BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebuah
organisasi mempunyai budaya masing-masing. Ini menjadi salah satu pembeda
antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Budaya sebuah orgnisasi ada
yang sesuai dengan anggota atau karyawan baru, ada juga yang tidak sesuai
sehingga seorang anggota baru atau karyawan yang tidak sesuai dengan budaya
organisasi tersebut harus dapat menyesuaikan kalau dia ingin bertahan di
organisasi terseebut.
Dalam
suatu organisasi di usahakan tetap mempertahankan kualits daripada produk yng
dihasilkannya. Untuk itu dalam suatu organisasi harus dapat mempertahankan
buadaya kualitas yang telah berkembang untuk meningkatkan produksi.
Perusahaan-perusahaan Indonesia sebenarnya telah lama menyadari pentingnya
kualitas produk. Hal itu terbukti dengan penerapan manajemen mutu atau Total
Quality Manajemen yang sudah semakin meluas. Menurut Adebanjo dan Kehoe (1999)
ada persetujuan umum bahwa walaupun budaya adalah unik untuk masing-masing
organisasi,
Seiring
perubahan lingkungan bisnis yang semakin ketat, kreativitas dan inovasi telah
menjadi kegiatan yang utama dan rutin bagi perusahaan, seperti halnya kegiatan
pemasaran, keuangan, SDM, dan lainnya. Inovasi memegang peranan penting dalam
rangka menyelaraskan kepentingan organisasi (visi, misi ,dan strategi) dengan
lingkungan eksternal (pelanggan, masyarakat, dan lain-lain). Itulah sebabnya
inovasi terus menerus menjadi kunci bagi keberhasilan dalam jangka panjang.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun
rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini, sebagai berikut:
1. Apa
pengertian dari budaya kualitas?
2. Apa
saja mekanisme dalam melakukan perubahan budaya?
3. Bagaimana
dalam menerapkan program TQM dalam suatu organisasi?
4. Apa
pengertian dari inovasi dan kreativitas?
5. Apa
saja jenis dari inovasi itu?
6. Bagaimana
meningkatkan kreativitas?
C. TUJUAN
Adapun
tujuan dalam penyusunan makalah ini, diharapkan agar pembaca dapat mengetahui:
1. Definisi
budaya kualitas
2. Mekanisme
dalam melakukan perubahan budaya
3. Penerapan
program TQM dalam organisasi
4. Definisi
inovasi dan kreativitas
5. Jenis-jenis
inovasi
6. Cara
meningkatkan kreativitas
7.
BAB II
PEMBAHASAN
A. BUDAYA KUALITAS
Praktik manajemen yang didasarkan pada teori Deming (1986), Crosby
(1979), dan Ishikawa (1985) mendapatkan tempat yang tinggi di
perusahaan-perusahaan di seluruh dunia. Bagaimana setelah sekitar dua puluh
tahun dipraktiakkan, efektivitas praktik tersebut mulai dipertanyakan.
Pendapat yang menyatakan bahwa Total
Quality Management banyak mengalami kegagalan dalam meningkatkan daya saing
perusahaan dan peningkatan kualitas anatara lain adalah A.T Kearney. Pendapat
sebaliknya, menyatkan bahwa Total Quality Management efektif dalam meningkatkan
kualitas produk.
Perusahaan-perusahaan Indonesia
sebenarnya telah lama menyadari pentingnya kualitas produk. Hal itu terbukti
dengan penerapan manajemen mutu atau Total Quality Manajemen yang sudah semakin
meluas. Menurut Adebanjo dan Kehoe (1999) ada persetujuan umum bahwa walaupun
budaya adalah unik untuk masing-masing organisasi, elemen-elemen tertentu dalam
kualitas total dapat mendefinisikan budaya kualitas. Elemen-elemen tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Fokus
Konsumen. Pemahaman terhadap kebutuhan saat ini dan masa mendatang dan arus
memenuhi persyaratan konsumen dan berusaha keras untuk memberikannya melebihi
harapan konsumen.
2. Meneliti
dan memahami kebutuhan dan harapan konsumen.
3. Meyakinkan
bahwa sasaran organisasi terkait erat dengan kebutuhan dan harapan konsumen.
4. Mengomunikasikan
kebutuhan dan harapan konsumen kepada semua anggota organisasi.
5. Mengukur
kepuasaan konsumen dan bertindak atas dasar hasil.
6. Mengelola
secara sistematik hubungan denngan konsumen.
7. Mendorong
konsumen menunjukkan keluhannya dan menempatkannya sebagai prioritas utama.
8. Mempunyai
data dan informasi tentang konsumen.
9. Memberikan
jaminan produk purna jual.
1.
PEMAHAMAN
BUDAYA KUALITAS
Budaya
mengandung berbagai aspek pokok, seperti berikut:
a. Budaya
merupakan konstruksi sosial unsur-unsur budaya, seperti nilai-nilai, keyakinan
dan pemahaman, yang dianut oleh semua anggota kelompok.
b. Budaya
memberikan tuntutan bagi para anggotanya dalam memahami suatu kejadian.
c. Budaya
berisi kebiasaan.
d. Dalam
suatu budaya mengarahkan perilaku.
e. Budaya
masing-masing organisasi bersifat unik.
Budaya kualitas adalah sistem nilai
organisasi yang menghasilkan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan
dan perbaikan kualitas secara terus-menerus (Goetsch dan Davis, 1994).
Karakteristik umum organisasi yang memiliki kualitas adalah sebagai berikut:
a. Perilaku
sesuai dengan slogan.
b. Masukan
dari pelanggan secara aktif diminta dan digunkan untuk meningkatkan kualitas
secara terus-menerus.
c. Para
karyawan dilibatkan dan diberdayakan.
d. Pekerjaan
dilakukan dalam suatu tim.
e. Manajer
tingkat eksekutif diikutsertakan dan dilibatkan tanggung jawab kualitas tidak
didelegasikan.
f. Sumber
daya yang memadai disedikana di mana pun dan kapan pun dibutuhkan untuk
menjamin perbaikan kualitas secara terus-menerus.
g. Pendidikan
dan pelatihan diadakan agar para karyawan pada semua tingkat memiliki
pengethauan dan keterampilan yanng dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas scara
terus-menerus.
h. Sistem
penghargaan dan promosi didasrkan pada kontribusi terhadap perbaikan kualitas
secara terus-menerus.
i. Rekan
kerja dipandang sebagai pelanggan internal.
j. Pemasok
diperlukan sebagai mitra kerja.
2.
MEKANISME
PERUBAHAN BUDAYA
No.
|
Fokus
|
Dari Budaya Tradisional
|
Manajemen Budaya Kualitas
|
1.
|
Rencana
|
Anggaran Jangka Pendek
|
Isu-isu strategi masa depan
|
2.
|
Organisasi
|
Hierarki berdasarkan rantai komando
|
Partisipasi dan pemberdayaan karyawan
|
3.
|
Pengendalian
|
Laporan varian
|
Ukuran dan informasi kualitas untuk
self-control
|
4.
|
Komunikasi
|
Top-Down
|
Top-down, dan bottom-up
|
5.
|
Keputusan
|
Manajemen krisis
|
Perubahan yang terencana
|
6.
|
Manajemen Fungsional
|
Parochial, kompetitif
|
Cross-function, integratif
|
7.
|
Manajemen Kualitas
|
Fizing atau one-shot manufacturing
|
Preventif dan berkelanjutan semua
fungsi dan kualitas
|
Ada beberapa hal yang perlu dipahami
dalam melakukan perubahan budaya, yaitu sebagai berikut:
a. Pahamilah
sejarah terciptannya budaya yang sudah ada.
b. Jangan
memusuhi sistem yang sudah ada, tetapi perbaikilah.
c. Bersiaplah
untuk mendengarkan dan mengamati.
d. Lihatkanlah
setiap orang yang dipengaruhi oleh perubahan.
3.
PENERAPAN
TQM
Dengan menerapkan TQM, perusahaan diharapkan akan
dapat meningkatkan kepuasaan konsumen melalui perbaikan kualitas produk atau
jasa dan meningkatkan kepuasaan karyawan.
TQM merupakan sistem terstruktur dengan serangkaian
alat, teknik, filosofi yang didesain untuk menciptakan budaya perusahaan yang
memiliki fokus terhadap konsumen, melibatkan partisipasi aktif pekerja, dan
perbaikan kualitas terus menerus dengan tujuan agar sesuai dengan harapan
konsumen.
Meskipun TQM menjanjikan keberhasilan bagi
organisasi yang gagal menerapkan TQM, Kegagalan organisasi dalam menerapkan
TQM, bukan disebabkan oleh filosofi TQM-nya yang salah tetapi disebabkan
kesalahan pada metode dan strategi penerapannya (Dobbin, 1995).
Mendasarkan pada fenomena bahwa terdapat perusahaan
yang mengalami kegagalan dalam penerapan TQM, tulisan ini dimaksudkan untuk
mencoba menelaah kendala-kendala perusahaan dalam penerapan TQM.
1.
Kajian
Total Quality Management
Menurut
Lewis dan Smith (1994) terdapat empat pilar dasar penerapan TQM, yaitu:
a. Kepuasan
Konsumen
b. Perbaikan
terus-menerus
c. Hormat/respek
terhadap setiap orang
d. Manajemen
berdasarkan fakta
2. Elemen-elemen Pendukung TQM
Untuk
mendukung penerapan TQM, terdapat sepuluh elemen-elemen pendukung yang harus
diperhatikan perusahaan (Goetch dan Dawis, 1994), yaitu:
a. Fokus
pada pelanggan
b. Obsesi
terhadap kualitas
c. Pendekatan
ilmiah
d. Komitmen
jangka panjang
e. Kerja
sama tim
f. Perbaika
sistem secara berkesinambungan
g. Pendidikan
dan latihan
h. Kebebasan
yang terkendali
i. Kesatuan
tujuan
j. Adanya
keterlibatan dan pemberdayaan pekerja
Creech (1996) ,emyatakan bahwa agar
penerapan TQM berhasil, empat kriteria berikut harus dipenuhi perusahaan,
yaitu:
1. Harus
didasarkan atas kesadaran terhadap pentingnya kualitas.
2. Harus
memiliki sifat kemanusiaan yang kuat yang tercermin pada cara pekerja
diperlukan, diikutsertakan, dan diberi inspirasi.
3. Harus
didasarkan pada pendekatan desntralisasi dengan memberikan pemberdayaan dan
ketertiban para pekerja pada semua level.
4. Harus
dilaksanakan secara menyeluruh yang melibatkan seluruh elemen perusahaan.
Perbedaan
TQM dengan Metode Manajemen Lain
Perkembangan
dan Difusi dan Metode Manajemen Lainnya
No.
|
Sumber
|
TQM
|
Manajemen
Lainnya
|
1.
|
Asal Inovasi
|
Teori statistik, analisis sampling,
dan varian
|
Sosial, ekonomi mikro, psikologi, dan
sosiologi
|
2.
|
Sumber Inovasi
|
Insinyur industri dan fisikawan yang
bekerja di sektor industri dan lembaga pemerintah
|
Sekolah bisnis terkemua dan perusahaan
konsultan manajemn
|
3.
|
Asal Negara Kelahiran
|
Dikembangkan di USA, kemudian
ditransfer ke Jepang dan menyebar ke Amerika Utara dan Eropa
|
Berasal dari USA kemudian ditransfer
secara internasional
|
4.
|
Proses Penyebaran
|
Populasi: perusahaan-perusahaan kecil
dan manajer madya berperan menonjol
|
Hierarki: dari perusahaan besar
terkemuka ke perusahaan-perusahaan kecil dari manajemen puncak ke manajemen
di bawahnya
|
Perbandingan
Model TQM dengan Model Lain
No.
|
Dimensi
|
Model Mekanistik
|
Model Organik
|
Model Budaya
|
Model TQM
|
1.
|
Tujuan
|
Efisiensi
|
Kelangsungan hidup
|
Pengembangan manusia
|
Perbaikan kualitas
|
2.
|
Definisi Kualitas
|
Sesuai standar
|
Kepuasan konsumen
|
Kepuasaan berkelanjutan
|
Kepuasan konsumen
|
3.
|
Peran Linkungan
|
Sistem tertutup
|
Sistem terbuka
|
Boundary tergantung hubungan yang
dibuat
|
Batas yang kabur antara oranng dan
lingkungan
|
4.
|
Peran Manajer
|
Koordinator dan pengawas
|
Koordinator dan pengawas
|
Koordinator dan mediator
|
Pencipta sistem kualitas
|
5.
|
Peran Karyawan
|
Pasif
|
Reaktif
|
Aktif
|
Diberdayakan
|
6.
|
Struktur
|
Rantai
|
Aliran Proses
|
Mutual adjusment
|
Proses harizontal melibatkan pemasok
dan konsumen
|
Penelitian yang dilakukan Saraph, et al.
(1993) memperoleh hasil bahwa terdapat 8 faktor kritis yang mendukung praktik
manajemen kualitas, yaitu:
1. Peran
kepemimpinan dan kebijakan kualitas,
2. Peran
departemen kualitas,
3. Pelatihan,
4. Desain
produk/jasa,
5. Manajemen
kualitas pemasok,
6. Manajemen
proses,
7. Data
dan laporan yang berkualitas, dan
8. Hubungan
pekerjaan.
3.
Kendala-kendala
Penerapan TQM
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat 17 faktor yang menjadi kendala potensial
penerapan TQM, dab terangkum ke dalam 4 kelompok, yaitu:
1. Kendala
pekerja dan budaya, meliputi kesulitan dalam mengubah budaya kualitas dari pkerja
dan manajemen, rasa takut, dan resistensi terhadap perubahan, kurangnya
komitmen dan keterlibatan para pekerja dalam perbaikan kualitas, dan para
pekerja kurang memiliki rasa percaya diri dalam program perbaikan kualitas.
2. Kendala
infastruktur, meliputi kurangnya pemahaman dan pengetahuan paara pekerja dan
manajemen terhadap sistem manajemen kualitas, kurang adanya sistem umpan balik
pelanggan/konsumen, pelatihan dan pendidikan kualitas yang kurang memadai, dan
kurangnya keahlian menyangkut manajemen kualitas.
3. Kendala
manajerial, meliputi kurangnya komitmen top maanajer, tidak ada visi dan misi
yang tepat, tingginya tingkat pergantian eksekutif kunci, dan kurangnya sikap
kepemimpinan.
4. Kendala
organisasional, meliputi jaringan komunikasi internal dan ekternal yang kurang
efektif. Kurangnya kerjasama antar bagian, dan penetapan sasaran organisasi
yang tidak tepat.
Suwarjuwono (1996) disebutkan beberapa
studi telah dilakukan untuk mengetahui penyebab
kegagalan penerapan TQM, anatara lain dilakukan oleh Shaw, et al. (1995)
telah melakukan studi tentang kegagalan penerapan TQM pada Strong Memorial
Hospital di Rochester. Mereka menyimpulkan terdapat 8 hal sebagai penyebab
kegagaglan tersebut:
1. Pemebentukan
tim yang keliru. Tim yang dibentuk tidak memiliki komitmen terhadap tujuan TQM.
2. Tujuan
pembentukan tim yang kurang jelas.
3. Seringnya
terjadi penggantian anggota Tim, padahal penggantinya tidak pernah mengikuti
pelatihan TQM.
4. Kurangnya
pemahaman tentang TQM.
5. Komunikasi
antara anggota tim yang tidak lancar.
6. Identifikasi
masalah tidak dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip TQM.
7. Prinsip-prinsip
TQM tidak dilaksanakan secara menyeluruh pada semua lapisan manajemen.
B. INOVASI DAN KREATIVITAS
Seiring
perubahan lingkungan bisnis yang semakin ketat, kreativitas dan inovasi telah
menjadi kegiatan yang utama dan rutin bagi perusahaan, seperti halnya kegiatan
pemasaran, keuangan, SDM, dan lainnya. Inovasi memegang peranan penting dalam
rangka menyelaraskan kepentingan organisasi (visi, misi ,dan strategi) dengan
lingkungan eksternal (pelanggan, masyarakat, dan lain-lain). Itulah sebabnya
inovasi terus menerus menjadi kunci bagi keberhasilan dalam jangka panjang.
Heerwagen
(dalam Bake, 2004) menyatakan bahwa meskipun kreativitas dan inovasi merupakan
konsep kembar yang terkait satu sama lain, namunseringkali dikaji secara
terpisah dengan menggunakan metodelogi dan model yang berbeda. Kreativitas pada
mulanya merupakan bidang kajian psikologi yang terfokus pada individu dan
kelompok kecil, sementara inovasi merupakan fokus kajian sosiolog, ekonomi, dan
pakar lainnya yang menggunakan perspektif sistem.
Meskipun
pemisahan tidak menguntungkan karena kreativitas mewakili aspek perubahan
orgabisasi yang membuka kunci untuk memahami fenomena perubahan, efektivitas
dan kelangsungan hidup, organisasi, namun perlu melakukan pemisahan agar fokus
pembahasan ini jelas dan dapat menunjukkan perbedaan karakteriatik kreativitas
dan inovasi.
Orang
inovatif memerlukan pola pemikiran tertentu dalam mengarahkan proses yang
dilakukan agar mengarah pada inovasi yang berhasil, yaitu: (1) melahirkan
gagasan; (2) menyampaikan hal yang signifikan; (3) menjual gagasan secara
efektif; (4) merencakan proses perkembangan; dan (5) mengatasi berbagai
rintangan (waktu, uang, relevansi).
Mostert
dan Frijling (2003), menyatakan bahwa kreativitas menunjukkan peranan yang
semakin meningkat dalam organisasi karena kreativitas mendasar arus inovasi
secara terus menerus.
1.
PENGERTIAN
INOVASI
Konsep inovasi akan berbeda pengertiannya menurut
perspektif dan jeis organisasinya. Beberapa pakar menekankan inovasi pada segi
kebaruan, termasuk penilaian menjadi sesuatu yang baru dilakukan oleh anggota
organisasi. Sebagaimana diketahui, inovasi dikenal secara luas sebagai tujuan
utama kegiatan ekonomi, oleh karena itu inovasi telah menjadi instrumen utama
untuk mencapai dan melestarikan keunggulan daya saing.
Quinn (1996), menegaskan bahwa inovasi terdiri dari
proses teknologis, manajerial dan sosial, dimana gagasan atau konsep baru
pertama kali diperkenalkan untuk dipraktikan dalam suatu kultur. Ada pula yang
berpendapat bahwa inovsi adalah adopsi awal dari gagasan-gagasan baru (Rogers
dan Kim, 1985). Inovasi disamakan dengan perbaikan-perbaikan dan perubahan-perubahan
mendasar namun bukan perubahan revolusioner (Merrit, 1984).
West (2000) inovasi adalah pengenalan cara baru yang
lebih baik dalam mengerjakan berbagai hal ditempat kerja. Inovasi tidak
mengisyaratkan pembaruan secara absolut dan perubahan bisa dipandang sebagai
suatu inovasi jika perubahan tersebut dianggap baru seorang, kelompok, atau
organisasi yang memperkenalkannya.
Salah satu penentu utama inovasi adalah tantangan
dalam lingkungan organisasi, karena organisasi inovatif memberi tekanan kuat
pada kualitas, dan dukungan managerial untuk inovasi dan sangat menentukan
apabila seluruh individu ingin mengembangkan dan mengimplementasikan ide
mengenai cara-cara baru yang lebih baik dalammengerjakan berbagai hal.
Draft (1992) memandang proses inovasi sebagai proses
yang melibatkan lima tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Kebutuhan:
suatu kesenjangan kinerja dikenali dan alternatif inovasi dipertimbangkan.
2. Ide:
suatu ide cara kerja baru yang lebih baik diketengahkan. Ide ini kemudian
disesuaikan dengan kebutuhan.
3. Adopsi:
terjadi ketika para pembuat keputusan mendukung implementasi ide yang diajukan.
4. Implementasi:
terjadi ketika anggota organisasi mulai menggunakan ide, teknik, atau proses
baru tersebut pada praktik , dalam pekerjaan mereka.
5. Sumber-sumber: energi manusia dan kegiatan diperlukan untuk
menghasilkan perubahan.
Selanjutkan inovasi dapat dinilai dari besar
kecilnya inovasi dan pengaruh yang mungkin ditimbulkannya. Semakin besar
inovasinya, maka semakin besar pula perubahan, konflik, dan ancaman pada posisi
masing-masing dalam individu.
Pemanfaatan peluang inovatif secara
sistematis dan bertujuan dimulai dari analisis sumber-sumber peluang.
Tergantung pada konteksnya,sumber-sumber peluang ini memiliki tingkay kegunaan
yang berbeda pada waktu yang berbeda. Akan tetapi, apapun situasinya, para
inovator harus menganalisis semua sumber-sumber peluang yang ada. Sama seperti
kegiatan lainnya, inovasi merupakan
hasil kerja keras yang memerlukan pengetauan ingenuity. Apabila bakat,ingenuity,
dan pengetahuan sudah tersedia maka yang diperlukan inovasi adalah kerja keras
yang terfokus dan bertujuan. Sebaliknya, inovasi yang kompleks dan mencoba
mentransformasi keseluruhan strategi bisnis seringkali tidak berhasil.
Kegagalan inovasi pada umumnya bersumber
dari ketidak pedulian anggota organisasi pada inovasi itu sendiri. Pada level
institusi, kegagalan inovasi disebabkan organisasi tidak memiliki orang yang
tepat yang cocok untuk semua kondisi dan waktu untuk pencapaian inovasi itu
sendiri. Selain itu, inovasi dipenaruhi juga oleh struktur, budaya, iklim
kerja, dan lingkungan organisasi (termasuk pimpinan) untuk menempatkan inovasi
sebagai mesin pendorong kinerja organisasi. Lebih dari itu, seringkali
organisasi terasing dari lingkungannya. Padahal tidak jarang inovasi justru
muncul karena dorongan faktor lingkungan. Organisasi gagal melakukan inovasi
karena memiliki pandangan yang kaku terhadap organisasi sebagai entitas
terpisahnya dari lingkungan.
Jadi inovasi memiliki makna yang luas
termasuk kreativitas, konsepsi, adopsi, dan implementasi gagasan, dan pelayanan
baru. Inovasi adalah proses konversi dari pengetahuan dan ide menjadi suatu hal
yang baru.
2.
JENIS
INOVASI
Inovasi dapat mengarah pada perubahan produk atau
jasa yang ditawarkan perusahaan dan dapat pula mengarah pada perubahan dalam
cara membuat dan menyampaikan produk. Inovasi jenis pertama sering disebut
inovasi produk, sedangkan yang kedua disebut inovasi proses. Pada kenyataannya
seringkali kedua jenis itu terbaur: sebuah inovasi produk baru terjadi
bersamaan dengan inovasi proses dalam menciptakan dan menyampaikan produk baru
itu. Sebuah konsekuensi logis bila produk baru tersebut memang belum pernah ada
sebelumnya dan memanfaatkan teknologi yang berbeda dari yang sudah ada.
Inovasi Proses adalah kombinasi dari fasilitas,
ketrampilan dan teknologi yaang digunakan untuk menghasilkan produk atau
menyediakan proses layanan dengan cara yang berbeda lebih efktif dan efisien.
Inovasi Produk adalah suatu proses yang berusaha
memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada.
Apakah inovasi selalu terkait dengan teknologi? Ya,
karena teknologi mengandung dua arti sekaligus; (1) alat teknis yang
dikembangkan untuk memperbaiki kedaan sekelililng manusia; (2) pengetahuan
dalam menggunakan peralatan dan mesin untuk mengerjakan tugas lebih efisien.
Oleh karena itu, sebuah inovasitidak selalu diikuti dengan perubahan kondisi
fisik misalnya, cara produksi yang dilakukan di Jepang yang dikenal “Learn Manufacturing”. ini adalah cara
baru yang banyak diadopsi perusahaan-perusahaan di Barat dalam mengelola dan
mengorganisasi mesin-mesin inti dan tahapan proses produksi. Cara-cara lama
yang telah dipakai sejak Henry Ford berangsur diganti oleh cara Jepang ini.
Bebepara ahli menyebutkan inovasi yang bersifat intangible ini sebagai administrasi atau inovasi manajerial.
Sellani
(1994) mendefinisikan inovasi teknikal sebagai implementasi ide untuk suatu
kebijakan baru, rekrutmen karyawan, alokasi sumber daya, menstrukturkan tugas,
otoritas, dan balas jasa. Dalam penelitian, inovasi teknikal yang menjadi objek
adalah Aplication Advanced Manufacturing (AMT)
, sedangkan Advanced Cost Management
(ACM) dijadikan objek dari inovasi administratif.
Perubahan
dalam inovasi admnistratif tidak langsung terlihat namun mempengaruhi aktivitas
kerja mendasar dalam organisasi. Misalnya, perubahan dalam kebijakan, aturan,
tanggung jawab, proses administrasi, atau aktivitas rutin organisasi. Bahasan
mengenai inovasi dalam banyak artikel seringkali dikaitkan dengan persaingan
atau secara implisit sebuah inovasi haruslah berdampak pada keunggulan
strategis. Dari sisi ini kita dapat melihat inovasi mengambil beberapa bentuk
sesuai dengan keunggulan yang tercipta.
Bagaimana
Berinovasi
Tidak
semua perusahaan melakukan inovasi dan tidak semua inovasi sukses dipasaran.
Apakah keberhasilan inovasi merupakan kebetulan? Dapatkah perusahaan
merencanakan inovasi. Untuk menjawab pertnyaan itu tampaknya harus dilihat dari
bagaimana sebuah inovasi dalam industri dipandang. Paling tidak ada 3
pemikiran.
Aliran
ekonomi klasik dan neoklasik dipandang sebagai tindakan rasional invidu sebagai
agen ekonomi yang turut mempengaruhi kesseimbangan permintaan dan penawaran
pada tingkat makro. Berbeda dengan ekonomi klasik, aliran neoklasik
mempertimbangkan pertumbuhan dinamis dengan memasukan unsur tindakan individu sebagai
variabel yang mempengaruhi efisiensi produksi, sehingga dapat dikatakan
mempengaruhi posisi dan bentuk kurva produksi. Inovasi merupakan hal penting
untuk memperoleh kekuatan memonopoli dan memperoleh keuntungan lebih dari
normal. Dengan demikian, inovasi dipandang sebagi tindakan rasional dan
terencana.
Kedua
aliran ekonomi evolusioner, inovasi dilihat dengan cara yang sama dengan aliran
klasik dan neoklasik namun inovasi tidak lagi dianggap sebagai faktor eksogenus
namun dimasukkan kedalam sistem ekonomi. pertumbuhan ekonomi dijelaskan sebagai
proses dinamis yang terjadi akibat adanya inovasi ilmiah dan teknologi dan
peran yang dimainkan oleh enterpreneur.
Individu tidak lagi dianggap agen yang hitung-hitungan dan rasional tetapi
digambarkan menggunakan intuisi dan pandangan kewirusahaan. Berbeda pula dengan
aliran neoklasik, dinamisme pertumbuhan ekonomi bukan bergerak menuju ke
keseimbangan namun jutru merupakan proses menciptakan ketidakseimbangan yang
mendorong. Inovasi terjadi menghasilkan ketidakseimbangan yang mendorong
individu dan organisasi terus beradaptasi untuk bisa betahan hidup.
Ketiga, teori proses respons kompleks. Melihat pada
pengalaman sesungguhnya, proses inovasi yang terjadi tidak sepenuhnya bisa
diterangkan sepenuhnya oleh kedua aliran
diatas. Karena itu, diajukan teori baru ini yang menekankan pada pentingnya
pengelaman partisipatif sang innovator. Menurut teori ini, inovasi terjadi
setelah adanya interaksi langsung antara satu orang dengan orang lain dalam
bentuk percakapan. Interaksi antar orang lain dapat dikatakan sebagai suatu
proses belajar., menginterpretasi kenyataan, fakta, tanda-tanda di lapangan
bukan dengan kerangka asumsi dan keyakinan yang selama ini sudah ada. Misalnya,
mobil Amerika dahulu dibuat dengan asumsi bahwa tahan lama atau kuat adalah hal
yang utama tanpa memedulikan konsumsi bahan bakar. Asumsi ini terbukti harus
ditinggalkan ketika mobil Jepang muncul dengan penekanan pada hemat bahan bakar
dan gaya.
3.
KREATIVITAS
Membicarakan kreativitas menyangkut akumulasi
pengetahuan/informasi yang telah dimiliki seorang individu dan kemampuannya,
untuk menggabungkan berbagai informasi tersebut sehingga terbentuk pengetahuan
baru.
David Campbell (1986) mendefinisikan kreativitas
sebagai kegiatan yang mendatangkan hasil, dengan ciri inovatif, berguna, dan
dapat dimengerti. Hampir mirip dengan definisi yang dipaparkan, James R. Evan
(1991) menyatakan bahwa kreativitas adalah ketrampilan untuk menentukan
pertalian baru, melihat subjek dari perspektif baru, dan membentuk
kombinasi-kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang telah tercetak dalam
pikiran.
Kekuatan kreativitas ini apabila dimiliki oleh
seseorang atau kelompok orang: mereka mampu untuk mengembangkan suatu hal baru
dari hal yang telah dimiliki, dan selanjutnya menggabungkan ha;-hal baru yang
dimiliki itu satu sama lain untuk membentuk hal yang baru lagi; begitu
seteusnya proses berlanjut. Berbagai pengetahuan baru akan mempu dikembangkan
oleh seseorang atau sekelompok orang, bersifat unik, dan oleh karenanya sukar
untuk ditiru, dan bermuara pada pembentukan kompetensi inti yang bersifat
strategis, jelas merupakan peluang bagi pembentukan competitive advantage pemilik kelompok tersebut.
Pertanyaan paling mendasar kemudian adalah: apabila
kreativitas memiliki kekuatan seperti itu, maka dalam rangka memperoleh competitive advantage tersebut apakah
perlu perusahaan merekrut orang-orang kreatif sebagai staf perusahaan mereka,
ataukah cukup mengembangkan kreativitas pegawai yang ada, apabila hal tersebut
dapat dilakuakn, dan bagaimana mengelola mereka agar memberikan sumbangan
maksimal pada proses transformasi usaha.
West (2000), mengatakan bahwa ciri-ciri individu
yang secara konsisten kreatif adalah sebagai berikut:
1. Nilai-nilai
intelektual dan artistik
2. Ketertarikan
pada kompleksitas
3. Kepedulian
pada pekerjaan dan pencapaian
4. Ketekunan
5. Pemikiran
yang mandiri
6. Otonom
7. Kepercayaan
diri
8. Kesiapan
mengambil resiko.
Studi kontemporer mengenai ini
menunjukkan bahwa kebanyakan orang hanya menggunakan kurang dari 1% dari
kapasitas otak yang dimiliki, dan menggunakannya dengan cara yang tidak disukai
oleh otak mereka. Hal ini berarti bahwa untuk menjadikan orgnisasi kreatif
tidak diperlukan perekrutan staf yang ada dengan memaksimalkan pendayagunaan
kemampuan mereka melalui serangkaian proses manajemen SDM.
4.
KREATIVITAS
DALAM ORGANISASI BELAJAR
Tak dapat disangkal lagi bahwa kreativitas memegang
peran vital dalam organisasi belajar. Bagaimana menerjemahkan invention kedalam inovasi, dan
selanjutnya mengaplikasikan dalam proses new
product development, adalah persoalan penggunaan kreativitas bersama yang
dimiliki sumber daya organisasi. Senge (1990), mengatakan organisasi pembelajaran
tidak saja melakukan inovasi dalam output mereka (barang dan jasa yang
diproduksi) melainkan juga inovasi pada sumber daya yang dimiliki. Oleh karena
itu, pembentukkan organisasi belajar membutuhkan proses yang terus menerus
dalam pendayagunaan. Kreativitas individu dan transformasi proses kreativitas
inidividu ini kedalam kreativitas bersama.
Keduanya, dimulai dengan perluasan knowledge base baik pada tingkat individu maupun organisasi. Hal ini berarti
bahwa adanya budaya yang menghargai dan mendukung kreativitas, dan dilain sisi
perhatian pada fasilitas untuk mengembangkan kreativitas baik dalam bentuk
kesempatan belajar dalam rangka meningkatkan knowledge base maupun dalam bentuk penyediaan sarana penambah knowledge bas bukan hanya sampai pada
tingkat akomodatif melainkan harus sampai pada tingkat kewajiban.
5.
MENINGKATKAN
KREATIVITAS
Kreativitas hanya mungkin ditingkatkan dengan
menggunakan kemampuan otak secara optimal, yaitu dengan cara menggunakan
belahan otak kiri/ kanan secara simultan dan dengan cara yang disukai oleh otak
manusia. Cara berfikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, dan rasional. Cara
berfikirnya sesuai untuk tugas-tugas verbal, asosiasi auditorial, menempatkan
detail secara terstruktur. Cara berfikir otak kiri dapat diakses pada sembarang
situasi: santai maupun tergesa-gesa. Sementara otak kanan berfikir secara
lateral, holistis, dan acak. Cara nerfikir ini sesuai untuk tugas-tugas
penangkapa kesadaran: keadaan emosional, ruang, bentuk/pola. Namun, cara
berfikir otak kanan lebih mudah diakses pada situasi yang santai. Celakanya,
dalam kehidupan moden sekarang yang dilalui dalam atosfer ketergesaan ini,
menuntut ketertiban rasio dlam kadar yang sangat tinggi, sehingga manusia
terbiasa hanya menggunakan belahan otak kirinya saja. Akibatnya, kemampuan otak
digunakan hanya sebatas 10-15% belaka. Selain dari itu, manusia modern
cenderung mengambil sudut pandang linear dalam menyikapi berbagai fenomena yang
ditemuinya, sehingga pemahaman terhadap suatu masalah cenderung bersifat sangat
arsial. Padahal cara pandang yang demikian bukanlah cara pandang yang disukai
oleh otak manusia.
Otak manusia lebih menyukai cara pandang yang
holistis, yang mencoba mengakses titik-titik infomasi yang terdapat pada
sel-sel saraf yang disebut neuron. Semakin holistis cara berfikr seseorang,
maka zat-zat myelin akan diproduksi untuk menghubungkan nauron satu dengan
neuron yang lain, sehingga semakin banyak sel-sel saraf tersambung, dan
hasilnya semakin banyak informasi dapat diakses dari pusat-pusat informasi di
dalam sel-sel saraf. Apabila berbagai informasi lateral dan relevan tersambung
dalam sebuah proses analisis, maka berbagai kemungkinan pemahaman akan
dihasilkan, yang akan meperkaya solusi-solusi yang dibutuhkan.
Simon (dalam Bake, 2004), untuk menjadi kreatif maka
solusi yang dibuat perlu memenuhi salah satu syarat atau lebih, antara lain:
1. Produk
pemikiran mengandung unsur kebaruan atau bernilai (baik bagi pemikir maupun
bagi pengembangan budaya).
2. Pemikiran
yang dihasilkan tidak konvensional dalam arti menuntut modifikasi atau
penolakan terhadap gagasan yang diterima sebelumnya.
3. Pemikiran
yang dihasilkan mensyaratkan agar motivasi dan ketekunan dilakukan dalam
rentang waktu tertentu atau dengan intensitas yang tinggi.
4. Masalah
yang dihadapi semula masih kabur dan belum didefinisikan secara jelas, sehingga
bagian dari kreativitas tugas yang dikerjakan adalah memperjelas rumusan
masalahnya.
Meskipun Simon menyatakan bahwa hanya satu atau
lebih dari empat syarat diatas yang mesti dipenuhi naumun juga disepakati bahwa
keempat syarat tersebut, semuanya penting.
Scott (1995), kreativitas diartikan sebagai proses
menggunakan imajinasi dan keahlian untuk melahirkan produk dan pemikiran baru
yang unik. Beliau memahami dua jenis kreativitas, yakni murni dan terapan.
Kreativitas murni berorientasi pada proses dan tidak menjadikan produk sebagai
tujuan akhirnya. Misalnya, artis yang secara individu menciptakan sesuatu
memelaui ekspresinya dirinya sendiri. Kreativitas terapan terjadi distasiun
penyiaran, rumah produkdi dan agen peeriklanan, arena aktivitasnya diarahkan
pada tujuan tertentu.
Menurut Psikolog Kognitif Robert J. Sternberg,
secara luas kreativitas bisa didefinisikan sebagai” proses memproduksi sesuatu
yang orisinil dan bermanfaat”. Kreativitas adalah menemukan cara baru untuk
memecahkan masalah dan menemukan pendekatan baru terhadap sebuah situasi.
Cara-cara meningkatkan kreativitas:
1. Berkomitmenlah
untuk mengembangkan kreativitas diri
2. Jadilah
seorang pakar
3. Hargailah
rasa keingintahuan diri
4. Beranilah
mengambil resiko
5. Bangkitkan
rasa percaya diri
6. Atasi
sikap-sikap negatif yang bisa menghambat kreativitas
7. Lawanlah
ketakutan akan kegagalan
8. Bertukar
pikiran akan mengilhami gagasan baru
9. Sadarilah
bahwa sebagaian besar masalah punya beragam solusi
10.
Tantanglah diri sendiri
11.
Carilah sumber-sumber inspirasi dan
perbanyak interaksi sosial untuk hal-hal baru
12.
Perbanyak mencari pengetahuan dan
pengalaman baru
13.
Selalu meminta kritik dan saran untuk
menunjang perbaiakan
Kreativitas berorientasi pada produk ini
ditentukan dan secara langsung terkait dengan keberhasilan produk tertentu.
Menurut De Bono (1993) bhwa kreativitas murni yang dilahirkan ekuivalen dengan
istilah “Kreativitas Artistik”.
Amabile (1983), memperkenalkan dua jenis definisi
kreatifitas, yakni definisi operasional dan definisi konseptual. Produk atau
respons dianggap kreatif ketika para pengamat yang setuju atau familier
menganggap produk atau respons tersebut kreatif. Kreativitas secara onseptul
sebagai produk dan respons yang dipertimbangkan karena dianggap: (1) baru dan
sesuai, berguna, benar, responsnya dinilai sesuai tugas yang dikerjakan; dan
(2) tugas lebih bersifat heuristis daripada algoritmatis.
Meskipun definisi kreativitas tersebut berbeda satu
sama lain, namun sebagian pakar, sepakat bahwa dalam definisi kreativitas
terkandung ciri orisinalitas (baru, tidak lazim, tidak disangka-sangka) dan
utilitas potensial (berguna, baik, adaptif, sesuai) suatu produk, proses,
gagasan, mode atau perilaku yang dihasilkan. Ciri-ciri kreativitas ini dapat
dideskripsikan kedalam Model 4-P Kreatif yang terdiri dari empt dimensi, yakni:
dimensi produk, dimensi proses, dimensi person, dan dimensi pers (lingkungan)
kreatif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7.1.
Peneliti kreativitas mengklarifikasikan pekerjaan
yang dilakukan dalam arti apakah tertuju pada orang kreatif, produk kreatif,
atau pers (lingkungan) dan konteks kreatif. Empat faktor tersebut saling
berpengaruh satu sama lain secara solid.
Proses
Person /Kelompok Produk
Pers
Gambar 7.1 Model 4-P Kreatif (Sumber: Fellers dan Bostrom, 1993)
6.
MODEL
PENGUKURAN KREATIVITAS
Berdasarkan
pendekatan 4-P Kreatif yang dikemukakan di atas, maka berikut ini dikembangkan
indikator pengukurannya dengan cara memadukan instrumen pengukuran kreativitas
dari para pakar.
1. Produk Kreatif
Bahwa produk kreatif memiliki ciri yakni
baru, sesuai, berguna, atau dapat dinilai. Dimensi produk kreatif meliputi
karakteristik:
·
Produk, desain atau pelayanan baru yang
meningkatkan profitabilitas, kualitas, produktivitas, dan memenuhi kebutuhan
pelanggan.
·
Temuan baru yang dihasilkan dapat
memecahkan masalah pelanggan.
·
Gagasan dan terobosan baru atau
langkah-langkah sederhana dibangun dari pengalaman masa lalu untuk
membangkitkan solusi yang lebih baik.
·
Teknik-teknik yang tidak lazim untuk
rintangan bagi keberhasilan kegiatan atau proyek.
·
Bentuk pengorganisasian tugas inovatif,
sehingga berhasil menyatukan orang-orang berbeda yang sebelumnya belum saling
mengenal.
·
Pertanyaan tegas yang menyebabkan
orang-orang melihat suatu permasalahan secara berbeda.
·
Jalur yang berbeda untuk menyelesaikan
konflik, bekerja dalam suatu tim dan memotivasi orang lain untuk tumbuh dan
berkembang.
·
Pendektan yang tidak lazim untuk
menciptakan suasana yang membuat setiap orang saling merespek, mendorong dari
menantang untuk mencapai hasil yang terbaik.
2.
Person
Dimensi persom (perilaku individu atau
kelompok) ialah bentuk perilaku kreatif inovatif yang ditujukan oleh pekerja di
tempat kerjanya. Perilaku kreatif inovatif ini diadaptasi dari model KAI
(Kirton Adaptor-Inovator). Dimensi Person kreatif inovatif meliputi:
·
Pekerjaan tertentu yang dihadapi bersama
dipikirkan dalam kaitannya dengan hal lain yang terkait.
·
Pekerjaan didekati dari sisi lain yang
tidak diduga, bahkan sering kali tidak mengikuti prosedur dan dianggap tidak
efisien.
·
Asumsi dasar permasalahan disusun atau
dimanipulasi bersama.
·
Memecahkan masalah dengn cara-cara
tertentu yang berbeda meskipun ada aturan.
·
Katalis menempatkan kelompok dan
pandangan yang dipahami bersama; radikal tetapi memelas, dan menciptakan
ketidaksepahaman atau disonasi.
·
Mengubah tatanan yang ada sering kali
menentang aturan, kebiasaan, dan pandangan yang disepakati bersama.
·
Berani melakukan tugas.
·
Menghasilkan sejumlah gagasan, termasuk
gagasan yang kelihatannya tidak relevan, tidak masuk akal, dan tidak
menggairahkan.
3. Proses Kreatif
Model proses kreatif yang paling awal
dikembangkan ialah model proses kreatif yang meliputi empat tahap, yakni: (1)
tahap persiapan; definisi isu, observasi, dan studi pendahuluan; (2) tahap
inkubasi: menempatkan isu sesuai waktu yang tepat; (3) tahap iluminasi: saat
gagasan baru akhirnya muncul; (4) tahap verifikasi: mengecek penyelesaian.
Model proses kreatif ini berfungsi sebagai basis bagi variasi dan perbaikan
yang diajukan oleh sejumlah peneliti sepanjang tahun.
Dimensi proses kreatif yang dimaksud dalam
tulisan ini ialah kualitas proses pemecahan masalah kreatif dalam perusahaan.
Dimensi proses meliputi:
·
Kualitas identifikasi permasalahan, tantangan,
dan solusi masalah yang dihadapi organisasi atau perusahaan.
·
Kualitas rumusan tujuan-tujuan dan
sasaran yang akan dicapai atas setiap permasalahan yang dihadapi organisasi.
·
Kualitas alternatif yang ditawarkan atas
permasalahan yang dihadapi organisasi.
·
Ketepatan memilih solusi yang terbaik
atas permasalahan organisasi.
·
Kualitas perencanaan dan pelaksanaan
alternatif pemecahan masalah organisasi.
·
Waktu yang disediakan untuk melakukan
refleksi dalam proses pemecahan masaalah.
4. Pers (Lingkungan)
Dimensi pers (lingkungan) ialah
faktor-faktor di luar diri individu atau faktor lingkungan internal organisasi
yang berpengaruh terhadap kreativitas organisasi. Dimensi lingkungan kreatif
meliputi:
·
Manajer diikuti berdasarkan komitmen
yang dibangun.
·
Manajer mengomunikasikan tujuan-tujuan
dan pertanggung jawaban pekerjaan secara jelas.
·
Manajer mengambil tindakan terhadap
gagasan baru yang disediakan oleh pekerja.
·
Manajer konsisten memperlakukan setiap
orang atas dasar respek.
·
Manajer menginspirasi komitmen mengenai
misi dan tujuan-tujuan penjualan.
·
Manajer memerhatikan, baik penjualan,
maupun pekerja ketika membuat keputusan.
·
Pekerjaan didistribusikan secara jujur
kepada pekerja.
·
Para pekerja saling percaya satu sama
lain.
·
Para pekerja mengaku bangga bekerja di sini
sekarang.
·
Para pekerja akan tetap dibagian
meskipun ditawari pekerjaan du tempat lain.
·
Para pekerja tahu bahwa dirinya dinilai.
·
Para pekerja mau berkorban secara
pribadi, ketika diperlukan, guna membantu keberhasilan keepemimpinan.
·
Para pekerja akan merekomendasikan
tempat kerjanya sebagai tempat yang baik untuk bekerja.
·
Pekerja membangun kerja sama yang baik
dengan manajernya.
·
Pekerja bertanggung jawab menyediakan
layanan superior kepada pelanggan.
· Pekerja
secara konsisten mengantisipasi kebutuhan pelanggan dan melakukan tindakan yang
sesuai untuk memuaskan kebutuhannya.
·
Para pekerja merekomendasikan produk dan
layanan perusahaannya.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
TQM merupakan suatu pendekatan dalam
menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi
melalui perbaikan terus menerus atau produk, tenaga kerja, proses dan
lingkungan. Untuk mencapai usaha tersebut digunakan sepuluh unsur utma TQM
yaitu fokus pada pelanggan, obsesi pada kualitas, pendekatan ilmiah, komitmen
jangk panjang, kerjasama tim, perbaikan berkesimnambungan, pendidikan dan
latihan, kebebasan yang teerkendali, kesatuan tujuan, dan keterlibatan serta
pemberdayaan karyawan.
Budaya kualitas terdiri atas filosofi, keyakinan, sikap,
norma, nilai, tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas. Untuk
mewujudkan budaya kualitas dilakukan dengan delapan langkah yaitu identifikasi
perubahan, menuliskan perubahan yang direncanakan, mengembangkan rencana,
memahami proses transisi emosional dan intelektual, menerapkan strategi
kemestraan, dan mmberi dukungan dalam melakukan perubahan.
Salah
satu penentu utama inovasi adalah tantangan dalam lingkungan organisasi, karena
organisasi inovatif memberi tekanan kuat pada kualitas, dan dukungan manajerial
untuk inovasi dan sangat menentukan apabila seluruh individu ingin
mengembangkan dan mengimplementasikan ide mengenai cara-cara baru yang lebih
baik dalam mengerjakan berbagai hal.
Inovasi dapat mengarah pada perubahan
produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan dan dapat pula mengarah pada
perubahan dalam cara membuat dan menyampaikan produk. Inovasi jenis pertama
sering disebut inovasi produk, sedangkan yang kedua disebut inovasi proses.
Kekuatan kreativitas ini apabila
dimiliki oleh seseorang atau kelompok orang: mereka mampu untuk mengembangkan
suatu hal baru dari hal yang telah dimiliki, dan selanjutnya menggabungkan
hal-hal baru yang dimiliki itu satu sama lain untuk membentuk hal yang baru
lagi; begitu seterusnya proses berlanjut. Berbagai pengetahuan baru akan mampu
dikembangkan oleh seseorang atau sekelompok orang, bersifat unik, dan oleh
karenanya sukar untuk ditiru, dan bermuara pada pembentukan kompetensi inti
yang bersifat strategis, jelas merupakan peluang bagi pembentukan competitive advantage pemilik kelompok
tersebut.
Budaya kualitas adalah sistem nilai
organisasi yang menghasilkan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan
dan perbaikan kualitas secara terus-menerus (Goetsch dan Davis, 1994).
Ada beberapa hal yang perlu dipahami
dalam melakukan perubahan budaya, yaitu sebagai berikut:Pahamilah sejarah terciptannya
budaya yang sudah ada; Jangan memusuhi sistem yang sudah ada, tetapi
perbaikilah; Bersiaplah untuk mendengarkan dan mengamati; Lihatkanlah setiap
orang yang dipengaruhi oleh perubahan.
Dengan menerapkan TQM, perusahaan
diharapkan akan dapat meningkatkan kepuasaan konsumen melalui perbaikan
kualitas produk atau jasa dan meningkatkan kepuasaan karyawan.
B. SARAN
Kualitas
dalam budaya organisasi perlu di pertahankan jikalau budaya itu sesuai dengan
prinsip-prinsip perusahaan, tetapi jika kualitas dalam budaya organisasi
tersebut tidak sesuai maka perlu adanya perubahan budaya, sebelumnya harus di
diskusikan terlebih dahulu oleh yng berwenang. Dalam meningkatkan budaya
kualitas salah satunya dengan TQM ( Total
Quality Management agar dapat meningkatkan kepuasaan konsumen melalui
perbaikan kualitas produk atau jasa dan meningkatkan kepuasaan karyawan.
Dalam suatu organisasi atau perusahaan
yang diperlukan adanya inovasi-inovasi baru yang berguna untuk mengembangkan
hasil dari pada produk atau hasil dari organisasi atau perusahaan tersebut.
Inovasi tersebut diharuskan adanya unsur kreativitas agar hasil yang di dapat
menarik masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar