Rabu, 25 Januari 2017

RESUME BUKU PARADIGMA BARU DALAM PERADABAN POLITIK INDONESIA

JUDUL : PARADIGMA BARU DALAM PERADABAN POLITIK INDONESIA  
PENGARANG: Prof. Ibrahim Abdullah, MIE, MA


BAB I
PENDAHULUAN

Bangsa ini telah dilahirkan dari latar belakang kerajaan, dan penjajahan.Keduanya bersifat feodalistis dengan sistem pemerintahan yang otoriter-sentralistik.Disamping itu bangsa ini telah pula lahir dari suatu latar belakang sejarah ke-bhineka-an.Ketiga latar belakang inilah yang telah membentuk bangsa ini beserta karakternya dengan segala kesemrawutannya.Sementara itu diketahui bahwa perilaku bangsa adalah fungsi dari pengalaman sejarahnya (Nurrachman,2004).Kedepan, barangkali atau seharusnya merupakan tugas dan tanggung jawab penyelenggara negara, dengan dukungan sepenuhnya dari dunia akademik, untuk memperhitungkan semua faktor-faktor sejarah dalam kaitannya dengan realisasi pembangunan bangsa dan pembangunan karakternya yang berkelanjutan (sustainable nation and character building). (Ibrahim, 2013:1)
Materi dasar kajian buku ini, antara lain , menyangkut dengan: (1) Masalah ke-indonesia-an yang masih perlu dipecahkan, sehingga solusinya dapat menjadi perekat ke-kita-an selaku bangsa dengan jatidiri tertentu, (seperti ke-kami-an sebelum Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928) yang telah berubah menjadi ke-kita-an pada Hari Sumpah Pemuda tersebut; (2) Pelurusan kembali kesalahan atau kekeliruan tafsir akan makna persatuan dan kesatuan bangsa sebagai sesuatu yang seakan-akan telah berimplikasi “anti Bhinneka”; (3) Penyelesaian pembangunan suatu masyarakat harapan yang realistis dengan memperhitungkan adanya pengaruh sejarah masa lalu yang sebagian telah terinternalisasikan(ciri-ciri kerajaan dan penjajahan yang feodalistik dengan pemerintahan yang bersifat otoriter-sentralistik); (4) Eliminasi benang-benang merah kekerasan sebagai akibat konflik-konflik yang terjadi dengan biaya sosial yang tinggi dan berdampak jangka panjang, sehingga pembangunan bangsa dan karakter menjadi terbengakalai; (5) Eliminasi dari improvisasi pola-pola kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh ekses-ekses yang timbul dari revolusi kemerdekaan yang menghasilkan perubahan-perubahan serta kerusakan baik fisik maupun mental; (6) Penghentian terhadap terulangnya hal yang serupa seperti tersebut pada butir (5), walaupun setelah reformasi digulirkan dan hingga saat ini masih saja terulang; (7) Perbaikan terhadap penampilan dan gambaran diri manusia Indonesia sebagai kolektifitas bangsa dengan pola pikir mereka yang terbangun dari kepingan-kepingan pengalaman sejarah; (8) Membangun realitas bersama mencakup realitas-realitas masa lalu hingga masa kini yang berasal dari berbagai pihak, kelompok dan perorangan; (9) Pencarian serta penemuan hubungan yang baru antar warga negara, sehingga memerlukan pemahaman dan pendefinisan yang baru pula tentang diri kita sebgai bangsa; (10) Keharusan bercermin pada kehidupan kita sendiri sebagai bangsa, sehingga bangsa ini mempunyai dan dapat mengembangkan karakternya yang berakar kuat pada akar budaya psiko-sosial-historis kita sebagai bangsa(Nani Nurrachman,2004). (Ibrahim Abdullah,2013:2-3).






















BAB II
PERSPEKTIF PARADIGMA LAMA DAN
PARADIGMA BARU

           Paradigma adalah basis kepercayaan utama atau metafisika dari sistem berfikir: basis dari ontologi, epistemologi, dan metodologi.Dalam pandangan filsafat, paradigma memuat pandangan-pandangan awal yang membedakan, memperjelas dan mempertajam orientasi berpikir seseorang.Dengan demikian paradigma membawa konsekuensi praktis bagi perilaku, cara berpikir, interpretasi dan kebijakan dalam pemilihan masalah.(Ibrahim Abdullah,2013:7)
           “Paradigma” yang seharusnya dipakai dalam peradaban politik Indonesia, yang penulis sebut sebagai paradigma lama, justru yang menyebabkan tidak pernah terbentukanya peradaban politik tersebut.Bahkan kultur politik pun sebagai bentuk peradaban pada tingkat dasar sebelum terbentuk secara profesional.Paradigma lama tersebut adalah yang mempersepsikan politik sama dan serupa dengan kekuasaan.(Ibrahim Abdullah,2013:8)
           Sejak 17 Agustus 1945, sebagai bangsa yang merdeka, power dengan terjemahan posisi o,,toritas “position of authority” (Collins English Dictionary, hal.451), seperti yang diartikan dalam bahasa aslinya, maka seharusnya yang dipergunakan bukan lagi kekuasaan.(Ibrahim Abdullah,2013:11)
           Rentang waktu 68 tahun seyogyanya sudah lebih dari memadai untuk membangun sebuah peradaban politik melalui fase pembangunan kultur politik, bangsa ini telah terjebak dalam suatu situasi sejenis penjajahan terhadap anak bangsa oleh para elit bangsanya sendiri melalui sistem pemerintahan yang berbasiskan kekuasaan.Pada gilirannya terbentuklah suatu yang paa saat ini sudah menjadi paradigma lama, mungkin tanpa disadari hingga saat ini masih berlaku yaitu suatu sistem pemerintahan yang berbasiskan kekuasaan, bahkan kekuasaan mutlak pada era orde baru.(Ibrahim Abdullah,2013:12)
           Jika dilihat dari perspektif peradaban politik ada tiga tingkat pembangunan dan pengembangan yang harus dilalui hingga kita sampai pada tingkat yang tertinggi.Masing-masing adalah kultur politik, keberadaban/civilitas politik dan peradaban politik.Kultur politik harus sepadan dengan kultur bangsa.Kita mempergunakan kultur sebagai konfigurasi nilai-nilai, yaitu enam nilai bersifat universal:agama, seni, politik, solidaritas, ekonomi dan sains (Alisjahbana,1974).Jika para politisi mempunyai keberadaban/civilitas yang melekat dalam diri mereka masing-masing adalah budi pekerti, tata krama dan moral.Civilitas juga merupakan prasyarat bagi sebuah demokrasi(Carter, 1988). Jika kultur dan keberadaban politik seperti tersebut diatas sudah akan mewarnai penghidupan dan kehidupan bangsa ini.(Ibrahim Abdullah,2013:14)
           Sebagai jaminan bagi berhasilnya agenda kegiatan-kegiatan bangsa, diperlukan pula watak atau karakter yang bersemi dalam setiap hati nurani manusia indonesia yang merupakan suatu sistem nilai yang dapat diidentifikasikan perilaku moral ideal seperti:kejujuran, tanggungjawab, rasa hormat kepada hukum, peduli kepada sesama atau kesopanan(Hutcheon,1999,92).(Ibrahim Abdullah,2013:17)
           Paradigma baru, dengan demikian akan merupakan konstruk dari posisi otoritas, posisi otoritas lunak dan posisi otoritas cerdas.Dengan perkataan lain politik bukan lagi kekuasaan absolut seperti yang dipahami serta dipakai pada saat ini dan jauh sebelumnya, akan tetapi politik adalah kegiatan penggabungan sumber-sumber perintah dari Yang Maha Esa dan Maha Kuasa dengan sumber-sumber yang persuasif dan menarik dalam strategi-strategi yang efektif.(Ibrahim Abdullah,2013:18)













BAB III
PERSPEKTIF “PERADABAN POLITIK”

Peradaban terbentuk melalui pembangunan sosial, pembangunan kultur dan pembangunan politik yang bertaraf tinggi.Peradaban juga merupakan kondisi kemanusiaan setelah adanya pembentukan, pembangunan dan penegakkan hukum, pembangunan sejarah dan penyempurnaan perekatan antar generasi secara berkelanjutan(Webster’s Thesaurus,2001).Bagian pertama dari peradaban merupakan totalitas proses pembangunan sosial, kultur dan politik, sedang bagian kedua adalah kondisi kemanusiaan setelah proses pembangunan tersebut berlangsung.(Ibrahim Abdullah,2013:19)

1.      Pembangunan politik

Melihat pada posisi pembangunan politik di Indonesia pada saat ini, dapat dilihat bahwa ada 3 syarat minimum yang harus dipenuhi, yakni: “Rule of Law”; “Civility”; dan “Social Justice” (Agpalo,1973), yang harus masih dipertanyakan keberhasilannya secara utuh.Rule of Law(Peraturan Perundang-undangan), misalnya dapat dikatakan bahwa dari segi kuantitas relatif sudah memadai, walaupun masih banyak yang tumpang tindih dan saling bertentangan.Bahkan diantaranya ada yang bertentangan pula dengan Undang-undang Dasar 1945, seperti Undang-undang Badan Hukum Pendidikan(No.9 Thn.2009) yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 31 Maret 2010.Pembatalan in menunjukkan adanya kekeliruan-kekeliruan pihak eksekutif dan legislatif pada saat menyusun Rancangan Undang-undang tersebut yang belum sepenuhnya mengikuti tata cara penyusunan kebijakan publik yang baku.(Ibrahim Abdullah,2013:20)
Langkanya orang membicarakan masalah peradaban politik merupakan fakta pembangunan politik tinggi yang tercermin dalam pembangunan hukum nasional, bahkan ini merupakan unsur pertamanya.Dan itu ternyata bahwa bangsa Indonesia belum mempunyai kultur apalagi peradaban politik yang mampu merubah pola pikir para elit bangsa yang berperan dalam berbagai kegiatan penyelenggaraan negara, sehingga tidak lagi berbuat sekehendak hati mereka.
Unsur kedua Pembangunan politik, yaitu “Civility” atau keberadaban yang terdiri dari Manners(budi pekerti), etiquette (tata krama), dan moral (Carter,1988) merupakan hal yang juga masih jauh dibawah standar kultur, apalagi peradaban politik.Politik uang misalnya merupakan hal yang masih sangat lazim.(Ibrahim Abdullah,2013:22)
Unsur ketiga pembangunan politik seharusnya direfleksikan oleh suatu keadilan sosial yang dapat dinikmati secara merata oleh setiap anggota masyarakat dari bangsa ini, sebagaimana isi Konstitusi bangsa Indonesia.Jika keadilan belum terwujud, maka dapat dikatakan bahwa pembangunan politik belum terwujud.Dengan demikian pembangunan politik harus berbanding lurus dengan keadilan sosial.Suatu hal yang utama dalam proses pembangunan politik dan merupakan wadah dari pembangunan tersebut adalah sistem politik yang jelas.Hingga saat ini Indonesia belum mempunyai sistem politik yang jelas dan baku untuk membuat sasaran pencapaian mutu dan ketangguhan serta berkelanjutan dari politik itu sendiri dapat tercapai,tanpa politik ang jelas Indonesia akan terombang-ambing tanpa arah sebagai bangsa yang berdaulat.(Ibrahim Abdullah,2013:23-24)
Namun, yang berkembang dalam kehidupan bernegara kita ialah ialah sistem penyelenggaraan negara dengan kabinet presidensial yang menjadi tercederai dengan dibentuknya Sekretariat Bersama Koalisi Partai, dimana presiden menjadi ketua Umum dan Ketua Umum Partai Golkar menjadi Ketua Hariannya.Jika ini berlanjut, Demokrasi,kultur politik dan akar-akar peradaban politik akan ikut tercederai, karena koalisi tersebut dapat dijadikan sarana untuk bagi-bagi kekuasaan.Dalam ilmu politik istilah bagi-bagi kekuasaan tidak sama sekali dikenal.Yang dikenal adalah “alokasi otoritatif nilai-nilai(Easton[1953]1981).Impilkasi dari bagi-bagi kekuasaan adalah kolusi bukan koalisi.Koalisi adalah istilah terhormat yang diciptakan untuk bergabung bersama agar dapat berbuat baik, berbuat  kebajikan bukan untuk berkolusi.(Ibrahim Abdullah,2013:25)
Unsur-unsur peradaban  antara lain, adalah ,masalah-masalah pembangunan sosial, pembangunan kultur, pembaharuan dan pembangunan politik termasuk sistem dan kulturnya, pembangunan hukum, penulisan dan pelestarian sejarah yang berkelanjutan dan perekatan generasi secara utuh.(Ibrahim Abdulla,2013:26)

2.      Pembangunan Sosial

Pembangunan sosial yang diperlukan setidak-tidaknya mencakup:penyediaan pelayanan-pelayanan sosial yang dilakukan oleh sistem penyelenggaraan negara, pengaktifan nilai-nilai sosial yang dapat berfungsi untuk mempromosikan pembangunan politik, upaya-upaya yang dilaksanakan untuk meminimumkan efek-efek negatif yang terjadi terhadap pembangunan politik.Pendidikan, kesehatan, kependudukan, perumahan, kesejahteraan sosial dan pembangunan komunitas merupakan indikator-indikator yang dapat dipergunakan untuk dapat mengevaluasi keberhasilan pembangunan sosial tersebut.(Ibrahim Abdullah,2013:26)
Dalam pengelolaan perekonomian bangsa pada saat  ini kita mempunyai 3 komponen atau unsur baik yang bersifat kelembagaan maupun pendanaan.Pertama, adalah kelembagaan negara/penyelenggaraan negara yang didukung oleh pendanaan melalui pajak yang sifatnya “kolektif wajib”.Sebagai kutub yang mengahadapinya adalah swasta yang sifatnya adalah “individu bebas” tetapi sesuai dengan prinsip interaksi antarnegara dan pasar dari sudut pandang ekonomi politik mereka berkewajiban membayar pajak.Disamping itu ada pula koperasi yang bersifat “kolektif bebas” oleh karena tidak adanya keharusan mutlak bagi anggota masyarakat untuk menjadi anggota masyarakat untuk menjadi anggota koperasi.(Ibrahim Abdullah,2013:28)
Badan independen pengelola dana pengentasan kemiskinan dibentuk sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Sumber pembiayaan SDM tersebut berasal dari bunga tabungan dan deposito berjangka dari sebagian dana pengentasan kemiskinan yang terkumpul.
Singkatnya, skema pengentasan kemiskinan sesuai model yang diajukan ini sekaligus dipergunakan untuk membentuk karakter, baik karakter para penabung, karakter para pimpinan koperasi/kelompok usaha maupun karakter para penerima pinjaman untuk usaha dari kalangan rakyat yang masih hidup dibawah garis kemisknan.Pembentukan karakter untuk menguji keberhasilan/kegagalan pada semua tingkat masyarakat terhadap pemberantasan KKN.(Ibrahim Abdullah,2013:30-31)

3.      Pembangunan Kultur

Nilai-nilai sebagai kekuatan-kekuatan yang mengintegrasikan dalam kepribadian, masyarakat dan kultur(Alisyahbana,1974) merupakan karya Prof.Dr.S.Takdir Alisyahbana(STA).
STA telah memanfaatkan mosaik yang kaya dari kehidupan kultural indonesia dalam mana kultur asli indonesia, kultur india, dan kultur islam serta kultur barat berbaur dalam lintas waktu dua atau tiga ribu tahun .Idealisme optimistik yang mewarnai pemikiran STA juga berasal dari suasana kultur indonesia terkini.Atas dasar nilai-nilai dan proses-proses penilaian STA, mereformulasi beragam konsep-konsep dasar psikologi, sosiologi dan antropologi.(Ibrahim Abdullah,2013:32-33)
STA menyimpulkan bahwa keunggulan sistem nilai sebagai sumber kebudayaan yang dapat menyeimbangkan kepribadian seseorang bahkan masyarakat umum untuk perwujudan suatu penghidupan yang aman, damai dan bermanfaat bagi semua.Dalam mempresentasikan hasil kajian STA, kebudayaan dipahami sebagai suatu konfigurasi nilai-nilai.Ada 6 nilai yang bersifat sangat universal,yaitu:nilai seni/estetika, nilai agama, nilai teori/keilmuan, nilai ekonomi, nilai solidaritas, dan nilai politik.(Ibrahim Abdullah,2013:34)


4.      Pembaharuan Politik

Pembaharuan politik merupakan sebuah proses perubahan dari tingkat rasionalisasi otoritas, integrasi bangsa dan partisipasi populer yang minimum menuju kearah yang maksimum.
Rasionalisasi keotoritasan seperti yang dilakukan Soeharto melalui Dekrit Presiden kembali ke UU Dasar 1945 pada tanggal 9 juli 1959 merupakan sebuah contoh pelaksanaan unsur pertama pembaharuan politik yang sangat signifikan dalam sejarah perpolitikan bangsa.(Ibrahim Abdullah,2013:35)
Integrasi bangsa sebagai faktor kedua pembaharuan politik, hingga saat ini tetap merupakan sebuah masalah besar.contoh:penyelesaian konflik bersenjata di Aceh yang akhirnya diselesaikan melalui negosiasi damai yang berakhir dengan Nota kesepahaman walaupun di fasilitasi pihak asing, Crisis Management Initiative.(Ibrahim Abdullah,2013:36)
Sebuah negara adalah suatu abstraksi dari sejumlah para perseorangan yang mempunyai karakteristik tertentu yang bersamaan, dan inilah yang membuat mereka para anggota dari bangsa yang sama(Morgenthau,1967).Hal yang harus diimplementasikan dalam penyelenggaraan negara mungkin dapat terwujud melalui pendekatan kulktural.Terutama dengan menyebarluaskan nilai-nilai jatidiri bangsa, tidak lagi melalui indoktrinasi akan tetapi langsung melalui distribusi kesejahteraan yang lebih merata sebagai hasil dari budi pekerti yang baik dari para penyelenggara negara dan daerah penuh dengan perikemanusiaan yang adil dan beradab.Sebaliknya wawasan kebangsaan masih terus di sosialisasikan ,karena jika tidak maka mereka akan masih tetap tinggal dalam kemiskinan, kemelaratan, keterbelakangan, dan kebodohan(4K).
Unsur ketiga pembaharuan politik adalah partisipasi populer.Frekuensi partisipasi ini dapat dianggap sudah cukup memadai, walaupun dalam era orde lama hanya satu kali dilaksanakan, yaitu dalam tahun 1955.Dalam orde baru telah dilangsungkan enam kali pemilihan umum dari tahu 1972-1997 yang dimana pemilihannya tidak secara langsung terhadap calon-calonnya melainkan memberikan suaranya kepada partai-partai politiknya.Baru pada pemilihan 2004 terjadi sedikit perubahan menjadi yang dinamakan sistem pemilihan proposional terbuka,karena para pemilih tidak hanya memberikan suara kepada partai tapi juga kepada calonnya.(Ibrahim Abdullah,2013:37-38)

5.      Kultur Politik

Salah satu konsep ilmu sosial yang sangat kuat yang muncul dari gelombang studi-studi demokratisasi sebelumnya adalah kultur politik.Gabriel dan Sydney dalam studi mereka, tahun 1963, The civic cultureI menyatakan bahwa institusi-institusi dan pola-pola aksi dalam suatu sistem politik harus konkruen atau sama dengan kultur politiknya.(Ibrahim Abdullah,2013:39).
           Perlu adanya internalisasi untuk para elit politik bangsa, karena jika tidak diharapkan pembangunan politik bangsa ini akan berjalan sebagaimana yang diamanatkan dalam nilai-nilai yang kita anut bersama, yaitu ideologi pancasila yang sekaligus sebagai jatidiri bangsa.
Yang sekarang menjadi masalah besar bagi bangsa ini, baik sistem politik maupun kultur politik yang belum mempunyai bentuk yang jelas.Kesemrawutan kehidupan bangsa ini yang telah dicontohkan kasus-kasus Bank Century, kriminalisasi dua orang wakil ketua KPK, kasus penggelapan, pencucian uang, dan korupsi pajak yang memuncak pada akhir tahun 2009 dan awal tahun 2010.(Ibrahim Abdullah,2013:40)

6.      Sistem Politik

Komponen-komponen sistem politik adalah dependen yang satu dengan yang lain, sehingga suatu perubahan pada satu komponen melibatkan perubahan pada yang lain-lainnya.
“Demokrasi”(Schumpeter,1947) dapat didefinisikan sebagai pengaturan kelembagaan untuk sampai pada keputusan-keputusan politik dalam individu meraih posisi otoritas yang menentukan melalui perjuangan bersaing untuk memperoleh suara/pilihan rakyat.”Negara Kuat”(Bimbaum,1982) yaitu dimana sistem penyelenggaraan negara menerima suatu tanggung jawab tingkat tinggi bagi kesejahteraan seluruh warganegaranya.(Ibrahim Abdullah,2013:41-42)

7.      Sistem Politik yang Stabil dan Dinamis

Stabilitas selalu diperlukan oleh setiap bangsa, oleh karena dengan adanya kondisi yang stabil sebuah bangsa diyakini dapat melakukan sesuatu yang lebih bagi pembangunannya.Stabilitas pada kenyataannya merupakan sebuah kondisi wajib yang harus pertama-pertama dipenuhi. Disamping itu agar stabilitas tersebut bermanfaat secara optimal harus ada pula kondisi yang melengkapi sehingga tujuan-tujuan pembangunan dapat dicapai pada tingkat ang memadai.Semuanya tidak boleh bertentangan dengan ideologi bangsa yang telah ditentukan oleh konstitusi.
Bahwa stabilitas yang memenuhi kedua kondisi baik yang wajib maupun yang melengkapi seperti yang dinyatakan diatas adalah yang dikenal dengan stabilitas dinamis.(Ibrahim Abdullah,2013:43-44)

8.      Referensi Teoritis

Untuk mengoprasionalisasikan pendekatan kearah pemahaman prinsip-prinsip dasar stabilitas, sebuah kerangka konseptual diadopsi dari model yang dikenal sebagai Model Spiro yang memproses itu.(Ibrahim Abdullah, 2013:44)
Model ini (figure 1) mengindikasikan bahwa setiap sistem politik senantiasa memproses isu-isu dan mempertahankan eksistensinya yang terkait dengan upaya-upaya untuk  mencapai serangkaian sasaran yang jelas dan pasti.(Ibrahim Abdullah,2013:44)
Stabilitas dalam model ini hanya merupakan satu diantara empat sasaran, sedang yang tiga lagi masing-masing adalah fleksibilitas, efisiensi, dan efektifitas.Sasaran fleksibilitas, misalnya mempunyai 4 variabel terdiri dari masalah-masalah ekonomi, isu-isu prosedural, isu-isu sirkumstansial, dan gaya pragmatis.Terdapat perbedaan yang signifikan diantara sistem politik dan sistem nasional.Dalam hal stabilitas sistem nasional stabilitas tersebut tidak hanya sebagai salah satu dari sasaran akan tetapi merupakan pusat sasaran.(Ibrahim Abdullah, 2013:45)
Dalam hal kudeta manapun masalah-masalah posisi otoritas(power) merupakan hal pertama yang muncul.Dalam kasus indonesia baik  partai komunis maupun Angkatan bersenjata keduanya mempergunakan kekuatan masing-masing dimana partai komunis mencoba untuk mengambil alih kendali posisi otoritas sementara angkatan bersenjata menggunakan kekuatan untuk melindungi negara dari pergeseran posisi otoritas kepada rezim komunis.(Ibrahim Abdullah, 2013:47)
Dalam urutan selanjutnya adalah masalah-masalah ekonomi yang mempunyai gaya pragmatisme dan sasaran antaranya fleksibilitas.Ternyata sasaran antara fleksibilitas tidak secara optimal tercapai,namun demikian perbaikan-perbaikan signifikan dalam pembangunan ekonomi telah berlangsung.(Ibrahim Abdullah,2013:48)
Yang ketiga dalam urutan adalah masalah-masalah konstitusional yang mempunyai gaya non kekerasan dan dioperasionalisasikan melalui kotak-kotak suara untuk mencapai sasaran antara yaitu legitimasi.
Yang keempat dalam urutan adalah masalah-masalah kultural dengan gaya ideologi dan sasaran antara efektifitas.
Pada saat ini dapat sementara disimpulkan bahwa tiga diantara empat masalah yang dipertimbangkan sebagai unsur dasar dalam model stabilitas ini, yaitu masalah-masalah ekonomi, konstitusi dan kultur tidak pernah secara wajar dipecahkan oleh rejim orde baru.Oleh karena itu pada akhirnya rejim tersebut tumbang pada bulan mei 1998.(Ibrahim Abdullah,2013:49)

9.      Stabilitas statis

Untuk mengklarifikasi lebih jauh mekanisme yang terlibat dalam proses pembentukan sistem nasional kearah pencapaian kondisi stabilitas dinamis, keempat sasaran antara harus yang pertama dicapai dalam keseimbangan.Ini, pada gilirannya akan menciptakan kekuatan-kekuatan yang diperlukan dan dibutuhkan untuk memutar gasing nasionl atau sistem nasional.Kekuatan-kekuatan ini merupakan kekuatan sentrifugal yang dimulai oleh kekuatan-kekuatan posisi otoritas(power) dan kemudian bergerak kearah kekuatan-kekuatan ekonomi, berlanjut kearah kekuatan-kekuatan konstitusi, dan menyambung kearah kekuatan-kekuatan kultur dan selanjutnya memberikan dampak terhadap kekuatan-kekuatan power sehingga siklus pertama sistem bangsa terselesaikan dan kemudian berlanjut ke siklus selanjutnya.(Ibrahim Abdullah, 2013:50)

10.  Stabilitas Dinamis

Awalnya gasing nasional atau sistem nasional telah telah mampu berputar ditempat untuk suatu periode tertentu, dapat dikatakan bahwa sistem tersebut ada dalam suatu kondisi stabilitas statis.Agar stabilitas ini dapat didinamiskan kekuatan-kekuatan tambahan diperlukan untuk mendorong sistem bergerak secara konsisten sambil berputar menuju kesuatu arah tertentu menelusuri suatu lintasan yang pasti.(Ibrahim Abdullah,2013:51-52)
Jika ditinjau dari sudut pandang ekonomi politik terhadap sistem nasional, klarifikasi tentang bagaimana ekonomi politik bekerja perlu telebih dahulu diutarakan.Keberadaan yang sejajar saling berinteraksi antara  “negara” dan “pasar” dalam dunia modern menciptakan ekonomi politik(Gilpin,1987).(Ibrahim Abdullah,2013:55)

11.  Pembangunan dan Pengembangan Hukum

Pembangunan dan pengembangan hukum sangat penting untuk dilakukan.Karena berkaitan dengan keteraturan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita baik dalam bidang politik, ekonomi dan sosial.Hukum positif dapat didefinisikan secara longgar sebagai kumpulan peraturan-peraturan yang ditegakkan oleh setiap negara berdaulat.Hukum dibedakan kedalam 2 kubu yaitu:Positivisme Legal dan Naturalisme Legal.
Positivisme Legal menyatakan bahwa hanya hukum-hukum positif yang eksis.Oleh karenanya, hukum-hukum adalah dibuat atau dipilih oleh para legislator:mereka tidak eksis, menunggu penemuan, sebelum tindakan pembuatan hukum terjadi.(Ibrahim Abdullah,2013:58)
Naturalisme Legal yang didefinisikan sebagai mengandung keberadaan sejenis hukum tetap dan lebih tinggi tidak tergantung pada tindakan-tindakan dari para legislator tertentu, telah mendominasi kebanyakan masyarakat-masyarakat lain pada hampir semua zaman.
Kedepan, politik hukum seharusnya merupakan keniscayaan bagi pembangunan dan pengembangan hukum di Indonesia.Dalam politik hukum ius constituendum dalam arti harfiah, yakni hukum yang seharusnya berlaku dua pengertian, yakni apa dan bagaimana hukum yang harus ditetapkan serta apa dan bagaimana penetapan hukum itu(Abdul Latif dan Hasbi Ali,2010:57).(Ibrahim Abdullah,2013:60)
      Dengan demikian jika ius constituendum tersebut tidak dilaksanakan oleh para penyelenggara negara dan daerah, maka mereka dapat ditetapkan sebagai para pejabat yang melanggar hukum.(Ibrahim Abdullah,2013:61)

12.  Penulisan Sejarah

Penulisan sejarah merupakan bentuk pembangunan sejarah dengan proses panjang dari semula hingga akhir zaman tidak putus-putus, sehingga berlangsung secara berkelanjutan.Implisit dalam pembangunan sejarah adalah penulisan sejarah oleh para sejarawan dengan metodelogi penulisan dalam bidang keahlian mereka.(Ibrahim Abdullah,2013:62)
           Sejarah yang kita punyai sekarang adalah sejarah yang dikarang, bukan ditulis.Sejarah yang terbangun secara wajar amat diperlukan untuk pembangunan perekatan generasi.Sejarah bangsa yang masih harus ditulis seharusnya merupakan suatu kontinum yang bermula dari sejarah Republik Indonesia Pertama pada saat berbagai kerajaan dinusantara hidup dalam suatu bentuk, sejenis konfederasi.
Sementara itu dalam 37 tahun ter-akhir dari penjajahan, minimal 2 hal peristiwa penting dalam sejarah kebangsaan Indonesia.Pertama adalah Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908 dan Kedua, Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.Dua kejadian inilah yang merupakan ruh kelahiran bangsa ini yang tidak boleh tidak harus diketahui oleh setiap generasi hingga akhir zaman..(Ibrahim Abdullah,2013:63)

13.  Perekatan Generasi

Ide estafet generasi merupakan suatu ide yang penting dari peradaban politik.Generasi-generasi tersebut harus mengalami proses perekatan, sehingga antara satu generasi dengan generasi yang lain dari masa ke masa merupakan suatu pertalian yang tidak terputus.Salah satu alat terpenting untuk membangun pertalian tersebut adalah sejarah nasional yang lengkap dan utuh.
Sejalan dengan itu pula perekatan generasi sebagai unsur keenam dari peradaban bangsa merupakan penyubur kelestarian “ke-kitaan” yang disemai oleh “Sumpah Pemuda tahun 1928”.(Ibrahim Abdullah,2013:64)





BAB IV
LOMPATAN KUANTUM YANG
“CENDERUNG” GAGAL

Lompatan kuantum dari ketidakberadaan kultur politik yang benar-benar mapan langsung ke peradaban politik sangat diperlukan oleh karena apa yang terjadi saat ini sebagian besar merupakan fenomena-fenomena yang sangat meresahkan bangsa ini.Sebagai suatu catatan penting, perlu kiranya diutarakan disini apa yang diungkapkan Jeffrey J. Winters dalam diskusi di Universitas Paramadina:Indonesia adalah bukti demokrasi tanpa hukum yang sama dengan demokrasi kriminal.Tanpa penegakkan hukum yang jelas, perekonomian dan politik indonesia sarat dengan praktek oligarki karena hanya dikuasai beberapa orang yang berkuasa dari golongan tertentu.(Ibrahim Abdullah,2013:65)
Indikator-indikator bahwa kita akan sudah berada pada dataran peradaban tersebut manakala keenam kondisi kemanusiaan sudah sampai pada status tinggi dan merupakan keberhasilan dalam:pembangunan sosial, pembangunan kultur, pembangunan politik, pembangunan hukum, penulisan sejarah, dan realisasi perekatan generasi.(Ibrahim Abdullah,2013:66)

1.      Penelusuran Hal-hal Pokok Penyebab Kesemrawutan

Politik boleh secara terbaik dikarakteristikkan sebagai penggunaan terbatas dari “social power” (posisi otoritas sosial): the power of people over other people.Pada gilirannya, studi politik baik oleh akademisi atau politisi praktis-boleh dikarakteristikan sebagai studi sifat dan sumber dari keterbatasan-keterbatasan dan teknik-teknik untuk penggunaan “social power” dalam wilayah keterbatasan-keterbatasan dimaksud(Good Goodin and Klingerman,1995).
Pendefinisian politik dalam artian “power”,pada saat ini terkenal sebagai suatu bidang konseptual yang menegangkan dan mencemaskan.
Analisa kita berpisah dari tradisi adalah pada saat kita mendefinisikan politik dalam artian penggunaan terbatas dari “power”.Bagi cara berfikir kita “power” a
Yang tidak terbatas adalah “force” (tenaga atau kekuatan), asli dan sederhana.(Ibrahim Abdullah,2013:67)
Kekuatan dan tenaga murni dilihat secara harfiah, lebih merupakan wilayah fisika(atau anologi sosialny:ilmu kemiliteran dan seni bela diri- “martial arts”) bukan politik.Keterbatasan dibawah mana para aktor politik beroperasi dan memanufer secara strategis apa yang mereka perbuat dan terjadi didalamnya, serta yang tamapak kepada kita merupakan esensindari politik.Analisis mengenai keterbatasan-keterbatasan itu dari mana mereka datang, bagaimana mereka beroperasi, bagaimana agen-agen politik mungkin beroperasi didalamnya semua yang tampak kepada kita berada pada jantung dari studi poliik(Goodin and Klingerman,1995).(Ibrahim Abdullah,2013:68)

2.      Politik yang Dimaknai Sebagai Kekuasaan dan Kepentingan

Apa yang sebernanya terjadi adalah kekeliruan kita sebagai bangsa yang memaknai “power” sebagai “kekuasaan”.Yang amat keliru lagi adalah “power” yang dimaknai dengan “kekuasaan” yang dengan disengaja dilakukan oleh yang bersangkutan pada era penjajahan.Oleh karena sifat bangsa ini, terutama para elitnya, tidak mau susah langsung saja definisi politiknya Morgenthau sebagai “Struggle for Power” diterjemahkan sebagai “perjuangan untuk meraih kesuksesan”.(Ibrahim Abdullah,2013:70)
Marilah kita secara legowo mengadopsi arti “power” yang sejuk bagi semua pihak.Salah satu diantaranya adalah “position of authority”(posisi otoritas) atau “authority” (otoritas) yang oleh pihak pemilik bahasa aslinya itu, pihak Barat, menyatakan bahwa “authority”(kita maknai saja sebagai “otoritas”) merupakan suatu bentuk “power” yang efisien oleh karena biaya-biaya sosialnya sangat kecil untuk memanfaatkannya.(Ibrahim Abdullah,2013:72)
Politik kepentingan untuk diri sendiri dan golongan pra elit yang bertengger diatas insting hedonisme atau paham kesenangan duniawi berdampak terhadap perilaku yang membuat tujuan menghalalkan segala cara.Politik inklusif merupakan solusi bagi bangsa ini.Dengan keanggotaan yang mencakup rakyat termasuk mereka yang dalam status 4K dan para elit yang peduli, adil dan berbagi.Hubungan elit dengan rakyat berlangsung secara berkelanjutan.Inilah suatu harapan yang didambakan oleh bangsa ini.Semoga..(Ibrahim Abdullah,2013:74)
Sudah saatnya kita menyadari bahwa peradaban secara umum dan peradaban politik khususnya ,yang pada gilirannya harus sejalan dengan peradaban bangsa, perlu dipastikan untuk secepatnya terwujud.(Ibrahim Abdullah,2013:75)




BAB V
POLITIK DAN PERADABAN

Mayoritas elit bangsa mempersepsikan politik sebagai perjuangan untuk meraih kekuasaan.Politik telah diberikan begitu banyak arti oleh sekian banyak ahlinya:”siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana (Lassewell,1936);”perjuangan untuk power”(Morgenthau,[1948]1960);”seni dan ilmu konflik”(Schattsneider,1960);”pola-pola power, pemerintahan dan otoritas” (Dahl,1956); “Ilmu negara”, “alokasi otoritatif nilai-nilai” (Easton[1953]1981), “Konflik murni, seperti dalam diri-diri kita terhadap mereka”(Schmitt,1976), dan “Konsiliasi kepentingan-kepentingan yang bertentangan publik”(Gricle[1962]1964).Power, otoritas, kehidupan publik, pemerintahan, negara, konflik, penyelesaian konflik semuanya terkait dengan pengertian kita tentang politik(Caporaso dan Levine,1992:8).
     
                         Ahli Politik
     Penekanan Konsepsi Tentang Politik
Lassewell, Morgenthau, Dahl
Kekuasaan
Easton
Otoritas
Caporaso & Levine
Otoritas dan Kekuasaan

      Dari beberapa konsepsi politik tersebut ada tiga hal penting yang dapat disimpulkan, masing- masing adalah politik sebagai pemerintahan, politik sebagai penghidupan publik, dan politik sebagai alokasi otoritatif nilai-nilai.(Ibrahim Abdullah,2013:81-82)

1.      Hubungan-hubungan antara Konsepsi-konsepsi Politik

Kehidupan perpolitikan Indonesia yang seharusnya benar-benar mempunyai peradaban istilah pemerintahan pun perlu diganti dengan sistem penyelenggaraan negara.Dengan demikian politik yang secara intens dipersepsikan sebagai kekuasaan dapat secara sirna, terutama dari pola pikir para elit bangsa.
“politik adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara kolektif untuk mewujudkan suatu sistem penyelenggaraan negara yang mempunyai otoritas untuk mengurus dan melayani publik”.(Ibrahim Abdullah,2013:83)
Selama ini, para birokrat dan politisi mempunyai kekuasaan.Dalam hal ini para birokrat dan politisi sesuai dengan pengertian kultur, menginterpretasikan kekuasaan yang mereka punyai dalam konteks pengalaman enak mereka, misalnya untuk mnggelapkan keuangan negara/daerah.Oleh karena pada umumnya banyak diantara mereka bebas dari tuntutan hukum, maka perilaku sosial mereka sebagai individu yang korup.Sebaliknya, dalam konteks pengertian politik, seharusnya mereka adalah para individu yang kompeten dan profesional sehingga pasti memahami semua aturan main dan tidak akan melanggarnya yang pada gilirannya juga akan bersikap selaku intelektual.(Ibrahim Abdullah,2013:84-85)
Melalui paradigma baru ini pula keberadaban yang terdiri dari perilaku terpuji, tatakrama, dan moral dapat diharapkan akan mulai terpatri dalam setiap jiwa dan raga para individu yang terlibat didalam sistem penyelenggaraan negara pada semua tingkat.”Keberadaban adalah juga prasyarat bagi sebuah demokrasi”(Carter,1988).
Untuk merealisasikan paradigma baru dalam peradaban politik di Indonesia ,diperlukan kerjasama berkelanjutan antara sistem penyelenggaraan negara dengan dunia akademik untuk terhindarnya bangsa ini menghadapi krisis yang siklusnya sudah melembaga.(Ibrahim Abdullah,2013:87)
Reformasi dalam bidang apapun tidak akan pernah tuntas, jika hanya pembenahan secara institusional, seperti rekonstruksi, amandemen, perbaikan sistem dan lain sebagainya.Reformasi baru akan tuntas jika semua yang bersangkutan bersedia meninggalkan dan menanggalkan praktek-praktek setan(abandon evil practices) (Collins Dictionary,1971, p. 432).Praktek-praktek setan seperti korupsi.(Ibrahim Abdullah,2013:88)



2.      Pancasila:Basis Nilai Pembangunan Peradaban Politik Indonesia

Pancasila merupakan saripati nilai-nilai unggul demokrasi barat, bukan nilai dekonstruktifnya seperti liberalisme atau individualisme, serta saripati ajaran sosialisme yang sangat membela nilai-nilai kemanusiaan.Jika kita kaji secara kritis, secara teoritis nilai pancasila itu sudah sangat mumpuni untuk mengantisipasi kekacauan-kekacauan sosial yang terjadi, terutama kekacauan sosial yang disebabkan oleh demoralisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.(Ibrahim Abdullahg,2013:90)
Tugas generasi muda yang sekarang adalah melaksanakan cita-cita sosial bangsa ini dengan berbasiskan nilai-nilai pancasila.(Ibrahim Abdullah,2013:91)



BAB VI
PENUTUP

A.     Kesimpulan

Kegagalan demi kegagalan serta krisis demi krisis yang dialami bangsa ini amat terkait dengan pengertian politik yang dipersepsikan sebagai kekuasaan.Kekuasaan diterjemahkan dari kata power, padahal power adalah posisi otoritas.(Ibrahim Abdullah,2013:93)
Paradigama baru dalam peradaban politik Indonesia pada gilirannya justru sudah harus mulai dipergunakan sejak 17 Agustus 1945.Oleh karenanya, untuk menghindari keinginan kuat para elit politik dan elit birokrasi bangsa ini untuk menempatkan diri mereka sebagai penguasa terhadap publik,/anak bangsa sendiri, diperlukan sebuah paradigma baru.(Ibrahim Abdullah,2013:94).Singkatnya politik adalah sama dan serupa dengan amanah dan kebajikan.(Ibrahim Abdullah,2013:96)
Akhirnya, untuk dapat mengorientasikan pola pikir terutama para elit bangsa yang pada saat ini sangat berperan dalam politik, kearah yang menjanjikan perubahan, tiga jenis posisi otoritas (power):Posisi otoritas keras(hard power), posisi otoritas lunak(soft power) dan posisi otoritas cerdas (smart power) dikemukakan oleh Joseph S. Nye, Jr. Dalam bukunya The Future of Power, 2011.(Ibrahim Abdullah,2013:97)
Posisi otoritas keras (hard power)harus dikaitkan dengan sila pertama:Ketuhann Yang Maha Esa.Dengan demikian, apabila semua elit bangsa menganut sifat ketuhanan ini, maka mereka akan patuh kepada semua perintah-Nya dan menjauhkan diri dari semua larangan-nya.Pada gilirannya, mereka juga menanggalkan sifat kekuasaan dari pola pikir menyadari bahwa Tuhanlah yang memiliki kekuasaan bahkan bersifat Maha Kuasa.
Posisi otoritas lunak (soft power)merupakan milik, terutama para elit dan seluruh rakyat dengan mempresentasikan dirinya dalam suasana:Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan.Para elit bangsa dalam suasana sila kedua, ketiga dan keempat dalam memposisikannya.Dengan demikian, tidak lagi memisah-misahkan antara keadilan sosial bagi para penyelenggara negara yang sangat berlebihan.(Ibrahim Abdullah,2013:98)
Posisi otoritas Cerdas (smart power) merupakan kombinasi dari posisi otoritas keras dan posisi otoritas lunak yang bersifat persuasi.Posisi otoritas cerdas yang terwakili oleh keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya untuk para elitnya belaka.(Ibrahim Abdullah,2013:99)
Untuk menghindari negara gagal, diperlukan suatu sistem penyelenggaraan negara yang dibentuk dan dijalankan secara cerdas.Kecerdasan inilah yang pada saat ini sangat dibutuhkan oleh bangsa ini.Baik kecerdasan yang dimiliki oleh pemimpinnya maupun oleh semua rakyat Indonesia.Kecerdasan yang berbasiskan agama/keimanan, bahasa, setidak-tidaknya tutur bahasa yang menyejukkan, sportifitas dalam artian integritas sebagai kemampuan untuk memilah0milah mana yang benar dan mana yang salah, iptek dan silaturrahmi yang merefleksikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Kecerdasan yang bersifat filosofi tersendiri untuk menjadi konsep teoritis dan akhirnya merupakan kecerdasan yang praktis.Pada suatu hari nanti, hari yang tidak terlalu lama dari hari ini, kecerdasan praktis dalam diri kita yang akan menggantikan korupsi yang hari ini sangat menggila. Kecerdasan itulah yang akn menyelamatkan bangsa dan negara ini dari kegagalan.Semoga.

B.     Kritik

Indonesia ini dilahirkan dari latar belakang kerajaan dan penjajahan.Keduanya bersifat feodalistis itu bersifat feodal dimana masyarakat yang dikuasai oleh kaum bangsawan mengenai cara pemilikan tanah pada pertengahan di eropa.Namun demikian dari dulu itu Indonesia disebut sebagai negara hukum.Tapi ternyata itu pemerintahan yang berkuasanya itu tidak berasaskan hukum yang berlaku tetapi dengan kekuasaan.Buku ini menjelaskan tentang kondisi sistem perpolitikan indonesia yang sangat memprihatinkan karena semua aparat yang berkuasa hanyalah para kaum elitnya saja.Memang jika di lihat sekarang ini banyak orang-orang elit saja yang bisa memimpin bangsa ini, tetapi kekuasaan mereka sangat banyak disalahgunakan ke hal-hal yang curang seperti korupsi.Tetapi juga sekarang mungkin bisa dilihat politik indonesia sudah mulai memperbaiki sistem-sistem pemerintahannya berdasarkan pengalaman-pengalaman yang pahit akibat kasus-kasus korupsi.Sudah mulai merubah paradigma yang lama dengan yang baru misal dalam bidang politik,ekonomi, pendidikan sosial dan budaya, serta keamanan merupakan sebuah kesatuan yang begitu besar buat bangsa indonesia di era global ini maka dari itu dimulailah suatu perbaikan demi kualitas bangsa ini.Misal dalam perbaikan politik itu dengan menanamkan pendidikan tentang politik dan kewarganegaraan sedini mungkin.Penting perlunya ada gotong royong untuk kemajuan ekonomi rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar