BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) adalah organisasi internasional yang beranggotakan
negara-negara berdaulat yang bertujuan menghindar menghindari perang dunia dan
mala petaka kemanusiaan akibat perang. Piagam PBB ditandatangani oleh delegasi 51 negara pada tanggal 26 Juni 1945. Dan
Piagam PBB mulai beroperasi pada tanggal 24 Oktober 1945. Seperti Liga
Bangsa-Bangsa, tujuan utama PBB adalah menjaga perdamain dan keamanan
internasional, menyelesaikan sengketa secara damai, melakukan tindakan
kolektif,mencegah ancaman terhadap perdamaian, mempromosikan kerjasama sosial
ekonomi internasional dan hak asasi manusia. Keanggotaan PBB terbuka bagi
negara-negara yang cinta damai untuk mendukung penyelesaian sengketa secara
damai. Adapun struktur organisasi PBB yaitu Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan
Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian, Mahkamah Internasional, dan
Sekretariat. Pada paper ini, akan membahas salah satu dari struktur
organisasi PBB yaitu Mahkamah Internasional.
B. RUMUSAN MASALAH
Beberapa rumusan masalah yang akan
dibahas dalam Paper ini, yaitu sebagai berikut:
1.
Apa pengertian dari Mahkamah
Internasional?
2.
Bagaimana sejarah dibentuknya Mahkamah
Internasional?
3.
Apa saja tugas dari Mahkamah
Internasional?
4.
Apa saja yurisdiksi atau kewenangan dari
Mahkamah Internasional?
5.
Apa saja sumber-sumber hukum Mahkamah
Internasional?
6.
Apa saja komposisi dalam Mahkamah
Internasional?
7.
Bagaimana mekanisme kerja Mahkamah
Internasional?
8.
Bagaimana prosedur penyelesaian sengketa
internasional melalui Mahkamah Internasional?
9.
Apa saja keputusan Mahkamah
Internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional?
10.
Apa saja contoh dari penyelesaian
sengketa internasional melalui Mahkamah Internasional?
C. TUJUAN
Adapun tujuan yang diharapkan dalam
pembahasan rumusan masalah di atas antara lain untuk mengetahui dan memahami:
1. Pengertian
dari Mahkamah Internasional
2. Sejarah
dibentuknya Mahkamah Internasional
3. Tugas
dari Mahkamah Internasional
4. Yurisdiksi
atau kewenangan dari Mahkamah Internasional
5. Sumber-sumber
hukum Mahkamah Internasional
6. Komposisi
dalam Mahkamah Internasional
7. Mekanisme
kerja Mahkamah Internasional
8. Prosedur
penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah Internasional
9. Keputusan
Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional
10. Contoh
dari penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah Internasional
D. MANFAAT
Adapun manfaat yang diharapkan dari
tujuan di atas antara lain agar mengetahui dan memahami:
1. Pengertian
dari Mahkamah Internasional
2. Sejarah
dibentuknya Mahkamah Internasional
3. Tugas
dari Mahkamah Internasional
4. Yurisdiksi
atau kewenangan dari Mahkamah Internasional
5. Sumber-sumber
hukum Mahkamah Internasional
6. Komposisi
dalam Mahkamah Internasional
7. Mekanisme
kerja Mahkamah Internasional
8. Prosedur
penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah Internasional
9. Keputusan
Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional
10. Contoh
dari penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah Internasional
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MAHKAMAH INTERNASIONAL
Mahkamah
Internasional (The International Court
of Justice) adalah merupakan salah satu organisasi hukum utama badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertugas atau berwenang untuk
memeriksa perselisihan atau sengketa antarnegara dan memutuskan sengketa atau
kasus hukumnya. Mahkamah Internasional merupakan badan pengadilan
internasional resmi yang bersifat tetap dan bertugas untuk memeriksa dan
memutus perkara-perkara yang diajukan kepadanya.
Mahkamah
Internasional merupakan organ utama lembaga kehakiman PBB, yang berkedudukan di
Den Haag, Belanda yang didirikan pada tahun 1945 berdasarkan pada Piagam PBB.
Namun Mahkamah ini mulai bertugas sejak tahun 1946 sebagai pengganti Mahkamah
Internasional Permanen (Permanent Court of International Justice). Adapun
keputusan yang diberikan oleh Mahkamah Internasional ini bersifat mengikat para
pihak yang bersengketa,sehingga negara-negara yang bersangkutan wajib untuk
memenuhi dan mematuhi keputusan tersebut. Namun, apabila ada negara yang
bersengketa tidak menjalankan kewajiban tersebut, negara lawan sengketa dapat
mengajukan permohonan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB)
yang memiliki kewenangan untuk merekomendasikan agar keputusan itu
dilaksanakan.
Selain
bertugas untuk memeriksa perselisihan atau sengketa antarnegara dan memutuskan
kasus hukumnya, Mahkamah Internasional juga bertugas untuk memecahkan masalah
yang ada di antara kedua negara yang sedang mengalami bentrok yang tak kunjung
terselesaikan. Keputusan yang diberikan oleh Mahkamah Internasional bersifat
relatif, yaitu terkadang ada yang menguntungkan dan tidak sedikit juga yang
merugikan. Namun, meskipun keputusan Mahkamah Internasional ada yang merugikan
salah satu pihak negara yang bersengketa, maka negara tersebut harus tetap
mengakui dan menerima keputusan karena keputusan dari Mahkamah Internasional
bersifat mengikat (paten) dan tidak bisa diganggu gugat. Dan apabila ada negara
yang memprotes keputusan,maka negara tersebut akan terkena sanksi. Maka dari
itu akan lebih baik apabila menerima keputusan yang telah Mahkamah
Internasional putuskan dengan lapang dada.
B. SEJARAH DIBENTUKNYA MAHKAMAH INETRNASIONAL
Salah satu
alternatif penyelesaian sengketa secara hukum atau 'judicial settlement' dalam hukum internasional adalah penyelesaian
melalui badan peradilan internasional. Dalam hukum internasional, penyelesaian
secara hukum dewasa ini dapat ditempuh melalui berbagai cara atau lembaga,
yakni: Permanent Court of International
of Justice (PCIJ atau Mahkamah Permanen Internasional), International Court of Justice (ICJ atau
Mahkamah Internasional), the
International Tribunal for the Law of the Sea (Konvensi Hukum Laut 1982),
atau International Criminal Court(ICC).
PCIJ pendahulu Mahkamah Internasional (ICJ), dibentuk berdasarkan pasal XIV
Kovenan Liga Bangsa-bangsa (LBB) pada tahun 1922. Badan LBB yang membantu
berdirinya PCIJ adalah Dewan (Council) LBB. Dalam sidangnya pada awal 1920,
Dewan menunjuk suatu Advisory Committee of Jurists untuk membuat laporan
mengenai rencana pembentukan PCIJ. Komisi yang berkedudukan di Den Haag
dipimpin oleh Baron Descamps dari Belgia.
Pada bulan
Agustus 1920, Descamps mengeluarkan dan menyerahkan laporan mengenai rancangan
pembentukan PCIJ kepada Dewan. Dalam pembahasan di Dewan, Rancangan tersebut
mengalami perubahan-perubahan. Rancangan tersebut pada akhirnya berhasil
dirumuskan menjadi Statuta yang mendirikan PCIJ pada tahun 1922. Dua masalah
yang timbul pada waktu itu adalah bagaimana memilih hakim dan di mana tempat
kedudukan PCIJ. Hasil rancangan Statuta Baron Descamps pada waktu itu telah
berpikir jauh ke depan (dan sekarang masih digunakan). Rancangan Descamps yaitu
bahwa hakim-hakim yang dipilih harus mewakili peradaban dan sistem hukum di
dunia. Masalah tempat kedudukan PCIJ berhasil dipecahkan berkat inisiatif dan
pendekatan pemerintah Belanda pada tahun 1919. Belanda melobi agar tempat
kedudukan PCIJ berada di Belanda. Upaya ini berhasil sehingga pada waktu
berlangsungnya pembahasan ini, disepakati bahwa kedudukan tetap PCIJ adalah di
Peace Palace (Istana Perdamaian), Den Haag. Sidang pertama Mahkamah berlangsung
pada tanggal 15 Februari 1922. Persidangan dipimpin oleh ahli hukum Belanda
Loder, yang pada waktu itu diangkat sebagai Presiden PCIJ pertama. Sebagai
badan peradilan internasional, PCIJ diakui sebagai suatu peradilan yang
memainkan peranan penting dalam sejarah penyelesaian sengketa internasional.
Arti peran PCIJ tampak sebagai berikut:
1) PCIJ merupakan suatu badan
peradilan permanen yang diatur oleh Statuta dan Rules of Procedure-nya yang
telah ada dan mengikat para pihak yang menyerahkan sengketanya kepada PCIJ.
2) PCIJ memiliki suatu badan
kelengkapan yaitu Registry (pendaftar) permanen yang, antara lain, bertugas
menjadi penghubung komunikasi antara pemerintah dan badan-badan atau organisasi
internasional.
3) Sebagai badan peradilan,
PCIJ telah menyelesaikan berbagai sengketa yang putusannya memiliki nilai
penting dalam mengembangkan hukum internasional. Dari tahun 1922 sampai 1940,
PCIJ menangani 29 kasus. Beberapa ratus perjanjian dan konvensi memuat klausul
penyerahan sengketa kepada PCIJ.
4) Negara-negara telah
memanfaatkan badan peradilan ini dengan cara menundukkan dirinya terhadap
jurisdiksi PCIJ.
5) PCIJ memiliki kompetensi
untuk memberikan nasihat hukum terhadap masalah atau sengketa hukum yang
diserahkan oleh Dewan atau Majelis LBB. Selama berdiri, PCIJ telah mengeluarkan
27 nasihat hukum yang berupa penjelasan terhadap aturan-aturan dan
prinsip-prinsip hukum internasional.
6) Statuta PCIJ menetapkan
berbagai sumber hukum yang dapat digunakannya terhadap pokok perkara yang
diserahkan kepadanya termasuk masalah-masalah yang meminta nasihat hukum. PCIJ
antara lain diberi wewenang untuk menerapkan prinsip ex aequo et bono apabila
para pihak menghendakinya.
7) PCIJ memiliki lebih banyak
perwakilan (anggota) baik dari jumlah maupun sistem hukum yang terwakili di
dalamnya.
Pecahnya Perang Dunia II di bulan September 1939 telah
berakibat serius terhadap PCIJ. Pecahnya perang ini secara politis telah
menghentikan kegiatan-kegiatan Mahkamah. Terjadinya peperangan yang terus
berkelanjutan ini bahkan telah membuat PCIJ menjadi bubar. Pada tahun 1942,
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dan rekannya dari Inggris menyatakan
kesepakatan untuk mengaktifkan dan membentuk kembali suatu mahkamah
internasional. Pada tahun 1943, pemerintah Inggris mengambil inisiatif dengan
mengundang para ahli ke London untuk mengkaji masalah tersebut. Pertemuan ini
yang membentuk suatu komisi, yaitu ’Inter-Allied Committee'yang dipimpin
oleh Sir William Malkin berkebangsaan Inggris. Komisi berhasil mengeluarkan
laporannya pada tanggal 10 Februari 1944. Laporan tersebut membuat antara lain
beberapa rekomenasi sebagai berikut:
1) Bahwa perlu dibentuk suatu
mahkamah internasional baru denganstatuta yang mendasarkan pada Statuta PCIJ ;
2) Bahwa mahkamah baru tersebut
harus memiliki jurisdiksi untuk memberikan nasihat;
3) Bahwa mahkamah baru tersebut
tidak boleh memiliki jurisdiksi memaksa (compulsory jurisdiction)
Setelah berbagai pertemuan dan pembahasan mengenai
pembentukan suatu mahkamah baru, akhirnya kesepakatan berhasil tercapai pada
konperensi San Fransisco pada tahun 1945. Konperensi ini memutuskan, antara
lain, bahwa suatu badan Mahkamah Internasional baru akan dibentuk dan badan ini
merupakan badan hukum utama PBB. Kedudukan badan ini sejajar atau sama dengan
Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwakilan, dan
Sekretariat. Keputusan tersebut antara lain menyatakan: “to create an international court of justice which would in law be a
new entity, and not a continuation of the existing permanent Court”.
Badan peradilan tersebut haruslah: “a new court, with a separate and
independent jurisdiction to apply in the relation between the parties to the Statute
of that new Court”. Diputuskan pula bahwa Statuta Mahkamah merupakan
lampiran dan bagian yang tidak terpisahkan dengan piagam PBB. Alasan utama
konperensi tersebut memutuskan untuk membentuk suatu badan peradilan baru
adalah:
1).Karena Mahkamah tersebut akan
merupakan badan hukum utama PBB, maka dirasakan kurang tepat peranannya
tersebut diisi oleh PCIJ yang pada waktu itu (tahun 1945) sudah tidak aktif
lagi.
2). Pembentukan suatu Mahkamah baru
lebih konsisten dengan ketentuan Piagam bahwa semua anggota PBB adalah ipso facto juga anggota Statuta
Mahkamah.
3). Beberapa negara yang merupakan peserta
pada Statuta PCIJ tidak ikut dalam konperensi San Fransisco dan sebaliknya
beberapa negara yang ikut dalam konperensi bukanlah peserta pada Statuta PCIJ.
4). Terdapat perasaan dari
seperempat anggota peserta konperensi pada waktu itu bahwa PCIJ merupakan
bagian dari orde lama, yaitu di mana negara-negara Eropa mendominasi secara
politis dan hukum masyarakat internasional dan bahwa pembentukan suatu mahkamah
baru akan memudahkan bagi negara-negara di luar Eropa untuk memainkan peranan
yang lebih berpengaruh. Hal ini tampak nyata dari keanggotaan PBB yang
berkembang dari 51 di tahun 1945 menjadi 159 di tahun 1985.
Konferensi San Fransisco menyadari bahwa kelanjutan
dari praktek dan pengalaman lama PCIJ, khususnya Statutanya telah berjalan
dengan baik. Karena itulah pasal 92 Piagam PBB dengan tegas menyatakan bahwa
Statuta ICJ merupakan pengambil-operan dari Statuta PCIJ. PCIJ bersidang
terakhir kalinya pada bulan Oktober 1945. Sidang ini memutuskan untuk mengambil
semua tindakan yang perlu untuk mengalihkan arsip-arsip dan harta benda PCIJ
kepada ICJ baru yang juga akan berkedudukan di Peace Palace (Istana Perdamaian)
di Den Haag, Belanda. Sidang hakim PCIJ pertama kali berlangsung pada tanggal 5
Februari 1946 bersamaan waktunya ketika sidang pertama Majelis Umum PBB
berlangsung.
Bulan April 1946, PCIJ secara resmi berakhir. Pada
pertemuan pertama ICJ berhasil dipilih presiden pertama ICJ yaitu Hakim
Querrero, yang juga adalah presiden terakhir PCIJ. Pertemuan juga memilih
anggota-anggota Registry yang kebanyakan berasal dari PCIJ dan mengadakan acara
peresmiannya pada tanggal 18 April 1946. Dalam pasal 92 Piagam, status hukum
ICJ secara tegas dinyatakan sebagai badan peradilan utama PBB. Di samping ICJ,
ada pula badan-badan peradilan lain dalam PBB, yaitu the UN Administrative
Tribunal. Badan ini berfungsi sebagai badan peradilan yang menangani
sengketa-sengketa administratif atau ketata-usahaan antara pegawai PBB. Status
badan ini disebut sebagai ‘a subsidiary judicial organ’ atau badan pengadilan
subsider (tambahan).
C. TUGAS MAHKAMAH INTERNASIONAL
(1)
Menerima perkara-perkara dari para
anggota serta dari luar anggota dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh
Dewan Keamanan.
(2)
Menerima persengketaan hukum
internasional dari Dewan Keamanan.
(3)
Memberikan pendapat kepada Majelis
Umum PBB tentang penyelesaian sengketa antar negara-negara anggota PBB.
(4)
Memeriksa perselisihan atau sengketa antara
negara-negara anggota PBB yang diserahkan kepada Mahkamah Internasional
(5)
Mengadili perselisihan-perselisihan
atau persengketaan antar negara-negara anggota PBB yang persoalannya diajukan
oleh negara yang berselisih.
(6)
Mendesak Dewan Keamanan PBB untuk
mengambil tindakan terhadap pihak yang tidak menghiraukan dan melaksanakan
keputusan Mahkamah International.
(7)
Memberi nasihat persoalan hukum kepada Majelis Umum
dan Dewan Keamanan.
D. YURISDIKSI ATAU KEWENANGAN MAHKAMAH INTERNASIONAL
Dalam
hal ini, yang dimaksud dengan yurisdiksi adalah kewenangan yang dimiliki oleh
MI yang bersumber pada hukum internasional untuk menentukan dan menegakkan
sebuah aturan hukum. Yurisdiksi ini meliputi kewenangan sebagai
berikut:
1) Memutuskan perkara-perkara pertikaian (contentious case).
2) Memberikan opini-opini yang bersifat nasihat (advisory opinion).
Yurisdiksi
menjadi dasar Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional.Para pihak
yang beracara di mahkamah internasional harus menerima yurisdiksi mahkamah
internasional. Ada beberapa cara penerimaan tersebut:
1) Perjanjian khusus.
Dalam hal ini, para pihak yang bersengketa menyerahkan perjanjian khusus yang
berisi subjek sengketa dan pihak yang bersengketa.
2) Penundukan diri dalam perjanjian internasional. Dalam hal ini,
para pihak telah menundukkan diri pada yurisdiksi MI sebagaimana terdapat dalam
isi perjanjian internasional di antara mereka. Ketentuan tersebut mengharuskan
peserta perjanjian untuk tunduk kepada yurisdiksi MI manakala terjadi sengketa
di antara para peserta perjanjian.
3) Pernyataan penundukan diri negara peserta statuta MI. Dalam hal
ini, negara yang menjadi anggota statuta MI yang akan beracara di MI menyatakan
diri tunduk pada MI. Di sini, mereka tidak perlu membuat perjanjian khusus
terlebih dahulu.
4) Keputusan Mahkamah Internasional mengenai yurisdiksinya. Dalam hal
ini, manakala ada sengketa mengenai yurisdiksi MI, maka sengketa tersebut
diselesaikan dengan keputusan MI sendiri. Di sini, para pihak dapat mengajukan
keberatan awal terhadap yurisdiksi MI.
5) Penafsiran putusan. Hal ini didasarkan pada pasal 60 statuta MI,
yang mengharuskan MI untuk memberikan penafsiran jika diminta oleh salah satu
ataupun kedua belah pihak yang beracara. Permintaan penafsiran dapat dilakukan
dalam bentuk perjanjian khusus antar para pihak yang bersengketa ataupun
permintaan dari salah satu pihak yang bersengketa.
6) Perbaikan putusan. Dalam hal ini, penundukan diri pada yurisdiksi
MI dilakukan melalui pengajuan permintaan. Syarat pengajuan permintaan tersebut
adalah adanya fakta baru (novum) yang belum diketahui MI ketika putusan
tersebut dibuat. Jadi, hal itu sama sekali bukan karena kesengajaan dari para
pihak yang bersengketa.
Yurisdiksi Mahkamah diatur pula oleh Pasal 36 ayat (1) Piagam PBB, yakni
Mahkamah memiliki wewenang untuk mengadili semua sengketa yang diserahkan para
pihak dalam semua persoalan yang ditetapkan oleh Piagam PBB, Perjanjian
Internasional atau Konvensi Internasional yang berlaku.
Apabila ada negara yang bersengketa, dapat memohonkan penyelesaiannya ke
Mahkamah Internasional (MI) atau The International Court of Justice (ICJ).
Suatu kasus dapat di bawa ke ICJ dengan syarat-syarat sebagai berikut :
1)
Pemberitahuan kepada panitera tentang adanya
perjanjian khusus (special agreement), dimana para pihak telah menyetujui untuk
penyelesaian sengketa diserahkan pada ICJ. Pemberitahuan itu harus disertai
asli atau copy dari perjanjian khusus tersebut. Jika dalam perjanjian tersebut
belum ditentukan apa yang disengketakan oleh pihak-pihak yang bersengketa, maka
dalam pemberitahuan tersebut harus disebutkan apa yang disengketakan oleh
pihak-pihak dalam sengketa (pasal 39 (2) Rules of court).
2)
Dengan suatu permohonan (application) oleh salah satu
pihak yang didasarkan pada suatu pernyataan akan adanya yurisdiksi ICJ.
Permohonan tersebut harus disertai pokok sengketa, pihak-pihak yang dituntut
(pasal 40 statuta ICJ jo. Pasal 38 (1) Rules of court).
E. SUMBER-SUMBER
HUKUM MAHKAMAH INTERNASIONAL
Sumber Hukum Internasional, Pasal 38
ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional:
1. Perjanjian
Internasional
2. Kebiasaan
Internasional
3. Prinsip-prinsip
/ Asas-asas Hukum Umum
4. Keputusan
Pengadilan (Jurisprudensi) &
Pendapat Para Sarjana Terkemuka (Doctrine).
Diluar pasal 38 (1) MI tersebut ada sumber hukum internasional lain yaitu yang
diakui dalam perkembangannya, yaitu Keputusan Organisasi Internasional
(Resolusi).
Sumber-sumber hukum yang digunakan apabila membuat
suatu keputusan ialah :
- konvensi-konvensi internasional untuk menetapkan perkara-perkara yang diakui oleh negara-negara yang sedang berselisih
- kebiasaan internasional sebagai bukti dari suatu praktik umum yang diterima sebagai hukum
- asas-asas umum yang diakui oleh negara-negara yang mempunyai peradaban
- keputusan-keputusan kehakiman dan pendidikan dari publisis-publisis yang paling cakap dari berbagai negara, sebagai cara tambahan untuk menentukan peraturan-peraturan hukum
Mahkamah
dapat membuat keputusan “ex aequo et bono” (artinya : sesuai dengan
apa yang dianggap adil) apabila pihak-pihak yang bersangkutan setuju.
F. KOMPOSISI MAHKAMAH INTERNASIONAL
1) Hakim
Mahkamah Internasional
Mahkamah Internasional terdiri dari
15 orang hakim. Mereka dipilih berdasarkan suara mayoritas mutlak dalam suatu
pertemuan secara bersamaan tetapi terpisah di Dewan Keamanan dan Majelis Umum
(Pasal 4 Statuta). Calon hakim harus dinominasikan oleh kelompok negara yang
khusus ditunjuk untuk itu (diusulkan kelompok negara yang khusus ditugaskan
untuk itu).
Menurut Pasal 9 Statuta Mahkamah
Internasional menyebutkan, bahwa komposisi Mahkamah Internasional terdiri dari
15 hakim. Dua di antaranya merangkap ketua dan wakil ketua Mahkamah
Internasional. Masa jabatannya adalah 9 tahun. Ke- 15 calon hakim tersebut
direkrut dari warga negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum
internasional. Dari daftar calon ini, Majelis Umum dan Dewan Keamanan secara
independen melakukan pemungutan suara untuk memilih anggota Mahkamah. Para
calon yang memperoleh suara terbanyak terpilih menjadi hakim Mahkamah
Internasional. Biasanya lima (5) hakim Mahkamah Internasional berasal dari
negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB (Amerika Serikat, Inggris, Perancis,
China, dan Rusia). Selain 15 hakim tetap, pasal 32 statuta Mahkamah
Internasional memungkinkan dibentuknya hakim ad hoc. Hakim ad hoc terdiri dari
dua hakim yang diusulkan oleh negara yang bersengketa. Kedua hakim ad hoc
bersama-sama dengan ke-15 hakim tetap memeriksa dan memutus perkara yang
disidangkan.
Calon hakim tersebut harus memiliki
moral yang tinggi (high moral characteristic). Ia juga harus
memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan di negaranya untuk menduduki
suatu jabatan kehakiman tertinggi, ia harus pula diakui kompetensinya dalam
hukum internasional.
Statuta Mahkamah mensyaratkan bahwa
pemilihan hakim tanpa memandang kebangsaan (nasionalitasnya), namun dalam
pelaksanaan faktor kebangsaan sangat dominant karena pengangkatannya ditentukan
oleh factor geografis.
·
Dalam praktik kebiasaan tak tertulis,
hakim mahkamah menganut pembagian sebagai berikut :
-
5 orang dari negara-negara Barat;
-
3 orang dari negara-negara Afrika
-
3 orang dari negara-negara Asia;
-
2 orang dari negara-negara Eropa Timur;
-
2 orang dari negara-negara Amerika Latin;
·
Dari praktek tidak tertulis, 5 orang dari 5 negara anggota
tetap Dewan Keamanan menduduki jabatan hakim dalam Mahkamah Internasional.
-
Hakim Mahkamah Internasional dipilih untuk jangka
waktu 9 tahun, dan setelah itu dapat dipilih kembali.
-
Untuk menjaga kelangsungan suatu sengketa dalam hal
seorang atau beberapa hakim telah memasuki masa tugasnya selama 9 tahun, maka
Statuta mensyaratkan adanya pemilihan 5 orang hakim untuk bertugas selama 5
tahun secara interval (Pasal 13 ayat (1) Statuta Mahkamah).
2)
Hakim Ad Hoc
Seorang Hakim ad hoc diharuskan untuk mengucapkan
sumpah seperti halnya seorang hakim yang dipilih suatu pihak yang hendak
meminta hakim ad hoc. Ia harus mengumumkannya secepat mungkin niat tersebut.
Peranan dan kedudukan Hakim ad hoc ini sama dengan perana dan kedudukan hakim
biasa. Namun, dalam persyaratan kuorum hakim untuk mengambil putusan yaitu
sebanyak 9 (Sembilan), tidaklah termasuk suara dari Hakim ad hoc ini.
3)
Chamber
Mahkamah dalam menyelesaikan sengketanya dapat
memeriksa dengan seluruh anggotanya atau cukup dengan beberapa hakim tertentu yang
dipilih secara rahasia, disebut Chamber. Putusan Chamber tetap
dianggap sebagai putusan dari Mahkamah.
4)
The Registry
Adalah organ administratif Mahkamah, bertanggung jawab
hanya pada mahkamah. Tugas utamanya memberi bantuan jasa di bidang
administrative kepada negara-nrgara yang bersengketa dan juga berfungsi sebagai
suatu sekretariat. Kegiatannya mengurusi masalah administratif, keuangan,
penyelenggaraan konferensi dan jasa penerangan dari suatu organisasi
internasional.
G. MEKANISME KERJA MAHKAMAH INTERNASIONAL
Dalam menyelesaikan sengketa
internasional,Mahkamah Internasional memiliki kewenangan yang bersifat wajib
atau mengikat dan tidak wajib atau tidak mengikat terhadap negara yang
bersengketa.Adapun ketentuan-ketentuan penyelesaian tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Yuridiksi Penyelesaian Sengketa
Yang Bersifat Wajib atau Mengikat
a) Ada perjanjian khusus antarnegara yang
bersengketa tentang penyerahan penyelesaian sengketa kepada Mahkamah
Internasional
b) Pelaksanaan Yuridiksi ini memerlukan persetujuan
pihak –pihak yang bersengketa
c) Permohonan peradilan dapat diajukan oleh
salah satu pihak yang bersengketa dengan syarat negara lawan memberikan
persetujuannya.
d) Permohonan Peradilan diajukan bersama-sama oleh
negara yang bersengketa.
2) Yuridiksi
Penyelesaian Sengketa Yang Bersifat Tidak Wajib atau Tidak Mengikat
a) Bila negara yang bersengketa mengakui
yuridiksi compulsory Mahkamah Internasional berdasarkan klausul bahwa negara
pihak statuta mengakui yurisdiksi Mahkamah Internasional
b) Bila negara yang bersengketa terikat pada
perjanjian yang menyatakan bahwa Mahkamah Internasional mempunyai Yuridiksi
atas sengketa tertentu di antara mereka.
c) Permohonan peradilan dapat diajukan secara
sepihak oleh negara yang bersengketa
d) Permohonan peradilan disampaikan kepada
Panitera Mahkamah Internasional dan proses selanjutnya memberitahukan
permohonan itu kepada negara lawan sengketa.
H. PROSEDUR
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL MELALUI MAHKAMAH INTERNASIONAL
Mahkamah Internasional merupakan lembaga
peradilan tertinggi di seluruh dunia. Sengketa internasional dapat diselesaikan
oleh Mahkamah Internasional melalui prosedur berikut:
1) Telah
terjadi suatu pelanggaran Hak Asasi Manusia atau kejahatan kemanusiaan di suatu
negara terhadap negara lain atau rakyat negara lain.Seperti contohnya terjadi
Pembantaian di Rawagede pada tanggal 9 Desember tahun 1947,dalam agresi militer
Belanda pertama yang dilancarkan mulai tanggal 21 Juli 1947,tentara Belanda
membantai empat ratus tiga puluh satu (431) penduduk desa Rawagede,yang
terletak di antara Karawang dan Bekasi, Jawa Barat pada 9 Desember 1947.Selain
itu,ketika pada waktu tentara Belanda datang menyerbu Bekasi,ribuan rakyat
mengungsi ke arah Karawang, dan juga mengakibatkan jatuhnya ratusan korban
jiwa di kalangan rakyat.Pada tanggal 4 Oktober 1948,tentara Belanda melancarkan
“sweeping” lagi di Rawagede,dan dalam aksi Belanda ini tiga puluh lima (35)
orang penduduk Rawagede dibunuh oleh pihak Belanda.
2) Ada
pengaduan dari korban dan pemerintahan negara yang menjadi korban terhadap
pemerintahan dari negara yang bersangkutan karena di dakwa telah melakukan
pelanggaran Hak Asasi Manusia atau kejahatan kemanusiaan lainnya.
3) Pengaduan
disampaikan ke Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) atau melalui lembaga-lembaga Hak Asasi Manusia (HAM) internasional
lainnya.
4) Pengaduan ditindaklanjuti dengan proses
penyelidikan,pemeriksaan,dan penyidikan.Jika ditemui bukti-bukti kuat
terjadinya pelanggaran HAM atau kejahatan kemanusiaan lainnya,maka
pemerintahan dari negara yang didakwa melakukan kejahatan kemanusiaan
(humaniter) dapat diajukan ke Mahkamah Internasional.
5) Dimulailah proses peradilan
sampai kepada dijatuhkannya sanksi-sanksi.Sanksi dapat dijatuhkan apabila
terbukti bahwa pemerintahan atau individu yang bersangkutan telah melakukan
pelanggaran terhadap konvensi-konvensi internasional berkaitan dengan
pelanggaran HAM atau kejahatan kemanusiaan mempunyai wewenang untuk mencegah
terjadinya pelanggaran itu,tetapi tidak dilakukan dan tidak melakukan apa-apa
untuk mencegah terjadinya perbuatan itu.Segala keputusan Mahkamah Internasional
bersifat mengikat,final,dan tanpa adanya proses banding.Sehingga keputusan
Mahkamah Internasional mengikat para pihak yang bersengketa dan hanya untuk
perkara yang disengketakan.
I. KEPUTUSAN
MAHKAMAH INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA INTERNASIONAL
Keputusan Mahkamah diambil dengan
suara terbanyak atau mayoritas dari hakim-hakim yang hadir. Bila dalam proses
pengambilan keputusan seimbang, maka seara ketua atau wakilnya yang akan
menentukan. Keputusan hanya dapat diambil dengan pemberian suara Ketua
Mahkamah.
Keputusan Mahkamah terdiri dari 3
bagian, yaitu :
a. Berisikan komposisi
Mahkamah, informasi mengenai pihak-pihak yang bersengketa serta wakil-wakilnya,
analisa mengenai fakta-fakta, dan argumentasi, bukan pihak-pihak yang
bersengketa.
b. Berisikan penjelasan mengenai motivasi Mahkamah.
Pemberian motivasi keputusan Mahkamah merupakan karena suatu penyelesaian
yuridiksi. Hal ini sering merupakan salah satu unsur dari penyelesaian yang
lebih luas dari sengketa. Oleh karena itu, perlu dijaga sensibilitas
pihak-pihak yang bersengketa.
c. Berita dispositif, ini berisikan keputusan
Mahkama yang mengikat negara-negara yang bersengketa.
Pasal 57 statuta menjelaskan tentang
pendapat terpisah ialah bila suatu keputusan tidak mewaili seluruh atau hanya
sebagian dari pendapat bulat para hakim, maka hakim-hakim yang lain berhak
memberikan pendapatnya secara terpisah. Pendapat terpisah disebut dissenting
opinion, maksudnya adalah pendapat seorang hakim yang tidak menyetujui suatu
keputusan dan menyatakan keberatannya terhadap motif-motif yang diberikan dalam
keputusan tersebut. Dengan kata lain, pendapat terpisah adalah pendapat hakim
yang tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh kebanyakan hakim.
Pasal 13 Pakta Liga Bangsa-Bangsa
telah memulai usaha ke arah pelaksanaan suatu keputusan dengan menyatakan, bila
suatu keputusan peradilan tidak dilaksanakan, maka dewan dapat mengusulkan
tindakan-tindakan yang akan menjamin pelaksanaan keputusan tersebut. Piagam PBB
dalam Pasal 94 menjelaskan :
a. Tiap-tiap negara anggota PBB harus
melaksanakan keputusan Mahkamah Internasional dalam sengketa apabila dia
merupakan pihak.
b. Bila negara pihak suatu sengketa tidak
melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh mahkamah kepadanya,
negara pihak lainnya dapat mengajukan persoalannya kepada Dewan Kemanan dan
dewan, kalau perlu dapat membuat rekomendasi-rekomendasi atau memutuskan tindakan-tindakan
yang akan diambil supaya keputusan tersebut dilaksanakan.
Sebagai warga negara yang baik,
tentu kita harus mendukung setiap keputusan Mahkamah Internasional. Bila
keputusan mahkamah tersebut, telah melalui suatu proses dan memenuhi persyaratan-persyaratan
hukum, serta telah diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa karena memiliki
nilai-nilai kebenaran dan keadilan demi suatu perdamaian.
Ada dampak atau sanksi tersendiri
yang akan diberikan bagi para pihak (negara) yang tidak mematuhi keputusan
Mahkamah Internasional.Karena keputusan Mahkamah Internasional ini wajib
dilaksanakan oleh para pihak yang bersengketa.Akan tetapi jika ada negara yang
tidak mematuhi keputusan tersebut,maka ada beberapa sanksi yang diterapkan
untuk memaksa negara tersebut harus mematuhinya.Adapun sanksi-sanksi tersebut
antara lain,adalah sebagai berikut:
1) Pengalihan investasi atau
penanaman modal asing
2) Pengurangan bantuan ekonomi
3) Pengurangan tingkat kerja
sama
4) Embargo ekonomi
5) Dikucilkan dari pergaulan
internasional,dan
6) Diberlakukan travel warning
atau peringatan bahaya berkunjung ke negara tersebut terhadap warga negaranya.
J. BEBERAPA CONTOH PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
MELALUI MAHKAMAH INTERNASIONAL
1)
Masalah Timor Timur diselesaikan secara internasional
dengan cara referendum dan hasilnya sejak tahun 1999 Timor Timur berdiri
sendiri menjadi sebuah negara yang bernama Republik Timor Lorosae.
2)
Sengketa di wilayah Balkan dapat diselesaikan Mahkamah
Internasional melalui Perjanjian Damai Dayton pada tahun 1995 yang mengharuskan
pihak Serbia,Muslim Bosnia dan Muslim Kroasia mematuhinya.
3)
Masalah Perbatasan Teritorial di Pulau Sipadan dan
Ligitan antara Indonesia dan Malaysia yang telah sekian lama tidak berhasil
menemukan titik temu,akhirnya disepakati oleh kedua pihak untuk membawa masalah
tersebut ke Mahkamah Internasional.Dan setelah melakukan pendekatan dan
perjuangan panjang,akhirnya pada awal tahun 2003 Mahkamah Internasional
memutuskan bahwa memenangkan negara Malaysia sebagai pemilik Kepulauan
tersebut.
4)
Pembersihan etnis yahudi oleh Nazi Di jerman atas
pimpinan Adolf Hitler, Mahkamah Internasional telah mengadili dan menghukum
pelaku.
5)
Jepang banyak membunuh rakyat Indonesia dengan Kerja
paksa dan 10.000 rakyat Indonesia hilang. Pengadilan internasional telah
dijalankan dan menghukum para penjahatnya.
6)
Pemerintah Rwanda terhadap etniks Hutu : Selama tiga
bulan di tahun 1994 antara 500 samapai 1 juta orang etnis Hutu dan Tutsi telah
dibunuh oleh pemerintah Rwanda. PBB menggelar pengadilan kejahatan perang di
Arusha Tanzania dan hanya menyeret 29 penjahat perangnya.
7)
Runtuhnya Federasi Yugoslavia (1992)
melahirkan perang saudara di antara bekas negara anggotanya (Kroasia, Slovenia,
Serbia, dan Bosnia Herzegovina). Namun pemerintahan Yugoslavia yang dulu
dikuasai oleh Serbia, tidak membiarkan begitu saja sehingga terjadi pembersihan
etnik (ethnic cleansing) terutama kepada etnik Kroasia dan Bosnia. Campur
tangan PBB menghasilkan keputusan Mahkamah Internasional yang didukung oleh
pasukan NATO, memaksa Serbia menghentikan langkah-langkah pembersihan etnik
yang kemudian mengadili para penjahat perang. Mahkamah Internasional sangat
aktif mengadili perkara kejahatan perang. Hingga sekarang proses tersebut masih
terus berlangsung. Sementara itu, para penjahat perang dan kemanusiaan yang
terlibat dibawa ke Mahkamah Internasional untuk diadili, sementara yang lainnya
masih terus diburu. Penjahat tersebut yaitu Ljubomir Borovcanin, Goran
Borovnica, Vlastimir Dordevic, Ante Gotovina, Goran Hadzic, Gojko Jankovonic,
Rodovan Laradzic, Milan Lukic, Sredojc Lukic, Streten Lubic, Ratko Mladic,
Drago nNicolic, Vinco Pandurevic, Nebodjsa Palvkovic, Vujadin Popovic, Dragon
Zelenovic, Stojan Zupijanin.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mahkamah Internasional (The International Court of Justice) adalah
merupakan salah satu organisasi hukum utama badan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) yang bertugas atau berwenang untuk memeriksa perselisihan atau
sengketa antarnegara dan memutuskan sengketa atau kasus hukumnya. Mahkamah
Internasional merupakan badan pengadilan internasional resmi yang
bersifat tetap dan bertugas untuk memeriksa dan memutus perkara-perkara yang
diajukan kepadanya. Para anggotanya terdiri atas ahli
hukum terkemuka, yakni 15 orang hakim yang dipilih dari 15 negara berdasarkan
kecakapannya dalam hukum dan masa jabatan mereka 9 tahun.
Adapun
keputusan yang diberikan oleh Mahkamah Internasional ini bersifat mengikat para
pihak yang bersengketa,sehingga negara-negara yang bersangkutan wajib untuk
memenuhi dan mematuhi keputusan tersebut.Namun,apabila ada negara yang
bersengketa tidak menjalankan kewajiban tersebut,negara lawan sengketa dapat
mengajukan permohonan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB)
yang memiliki kewenangan untuk merekomendasikan agar keputusan itu
dilaksanakan.Selain bertugas untuk memeriksa perselisihan atau sengketa
antarnegara dan memutuskan kasus hukumnya,Mahkamah Internasional juga bertugas
untuk memecahkan masalah yang ada di antara kedua negara yang sedang mengalami
bentrok yang tak kunjung terselesaikan.Keputusan yang diberikan oleh Mahkamah
Internasional bersifat relatif,yaitu terkadang ada yang menguntungkan dan tidak
sedikit juga yang merugikan.Namun,meskipun keputusan Mahkamah Internasional ada
yang merugikan salah satu pihak negara yang bersengketa,maka negara tersebut
harus tetap mengakui dan menerima keputusan karena keputusan dari Mahkamah
Internasional bersifat mengikat (paten) dan tidak bisa diganggu gugat.Dan
apabila ada negara yang memprotes keputusan,maka negara tersebut akan terkena
sanksi.Maka dari itu akan lebih baik apabila menerima keputusan yang telah
Mahkamah Internasional putuskan dengan lapang dada.
B. SARAN
Dengan disusunnya
paper ini penulis berharap agar pembaca dapat memahami secara detail tentang Mahkamah
Internasional. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca. Penulis juga
mengharapkan kritik yang membangun agar penulis bisa lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar