bukti demokrasi tanpa hukum yang sama dengan
demokrasi kriminal.Tanpa penegakkan hukum yang jelas, perekonomian dan politik
indonesia sarat dengan praktek oligarki karena hanya dikuasai beberapa
orang yang berkuasa dari golongan tertentu.(Ibrahim Abdullah,2013:65)
Indikator-indikator
bahwa kita akan sudah berada pada dataran peradaban tersebut manakala keenam
kondisi kemanusiaan sudah sampai pada status tinggi dan merupakan keberhasilan
dalam:pembangunan sosial, pembangunan kultur, pembangunan politik, pembangunan
hukum, penulisan sejarah, dan realisasi perekatan generasi.(Ibrahim
Abdullah,2013:66)
1.
Penelusuran Hal-hal Pokok Penyebab
Kesemrawutan
Politik
boleh secara terbaik dikarakteristikkan sebagai penggunaan terbatas dari “social
power” (posisi otoritas sosial): the power of people over other
people.Pada gilirannya, studi politik baik oleh akademisi atau politisi
praktis-boleh dikarakteristikan sebagai studi sifat dan sumber dari
keterbatasan-keterbatasan dan teknik-teknik untuk penggunaan “social power”
dalam wilayah keterbatasan-keterbatasan dimaksud(Good Goodin and
Klingerman,1995).
Pendefinisian
politik dalam artian “power”,pada saat ini terkenal sebagai suatu bidang
konseptual yang menegangkan dan mencemaskan.
Analisa
kita berpisah dari tradisi adalah pada saat kita mendefinisikan politik dalam
artian penggunaan terbatas dari “power”.Bagi cara berfikir kita “power” a
Yang
tidak terbatas adalah “force” (tenaga atau kekuatan), asli dan sederhana.(Ibrahim
Abdullah,2013:67)
Kekuatan
dan tenaga murni dilihat secara harfiah, lebih merupakan wilayah fisika(atau
anologi sosialny:ilmu kemiliteran dan seni bela diri- “martial arts”) bukan
politik.Keterbatasan dibawah mana para aktor politik beroperasi dan memanufer
secara strategis apa yang mereka perbuat dan terjadi didalamnya, serta yang
tamapak kepada kita merupakan esensindari politik.Analisis mengenai keterbatasan-keterbatasan
itu dari mana mereka datang, bagaimana mereka beroperasi, bagaimana agen-agen
politik mungkin beroperasi didalamnya semua yang tampak kepada kita berada pada
jantung dari studi poliik(Goodin and Klingerman,1995).(Ibrahim
Abdullah,2013:68)
2.
Politik yang Dimaknai Sebagai
Kekuasaan dan Kepentingan
Apa
yang sebernanya terjadi adalah kekeliruan kita sebagai bangsa yang memaknai
“power” sebagai “kekuasaan”.Yang amat keliru lagi adalah “power” yang dimaknai
dengan “kekuasaan” yang dengan disengaja dilakukan oleh yang bersangkutan pada
era penjajahan.Oleh karena sifat bangsa ini, terutama para elitnya, tidak mau
susah langsung saja definisi politiknya Morgenthau sebagai “Struggle for Power”
diterjemahkan sebagai “perjuangan untuk meraih kesuksesan”.(Ibrahim
Abdullah,2013:70)
Marilah
kita secara legowo mengadopsi arti “power” yang sejuk bagi semua pihak.Salah
satu diantaranya adalah “position of authority”(posisi otoritas) atau “authority”
(otoritas) yang oleh pihak pemilik bahasa aslinya itu, pihak Barat, menyatakan
bahwa “authority”(kita maknai saja sebagai “otoritas”) merupakan suatu bentuk
“power” yang efisien oleh karena biaya-biaya sosialnya sangat kecil untuk
memanfaatkannya.(Ibrahim Abdullah,2013:72)
Politik
kepentingan untuk diri sendiri dan golongan pra elit yang bertengger diatas
insting hedonisme atau paham kesenangan duniawi berdampak terhadap perilaku
yang membuat tujuan menghalalkan segala cara.Politik inklusif merupakan solusi
bagi bangsa ini.Dengan keanggotaan yang mencakup rakyat termasuk mereka yang
dalam status 4K dan para elit yang peduli, adil dan berbagi.Hubungan elit
dengan rakyat berlangsung secara berkelanjutan.Inilah suatu harapan yang
didambakan oleh bangsa ini.Semoga..(Ibrahim Abdullah,2013:74)
Sudah
saatnya kita menyadari bahwa peradaban secara umum dan peradaban politik
khususnya ,yang pada gilirannya harus sejalan dengan peradaban bangsa, perlu
dipastikan untuk secepatnya terwujud.(Ibrahim Abdullah,2013:75)
BAB
V
POLITIK
DAN PERADABAN
Mayoritas
elit bangsa mempersepsikan politik sebagai perjuangan untuk meraih
kekuasaan.Politik telah diberikan begitu banyak arti oleh sekian banyak
ahlinya:”siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana (Lassewell,1936);”perjuangan
untuk power”(Morgenthau,[1948]1960);”seni dan ilmu
konflik”(Schattsneider,1960);”pola-pola power, pemerintahan dan otoritas”
(Dahl,1956); “Ilmu negara”, “alokasi otoritatif nilai-nilai”
(Easton[1953]1981), “Konflik murni, seperti dalam diri-diri kita terhadap mereka”(Schmitt,1976),
dan “Konsiliasi kepentingan-kepentingan yang bertentangan
publik”(Gricle[1962]1964).Power, otoritas, kehidupan publik, pemerintahan,
negara, konflik, penyelesaian konflik semuanya terkait dengan pengertian kita
tentang politik(Caporaso dan Levine,1992:8).
Ahli Politik
|
Penekanan Konsepsi Tentang Politik
|
Lassewell, Morgenthau, Dahl
|
Kekuasaan
|
Easton
|
Otoritas
|
Caporaso & Levine
|
Otoritas dan Kekuasaan
|
Dari beberapa konsepsi politik tersebut ada tiga hal penting
yang dapat disimpulkan, masing- masing adalah politik sebagai pemerintahan,
politik sebagai penghidupan publik, dan politik sebagai alokasi otoritatif
nilai-nilai.(Ibrahim Abdullah,2013:81-82)
1. Hubungan-hubungan
antara Konsepsi-konsepsi Politik
Kehidupan
perpolitikan Indonesia yang seharusnya benar-benar mempunyai peradaban istilah pemerintahan
pun perlu diganti dengan sistem penyelenggaraan negara.Dengan
demikian politik yang secara intens dipersepsikan sebagai kekuasaan
dapat secara sirna, terutama dari pola pikir para elit bangsa.
“politik
adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara kolektif untuk
mewujudkan suatu sistem penyelenggaraan negara yang mempunyai otoritas untuk mengurus
dan melayani publik”.(Ibrahim Abdullah,2013:83)
Selama
ini, para birokrat dan politisi mempunyai kekuasaan.Dalam hal ini para birokrat
dan politisi sesuai dengan pengertian kultur, menginterpretasikan kekuasaan
yang mereka punyai dalam konteks pengalaman enak mereka, misalnya untuk
mnggelapkan keuangan negara/daerah.Oleh karena pada umumnya banyak diantara
mereka bebas dari tuntutan hukum, maka perilaku sosial mereka sebagai individu
yang korup.Sebaliknya, dalam konteks pengertian politik, seharusnya mereka
adalah para individu yang kompeten dan profesional sehingga pasti memahami
semua aturan main dan tidak akan melanggarnya yang pada gilirannya juga akan
bersikap selaku intelektual.(Ibrahim Abdullah,2013:84-85)
Melalui
paradigma baru ini pula keberadaban yang terdiri dari perilaku terpuji,
tatakrama, dan moral dapat diharapkan akan mulai terpatri dalam setiap jiwa dan
raga para individu yang terlibat didalam sistem penyelenggaraan negara pada
semua tingkat.”Keberadaban adalah juga prasyarat bagi sebuah demokrasi”(Carter,1988).
Untuk
merealisasikan paradigma baru dalam peradaban politik di Indonesia ,diperlukan
kerjasama berkelanjutan antara sistem penyelenggaraan negara dengan dunia
akademik untuk terhindarnya bangsa ini menghadapi krisis yang siklusnya sudah
melembaga.(Ibrahim Abdullah,2013:87)
Reformasi
dalam bidang apapun tidak akan pernah tuntas, jika hanya pembenahan secara
institusional, seperti rekonstruksi, amandemen, perbaikan sistem dan lain
sebagainya.Reformasi baru akan tuntas jika semua yang bersangkutan bersedia
meninggalkan dan menanggalkan praktek-praktek setan(abandon evil practices)
(Collins Dictionary,1971, p. 432).Praktek-praktek setan seperti
korupsi.(Ibrahim Abdullah,2013:88)
2. Pancasila:Basis
Nilai Pembangunan Peradaban Politik Indonesia
Pancasila
merupakan saripati nilai-nilai unggul demokrasi barat, bukan nilai
dekonstruktifnya seperti liberalisme atau individualisme, serta saripati ajaran
sosialisme yang sangat membela nilai-nilai kemanusiaan.Jika kita kaji secara
kritis, secara teoritis nilai pancasila itu sudah sangat mumpuni untuk mengantisipasi
kekacauan-kekacauan sosial yang terjadi, terutama kekacauan sosial yang
disebabkan oleh demoralisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.(Ibrahim
Abdullahg,2013:90)
Tugas
generasi muda yang sekarang adalah melaksanakan cita-cita sosial bangsa ini
dengan berbasiskan nilai-nilai pancasila.(Ibrahim Abdullah,2013:91)
BAB
VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegagalan
demi kegagalan serta krisis demi krisis yang dialami bangsa ini amat terkait
dengan pengertian politik yang dipersepsikan sebagai kekuasaan.Kekuasaan diterjemahkan
dari kata power, padahal power adalah posisi otoritas.(Ibrahim
Abdullah,2013:93)
Paradigama
baru dalam peradaban politik Indonesia pada gilirannya justru sudah harus mulai
dipergunakan sejak 17 Agustus 1945.Oleh karenanya, untuk menghindari keinginan
kuat para elit politik dan elit birokrasi bangsa ini untuk menempatkan diri
mereka sebagai penguasa terhadap publik,/anak bangsa sendiri, diperlukan sebuah
paradigma baru.(Ibrahim Abdullah,2013:94).Singkatnya politik adalah sama
dan serupa dengan amanah dan kebajikan.(Ibrahim Abdullah,2013:96)
Akhirnya,
untuk dapat mengorientasikan pola pikir terutama para elit bangsa yang pada
saat ini sangat berperan dalam politik, kearah yang menjanjikan perubahan, tiga
jenis posisi otoritas (power):Posisi otoritas keras(hard power), posisi
otoritas lunak(soft power) dan posisi otoritas cerdas (smart power) dikemukakan
oleh Joseph S. Nye, Jr. Dalam bukunya The Future of Power, 2011.(Ibrahim
Abdullah,2013:97)
Posisi
otoritas keras (hard power)harus dikaitkan dengan sila pertama:Ketuhann Yang
Maha Esa.Dengan demikian, apabila semua elit bangsa menganut sifat ketuhanan
ini, maka mereka akan patuh kepada semua perintah-Nya dan menjauhkan diri dari
semua larangan-nya.Pada gilirannya, mereka juga menanggalkan sifat kekuasaan dari
pola pikir menyadari bahwa Tuhanlah yang memiliki kekuasaan bahkan bersifat
Maha Kuasa.
Posisi
otoritas lunak (soft power)merupakan milik, terutama para elit dan seluruh
rakyat dengan mempresentasikan dirinya dalam suasana:Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan.Para elit bangsa dalam suasana
sila kedua, ketiga dan keempat dalam memposisikannya.Dengan demikian, tidak
lagi memisah-misahkan antara keadilan sosial bagi para penyelenggara negara
yang sangat berlebihan.(Ibrahim Abdullah,2013:98)
Posisi
otoritas Cerdas (smart power) merupakan kombinasi dari posisi otoritas keras
dan posisi otoritas lunak yang bersifat persuasi.Posisi otoritas cerdas yang
terwakili oleh keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya untuk
para elitnya belaka.(Ibrahim Abdullah,2013:99)
Untuk
menghindari negara gagal, diperlukan suatu sistem penyelenggaraan negara yang
dibentuk dan dijalankan secara cerdas.Kecerdasan inilah yang pada saat ini
sangat dibutuhkan oleh bangsa ini.Baik kecerdasan yang dimiliki oleh
pemimpinnya maupun oleh semua rakyat Indonesia.Kecerdasan yang berbasiskan
agama/keimanan, bahasa, setidak-tidaknya tutur bahasa yang menyejukkan,
sportifitas dalam artian integritas sebagai kemampuan untuk memilah0milah mana
yang benar dan mana yang salah, iptek dan silaturrahmi yang merefleksikan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Kecerdasan yang bersifat filosofi
tersendiri untuk menjadi konsep teoritis dan akhirnya merupakan kecerdasan yang
praktis.Pada suatu hari nanti, hari yang tidak terlalu lama dari hari ini,
kecerdasan praktis dalam diri kita yang akan menggantikan korupsi yang hari ini
sangat menggila. Kecerdasan itulah yang akn menyelamatkan bangsa dan negara ini
dari kegagalan.Semoga.
B. Kritik
Indonesia
ini dilahirkan dari latar belakang kerajaan dan penjajahan.Keduanya bersifat
feodalistis itu bersifat feodal dimana masyarakat yang dikuasai oleh kaum
bangsawan mengenai cara pemilikan tanah pada pertengahan di eropa.Namun
demikian dari dulu itu Indonesia disebut sebagai negara hukum.Tapi ternyata itu
pemerintahan yang berkuasanya itu tidak berasaskan hukum yang berlaku tetapi
dengan kekuasaan.Buku ini menjelaskan tentang kondisi sistem perpolitikan
indonesia yang sangat memprihatinkan karena semua aparat yang berkuasa hanyalah
para kaum elitnya saja.Memang jika di lihat sekarang ini banyak orang-orang
elit saja yang bisa memimpin bangsa ini, tetapi kekuasaan mereka sangat banyak
disalahgunakan ke hal-hal yang curang seperti korupsi.Tetapi juga sekarang
mungkin bisa dilihat politik indonesia sudah mulai memperbaiki sistem-sistem
pemerintahannya berdasarkan pengalaman-pengalaman yang pahit akibat kasus-kasus
korupsi.Sudah mulai merubah paradigma yang lama dengan yang baru misal dalam
bidang politik,ekonomi, pendidikan sosial dan budaya, serta keamanan merupakan
sebuah kesatuan yang begitu besar buat bangsa indonesia di era global ini maka
dari itu dimulailah suatu perbaikan demi kualitas bangsa ini.Misal dalam perbaikan politik itu dengan menanamkan pendidikan tentang
politik dan kewarganegaraan sedini mungkin.Penting perlunya ada gotong royong
untuk kemajuan ekonomi rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar