Rabu, 25 Januari 2017

MAKALAH DESENTRALISASI



BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Konsekuensi diberlakukannya negara kesatuan atau Unitary State atau eenheidstaat, maka Indonesia tidak memiliki negara dalam negara seperti yang dimiliki negara yang berbentuk federasi. Negara Kesatuan adalah suatu bentuk negara dimana kekuasaan atau kedaulatan negara sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah pusat, namun dalam pelaksanaan kekuasaan dan kedaulatannya tersebut dapat melimpahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi (negara kesatuan dengan sistem desentralisasi). Dengan demikian keterikatan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah tidak mungkin dilepaskan (Budiardjo1995).
Indonesia menganut model negara kesatuan yang menerapkan desentralisasi. Penegasan ini terlihat dalam UUD 1945 pasal 18 yang menyebutkan bahwa: “pembagian daerah indonesia atas besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang (UU) dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.
Berpijak pada hal itu, maka sepanjang kurun waktu pelaksanaan pemerintahan di Indonesia, setiap rezim pemerintahan berupaya melaksanakan amanat itu dengan menerapkan sistem desentralisasi disetiap masa pemerintahan. Meskipun dengan derajat desentralisasi yang berbeda-beda. Penerapan itu diwujudkan dengan diberlakukannya UU mengenai pemerintahan daerah dari masa ke masa, diantaranya: UU No. 1 Tahun 1945, UU No. 22 Tahun 1948, UU No.1 Tahun 1957, UU No. 18 Tahun 1965, UU No. 5 Tahun 1974, UU No. 22 Tahun 1999, UU No. 32 Tahun 2004, dan UU No. 23 Tahun 2014.

B.  RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1.    Apa pengertian dari desentralisasi ?
2.    Bagaimana konsepsi otonom dalam sistem federalisme dan unitarianisme?
3.    Apa saja jenis-jenis dari desentralisasi?
4.    Bagaimana bentuk desentralisasi dan implikasinya?
5.    Bagaimana studi empiris desentralisasi di Indonesia?
6.    Apa saja tujuan dari desentralisasi?
7.    Apa saja bentuk kegiatan utama dari desentralisasi?
8.    Bagaimana dampak daripada bentuk pemerintahan desentralisasi?

C.  TUJUAN
Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini, yaitu agar pembaca:
1.      Pengertian dari desentralisasi
2.      Konsepsi otonom dalam sistem federalisme dan unitarianisme
3.      Jenis-jenis dari desentralisasi
4.      Bentuk desentralisasi dan implikasinya
5.      Studi empiris desentralisasi di Indonesia
6.      Tujuan dari desentralisasi
7.      Bentuk kegiatan utama dari desentralisasi
8.      Dampak daripada bentuk pemerintahan desentralisasi

D.  MANFAAT
Adapun manfaat dalam penyusunan makalah ini, yaitu supaya pembaca:
1.    Pengertian dari desentralisasi
2.    Konsepsi otonom dalam sistem federalisme dan unitarianisme
3.    Jenis-jenis dari desentralisasi
4.    Bentuk desentralisasi dan implikasinya
5.    Studi empiris desentralisasi di Indonesia
6.    Tujuan dari desentralisasi
7.    Bentuk kegiatan utama dari desentralisasi
8.    Dampak daripada bentuk pemerintahan desentralisasi







BAB II
PEMBAHASAN

A.  PENGERTIAN DESENTRALISASI
Desentralisasi berasal dari bahasa Latin, yaitu: “de”, yang berarti lepas dan “centrum” artinya pusat. Decentrum berarti melepas dari pusat. Meski demikian, desentralisasi tidak berarti putus sama sekali dengan pusat, tetapi hanya melepaskan kendali (daam hal urusan/kewenangan) dari pusat. Penyerahan sebagian kewenangan politik dan administrasi pada jenjang organisasi yang lebih rendah disebut desentralisasi. Sehingga desentralisasi dapat diartikan sebagai penyerahan wewenang politik dan administrasi dari puncak hierarki oragnisasi (pemerintah pusat) kepada jenjang dibawahnya (pemerintah daerah).
Implikasi dari adanya asas desentralisasi dalam sistem penyelenggaraan pemerintah adanya hak dan kewajiban yang bersifat otonom, maka lahirlah apa yang kita kenal dengan otonomi daerah (untuk sistemnya), dan daerah otonom (untuk pelaksananya).
Dalam pemahaman masyarakat umum, istilah desentralisasi dengan otonomi daerah sering dipertukarkan. Sesungguhnya, kedua konsep tersebut tidak persis sama. Kebijakan otonomi hadir karena adanya kebijakan desentralisasi. Otonomi diartikan sebagai kebebasan masyarakat yang tinggal di daerah yang bersangkutan untuk mengatur, dan mengurus kepentingannya yang bersifat lokal bukan yang bersifat nasional.
Perbedaan lainnya adalah mengenal daerah otonom dengan otonomi daerah. Daerah otonom menunjuk pada daerah/tempat (geografi) yang memiliki hak dan kewajiban untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dinyatakan bahwa “ Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem negara kesatuan republik indonesia”.
Sedangkan, otonomi daerah menunjuk pada isi otonom/kebebasan masyarakat, atau dapat pula dikatakan sebagai sistem. Dalam UU No. 32 Tahun 2004; dinyatakan bahwa, “ otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Charles Einsenmann (dalam Suryanto, 2008:18), menjelaskan bahwa otonomi adalah kebebasan untuk membuat keputusan sendiri dengan tetap meghormati perundang-undangan. Otonomi dilaksanakan dalam sebuah negara dengan menghormati peraturan yang berlaku yang menjamin hak-hak dasar dan kebebasan nasional. Dari hal ini sebaiknya dilihat sebagai bagian dari tatanan (sub-state arrangement) yang membiarkan kelompok minoritas untuk melaksanakan hak mereka dan menunjukkan identitas kultural dengan menjamin kesatuan, menjunjung kewibawaan dan integrasi wilayah.
Menurut UU NO. 23 TAHUN 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi.
Merujuk pada uraian diatas, perbedaan besar antara konsep desentralisasi dengan otonomi adalah desentralisasi, disebutkan sebagai suatu pendelegasian kewenangan melalui alat legislatif dari pemerintah pusat kepada ‘otoritasindependen’, sedangkan otonomi mencakup beberapa wilayah sebagai dampak dari adanya pelimpahan kewenangan secara murni, misalnya suatu pemisahan tanggung jawab.

B.  KONSEPSI OTONOMI DALAM SISTEM FEDERALISME DAN UNITARIANISME
1.    Negara Serikat (Federalisme)
Praktek desentralisasi di negara federal dengan negara kesatuan tentu berbeda. Prinsip dasar yang dianut pada sistem federalisme adalah non-sentralisasi (lihat Suryanto, 2008:15). Artinya bahwa pada sistem federalisme, asas desentralisasi merupakan principal basic yang mendasari praktek penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini menyangkut asal kedaulatan dari negara tersebut. Kedaulatan yang dimiliki oleh negara federal berasal dari negara-negara berdaulat yang menyerahkan kewenangan sisa kepada pemerintah nasional (pusat) untuk dikelola bagi kepentingan bersama.
Negara-negara berdaulat tersebut, bersepakat untuk menggabungkan diri dalam satu kesatuan negara yang lebih besar sebagai pusatnya yang dikenal dengan sebutan negara serikat. Selanjutnya, negara-negara yang berdaulat tersebut, pada akhirnya menjadi bagian dari negara serikat, yang secara umum dikenal dengan negara bagian. Di Amerika serikat disebut dengan “state”, di jerman disebut dengan “lander”. Kedaulatan pada pemerintah nasional (pusat) tidak bersifat tunggal, karena negara-negara bagian di dalam wilayah negara tersebut juga memiliki kedaulatan ke luar meskipun terbatas.
Kewenangan dari pemerintah, nasional adalah menyangkut hal-hal yag menjadi wewenang kesepakatan bersama untuk diurus dan dikelola oleh pusat, seperti: politik luar negeri, moneter, pertahanan dan keamanan nasional. Sedangkan, kewenangan lainnya menjadi wewenang pemerintah negara bagian, baik langsung pada level negara bagian atau provinsi, maupun unit-unit lainnya sesuai dengan kapasitas dan potensi utama dari daerah-daerah tersebut. Sehingga, banyak pakar politik menyatakan bahwa desentralisasi yang sesungguhnya ada pada negara federalis, karena pada sistem tersebut dijalankan desentralisasi secara penuh baik politik, administratif dan fiskal. Alur mengenai arus kewenangan dalam sistem federal ini dapat digambarkan sebagai berikut:







Gambar 1.1
ALUR MENGENAI ARUS PENYERAHAN KEWENANGAN DALAM SISTEM FEDRALISME
NEGARA FEDERAL/ SERIKAT (PUSAT)
NEGARA BAGIAN
NEGARA BAGIAN
NEGARA BAGIAN
NEGARA BAGIAN

NEGARA BAGIAN
 








Sumber: Telaahan konsep arus kewenangan pada Negara Federal, Diolah 2011
Federalisme secara konseptual menurut artikel “Positive experiences of autonomous regions as a source of inspiration for conflict resolution in Europe” (dalam Suryanto, Ed. 2008:16), merupakan sebuah struktur konstitusional, dimana negara dipecah ke dalam beberapa entitas (lokal) yang terfederasi, seperti The Cantons (Swiss) atau The Lander (Jerman dan Austria) dengan sebuah divisi kekuasaan yang seimbang.  Untuk menjamin representasi yang adil, cabang legislatif dibagi kedalam dua kamar (Bicameral). Kamar yang  pertama mempresentasikan entitas yang terfederasi, dan yang kedua merupakan represntasi dari negara. Swiss merupakan salah satu contoh sebagai negara yang paling terfederalisasi di eropa. Negara ini merupakan entitas yang terfederasi yang ikut menjadi perhatian dan tercakup dalam penciptaan dan definisi kinsep negara, dimana kekuasaan sebagai sebuah sistem, tidak didasarkan pada the federal state oleh konstitusi yang berhubungan dengan entitas federal. Jerman dan Rusia juga memiliki sistem dimana kekuasaan dipisahkan mejadi dua yaitu untuk negara (federal) dan wilayah-wilayah federal.
Walaupun ditemukan perbedaan-perbedaan, yakni ketika kekuasaan federasi dan negara federal memiliki dasar legal dalam konstitusi, namun kekuasaan otonomi dari wilayah otonom, dapat ditransfer atau didelegasikan oleh legalistif nasional. Intinya, otonomi secara umum diimplementasikan dalam wilayah yang mempunyai karakteristik identitas budaya yang khusus.
Sehubungan dengan pembahasan di atas, maka dapat kita kemukakan beberpa intisari yang mencerminkan (mencirikan) Sistem Negara federal, antara lain:
a.    Pemilik kedaulatan pada dasarnya ada di Negara-negara bagian. Dan berdasarkan kesepakatan bersama dilimpahkan kepada Negara federal (sebagai pengikat kesatuannya).
b.    Terkait dengan point di atas, maka kedaulatan dalam Negara federal tidak bersifat tunggal, karena berada di masing-masing Negara bagian.
c.    Alur mengenai arus kewenangan bersifat battom-up, artinya Negara-negara bagian yang melimpahkan sebagian kewenangan kepada Negara federal (pusat) berdasarkan kesepakatan (biasanya pada awal pembentukannya).
d.    Negara federal (pusat) hanya menjalankan sebagian (sisa) kewenangan yang diberikan oleh Negara bagian.
e.    Negara bagian tetap memiliki kewenangan ke luar meski terbatas.
f.      Pada prinsipnya Negara bagian dapat membentuk struktur pemerintahannya sendiri-sendiri sesuai dengan nilai, kultur atau sejarah yang dimilikinya, tapi pada umumnya, struktur yang dibentuk tidak jauh berbeda satu dengan yang lainnya.
2.    Negara Kesatuan (Unitarianisme)
Prinsip dasar yang dianut oleh Negara kesatuan, berbeda dengan prinsip yang dianut oleh Negara federasi, khususnya yang berhubungan dengan masalah kedaulatan dan kewenangan. Kedaulatan di Negara kesatuan bersifat tunggal dan tidak dibagi kepada daerah atau unit-unit pemerintahan dibawahnya, konsep Negara kesatuan menurut artikel “Positive experiences of autonomous regions as a source of inspiration for conflict resolution in Europe” dikatakan bahwa, “dalam Negara kesatuan, semua kekuasaan prinsipnya merupakan milik pemerintah pusat, tapi status khusus diberikan pada entitas (daerah/satuan unit tertentu) yang mempunyai tanggung jawab atas wilayah yang diberikan berdasarkan statusnya. Untuk beberapa Negara, otonomi merepresentasikan suatu bentuk desentralisasi melalui pendelegasian kewenangan” (dalam Suryanto, Ed.,2008;17).
Dalam system Negara kesatuan pemerintahan daerah, sebenarnya tidak memiliki kedaulatan, baik ke luar maupun kedalam. Pemerintahan daerah hanya memiliki kewenangan yang diserahkan oleh pusat, dan hanya bersifat ke dalam. Kedaulatan dan kewenangan merupakan dua hal yang sangat berbeda, dimana kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu Negara, oleh karenanya, salah satu sifatnya adalah permanen (tetap) dan tidak dapat dibagi (indivisible). Sedangkan, kewenangan merupakan kekuasaan untuk melaksanakan sesuatu tugas dan fungsi atas dasar pemberian atau pelimpahan atau pendelegasian. Kewenangan tidak bersifat permanen, artinya dapat dicabut atau ditambah, dan juga dapat dibagi sebagian atau seluruhnya. Konsepsi inilah yang mencerminkan bahwa kedaulatan dalam Negara kesatuan bersifat tunggal, karena tidak dapat dibagi dan hanya menjadi milik Negara, Mekanisme pendistribusian kewenangan dari pusat kepada daerah dalam Negara kesatuan hanya sekedar menjalankan kewenangan sisa (residu) dari pemerintah pusat dengan mekanisme yang telah ditentukan, apakah dilimpahkan, diserahkan atau didelegasikan.
Sedangkan, pada system Federalisme, Negara bagian yang memiliki kedaulatan ke dalam dan keluar. Hal ini disebabkan karena dalam Negara federalisme, pemilik kedaulatan adalah Negara-negara bagian yang masing-masing merupakan Negara berdaulat (merdeka) dan otonom. Sedangkan, Negara federal (pusat) pada dasarnya menerima sebagian kedaulatan dan kewenangan yang diberikan oleh Negara-negara bagian berdasarkan kesepakatan bersama dan dituangkan dalam suatu konstitusi Negara.
Seperti yang dikatakan oleh Cohen dan Peterson (1999;19), bahwa, “ Unitary system need not be legally decentralized, but most are trough a hicrarchy of lower-level units that have specified geographical jurisdiction. In unitary system, the center maintains ultimate sovereighnity over public sector task decentralized to lower-level units --“ system Negara kesatuan tidak secara hukum mendesentralisasikan, tetapi lebih banyak melalui hirarki pada tingkatan di bawahnya yang mempunyai spesifikasi geografik wilayah hukum. Dalam system Negara kesatuan, pusat memelihara kedaulatan terbatas pada kegiatan-kegiatan sector public yang didesentralisasikan kepada unit-unit pemerintahan di bawahnya (dalam Sruyanto, Ed., 2008;17).
Beberapa ciri yang sekaligus juga mencerminkan prinsip-prinsip Negara kesatuan, antara lain adalah:
a)    Kedaulatan pada Negara kesatuan bersifat mutlak/tunggal, yaitu hanya ada pada Negara (Pusat).
b)   Alur pelimpahan/penyerahan kewenangan/urusan bersifat Top Down (dari pusat kepada Daerah).
c)    Kewenangan yang sudah dilimpahkan kepada daerah, dapat ditarik kembali apabila dipandang perlu atau karena daerah dipandang tidak mampu menjalankan fungsi otonominya.
d)   Secara geografis, daerah merupakan bagian/wilayah dari Negara (pusat) yang apabila dipandang perlu dapat dihapuskan/digabungkan.
e)    Daerah hanya memiliki kewenangan sesuai dengan yang diterimanya dari pusat, dan tidak memiliki kedaulatan (keluar).
Selanjutnya, perbedaan konsep otonomi daerah di Negara kesatuan dengan federal, terjadi karena masing-masing memiliki prinsip dasar yang berbeda pula. Oleh karena itu, terdapat perbedaan yang mendasar antara konsep otonomi (desentralisasi) yang dianut oleh Negara kesatuan dengan Negara federalism, yaitu:
a)    Dalam Negara federal prinsip kedaulatannya tidak bersifat tunggal, sedangkan Negara kesatuan bersifat tunggal.
b)   Pemilik kedaulatan dalam Negara federal adalah Negara bagian (bukan pusat), sedangkan, dalam Negara kesatuan, pemilik kedaulatannya adalah pemerintah pusat.
c)    Alur pelimpahan/penyerahan wewenang di Negara federal bersifat bottom-up, sedangkan dalam Negara kesatuan, bersifat top down.
d)   Negara federal menjalankan kewenangan sisa (residu) yang diberikan oleh Negara bagian, sedangkan dalam Negara kesatuan, daerah yang menjalankan kewenangan sisa (residu).
Secara umum, berkenaan dengan alur mengenai arus kewenangan pada Negara kesatuan dapat digambarkan sebagai berikut:



Gambar 1.2
ALUR MENGENAI ARUS PENYERAHAN KEWENANGAN DALAM NEGARA KESATUAN


DAERAH OTONOM
DAERAH OTONOM
DAERAH OTONOM
DAERAH OTONOM
DAERAH OTONOM
PEMERINTAH PUSAT
NEGARA KESATUAN
 








Sumber: Telaahan konsep arus kewenangan kepada Negara kesatuan, diolah 2011.
C.  JENIS-JENIS DESENTRALISASI
1. Desentralisasi Teritorial dan Desentralisasi Fungsional
Dalam buku ini, pembagiann lainnya dalam konsepsi desentralisasi dapat dilihat berdasarkan lingkup institusionalnya. Dinyatakan sebagai lingkup institusional, karena dalam hal ini, pemerintahan pusat maupun daerah dan organisasi yang terlibat di dalamnya adalah merupakan institusi/lembaga dalam arti yang luas.
Berdasarkan lingkup institusional tersebut, desentralisasi terbagi menjadi dua, yaitu: desentralisasi teritorial atau kewilayahan dan desentralisasi fungsional. Desentralisasi teritorial berarti pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada wilayah di dalam Negara. Konsep ini membahas tatanan system pemerintahan daerah, yang implikasinya melahirkan daerah otonom (konsep pemerintahan daerah).
Desentralisasi fungsional berarti pelimpahan wewenang dari organisasi fungsional (atau teknis) di tingkat pusat kepada unit-unit di bawahnya, yang secara langsung berhubungan dengan operasionalisasi kegiatan. Oleh karena itu, konsep ini membahas dalam tatanan organisasi (institusi) pusat dan daerah, dan implikasinya adalah melahirkan instansi-instansi otonom (dinas-dinas) di daerah atau divisi-divisi/bagian-bagian pada konteks organisasi.
Dengan demikian, prinsip pendelegasian wewenang dapat terjadi dari pusat (pemerintahan maupun organisasi) ke bagian-bagiannya/wilayah-wilayahnya, baik bersifat kewilayahan maupun kefungsian. Prinsip ini mengacu kepada fakta adanya span of control dari setiap organisasi sehingga organisasi perlu diselenggarakan secara “bersama-sama) (Nugroho,2000;42-44, dalam Suryanto, Ed,2008:19).
Dalam prakteknya, penerapan kedua jenis desentralisasi ini dapat berjalan secara bersamaan dalam satu system yang sama. Misalnya: ketika pemerintah indonesia secara konstitusional menerapkan system otonomi daerah, maka penggunaan azas desentralisasi yang digunakan adalah azas kewilayahan untuk hal yang bersangkutan dengan pemerintahan daerah (daerah otonom). Danm pada saat bersamaan, instansi pemerintah (kementerian/lembaga) memberikan desentralisasi kewenangan kepada instansi-instansi daerah untuk menjalankan urusan-urusan yang terkait tugas dan fungsinya.
ALUR DAN HUBUNGAN DESENTRALISASI KEWILAYAHAN / TERITORIAL DENGAN DESENTRALISASI FUNGSIONAL

DESENTRALISASI FUNGSIONAL

DESENTRALISASI KEWILAYAHAN / TERITORIAL

Daerah Otonom
Daerah Otonom
Daerah Otonom

- INSTANSI VERTIKAL
- DIVISI / BAGIAN
- INSTANSI VERTIKAL
- DIVISI / BAGIAN
- INSTANSI VERTIKAL
- DIVISI / BAGIAN
PEMERINTAH PUSAT
ORGANISASI PUSAT
 








2.Desentralisasi Administratif, Fiskal dan Politik
Dalam konsep yang lebih luas, desentralisasi dibagi atas desentralisasi administratif, desentralisasi fiskal dan desentralisasi politik. Rondinelli dan Nellis sebagaimana dikutip oleh Abdullah (2005:64), mendefinisikan desentralisasi administratif sebagai transfer tanggung jawab untuk merencanakan, memanajemen, menaikan dan mengalokasikan sumber-sumber dari pemerintah pusat dan agennya kepada subordinat atau pemerintah daerah, badan semi otonom, perusahaan, otoritas regional atau fungsional, NGO, atau organisasi-organisasi volunteer (dalam Suryanto, Ed.:, 2008:19).
Selanjutnya, dengan merefer kepada Litvac dan Seddon (1998:3), Suryanto (Ed., 2008:19) mengemukakan bahwa desentralisasi fiskal adalah transfer kewenangan di area tanggung jawab finansial dan pembuatan keputusan termasuk memenuhi keuangan sendiri, ekspansi pendapatan lokal, transfer pendapatan pajak dan otoritas untuk meminjam dan memobilisasi sumber-sumber pemerintah daerah melalui jaminan peminjaman.
Sedangkan, desentralisasi politik mencakup transfer kekuasaan administratif, keuangan dan politik dan politik dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, termasuk penciptaan kekuasaan masyarakat untuk menentukan bentuk pemerintahan mereka, perwalian, kebijakan dan pelayanan (UNDP, 1999:10). Hal ini dapat mendorong proses demokrasi melalui pemberian pengaruh kepada rakyat atau perwakilannya dalam formulasi dan implementasi kebijakan (Litvack dan Seddon, 1998:2). Artinya, desentralisasi yang banyak dijalankan di negara kesatuan lebih terbatas pada desentralisasi administratif (dalam Suryanto, 2008:15-20).
3.    Desentralisasi Simestris Atau Asimetris
UU No. 32 tahun 2004 menunjukan bahwa pengembangan desentralisasi di indonesia cenderung ke dalam pola yang simetris. Hal ini karena desentralisasi hanya memberikan ruang yang sempit kepada daerah untuk melaksanakan urusan pilihan. Sebagian besar dari urusan pemerintahan yang didesentralisasikan bersifat wajib bagi daerah. Artinya, daerah harus mengembangkan kompetensi di luar urusan wajib sangat sempit karena terbatasnya urusan pilihan yang tersedia bagi daerah.
Pemberlakuan desentralisasi dengan pola simetris ini dipandang oleh beberapa kalangan sudah tidak lagi relevan. Karena desentralisasi yang harusnya didorong adalah desentralisasi asimetris dengan memberikan urusan kepada daerah sesuai dengan kebutuhan dan kompetensinya. Namun wacana ini kurang mendapat perhatian.
Setidaknya terdapat tiga alasan penting mengapa desentralisasi asimetris tidak mendapat perhatian, yaitu : pertama, persepsi yang salah tentang konsep negara kesatuan yang sering kali dipahami secara sempit sebagai penyeragaman urusan pemerintahan yang didesentralisasikan ke daerah. Kedua, kekhawatiran berlebihan para pembuat kebijakan tentang ketidakmampuan daerah untuk secara bertanggungjawab memutuskan urusan yang akan dikelola. Ketiga, keengganan pemerintah untuk bekerja keras merumuskan kembali formula desentralisasi fiskal terkait dengan implikasi dari penerapan kebijakan desentralisasi asimetris.
Melihat besarnya keragaman antar daerah maka pilihan kebijakan desentralisasi yang seragam sebagaimana telah dilaksanakan selama satu dekade terakhir ini perlu ditinjau kembali. Alasan yang dapat dikemukakan antara lain adalah : pertama¸ model desentralisasi yang seragam dalam keanekaragaman daerah yang mencolok bertentangan dengan hukum alamdan nilai yang terkandung dalam desentralisasi itu sendiri. Dengan menerapkan desentralisasi yang seragam, indonesia kehilangan peluang untuk memanfaatkan secara optimal keragaman daerah untuk mendorong kemajuan daerah sesuai dengan aspirasi, potensi, dan kapasitas daerah. Esensi dari desentralisasi adalah memberikan peluang dan kemampuan kepada daerah untuk merespon kondisi daerah sesuai dengan kompetensi dan aspirasi pemerintah daerah dan pemangku kepentingannya. Ketika pembagian urusan dilakukan secara seragam untuk semua daerah sementara keragaman antardaerah sangat tinggi maka desentralisasi menjadi kurang bermakna. Peluang untuk membangun daerah sesuai dengan keunggulan daerah dan kapasitasnya untuk menjawab tantangan yang dihadapinya menjadi sirna.
Kedua, desentralisasi yang seragam mengabaikan kenyataan bahwa daerah memiliki tingkat kematangan, cakupan wilayah, potensi, dan jumlah penduduk yang berbeda-beda. Karena itu, mereka perlu diperlakukan secara berbeda. Daerah otonom baru dengan kematangan yang rendah cenderung memiliki kapasitas yang rendah dalam melayani warganya. Daerah dengan wilayah yang sempit dan jumlah penduduk yang sedikit mungkin tidak perlu memiliki urusan pemerintahan yang banyak. Dilihat dar skala ekonominya, pengelolaan urusan pemerintahan tertentu oleh daerah yang seperti itu menjadi tidak efisien. Darah yang memiliki potensi yang berbeda seharusnya mengembangkan kompetensi yang berbeda pula. Daerah menjadi tidak dapat memfokuskan diri terhadap apa yang menjadi keunggulan dan kompetensi yang dimiliki perlu dikembangkannya.
Ketiga, model desentralisasi seragam yang sekarang berlaku juga mempersulit daerah dalam pengembangan struktur birokrasi yang efisien dan aparatur yang profesional, mengingat kompetensi dan kebutuhan yang berbeda-beda.
Desentralisasi asimetris, bagaimanapun, memberikan ruang kepada daerah untuk mengembangkan kapasitas secara desentralistis. Hal ini berbeda dengan desentralisasi simetris. Selama ini, pengembangan kapasitas daerah cenderung dilakukan secara sentralistis dan kurang memperhatikan diversitas daerah. Pengembangan aparatur daerah cenderung dilakukan berbasis pada pendekatan supply daripada kebutuhan daerah. Diversitas daerah yang seharusnya dilihat sebagai kekayaan daerah dan menjadi dasar dalam pengembangan kapasitas seringkali terabaikan. Akibatnya missmatch dalam investasi pengembangan kapasitas tidak dapat dihindari. Implikasinya adalah kelembagaan disfungsional dan ketidakberdayaan aparatur menjadi hal yang lumrah dijumpai dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pengembangan model desentralisasi yang asimetris perlu dipikirkan secara serius dan seksama oleh pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya. Upaya untuk mendorong desentralisasi asimetris dapat dilakukan melalui cara yang sederhana, yaitu dengan membatasi urusan wajib yang diberikan kepada daerah terutama untuk pelayanan dasar dan menjadikan sisanya sebagai urusan pilihan. Daerah otonom wajib menyelenggarakan urusanyang menjadi kebutuhan, dasar warganya, sedangkan untuk selebihnya terserah pada masing-masing daerah untuk mengelola urusan sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan daerah. Dengan cara seperti itu daerah memiliki peluang untuk berkembang sesuai dengan kapasitas, aspirasi dan tantangan yang dihadapinya (Dwiyanto, 2011 : 273).
D. BENTUK DESENTRALISASI DAN IMPLIKASINYA
1) Terhadap pengembangan kapasitas daerah
Aspek penyelenggaraan pemerintah
Bentuk Desentralisasi
Simetris
Asimetris
Asumsi tentang kondisi, tantangan, dan kebutuhan daerah
Daerah memiliki kondisi dan tantangan yang serupa dan seragam
Pengakuan terhadap diversitas daerah dalam banyak aspek dan karakteristik sosial budaya, geografis, dan demografis.
Struktur kelembagaan : jumlah satuan, nomenklatur, dan pola hubungan
Relatif seragam antar daerah
Bervariasi antar daerah sesuai dengan kebutuhan
Kompetensi aparatur
Daerah membutuhkan kapasitas aparatur yang relatif sama
Daerah memerlukan aparatur dengan kapasitas yang berbeda-beda
Pengembangan kapasitas daerah
Sentralisasi
Desentralisasi
            Sumber : Dwiyatnto (2011 : 274)
Salah satu tuntutan reformasi total yang terjadi di indonesia pasca reformasi tahun 1998 adalah tuntutan otonom yang luas kepada daerah kabupaten dan kota. Tuntutan ini muncul karena ada beberapa alasan yang mendasarinya, yaitu :
Pertama, intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar di masa lalu telah menimbulkan masalah rendahnya kapabilitas dan efektifitas pemerintahan daerah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi di daerah. Arahan dan statutory requirement yang terlalu besar dari pemerintah pusat tersebut menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah cenderung mati, sehingga pemerintah daerah seringkali menjadikan pemenuhan peraturan sebagai tujuan dan bukan sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Besarnya arahan dari pemerintah pusat itu didasarkan pada dua alasan utama, yaitu: 1) untuk menjamin stabilitas nasional, dan 2) karena kondisi sumber daya manusia daerah yang dirasa relatif masih lemah. Karena dua alasan inilah, maka Sentralisasi otoritas dipandang sebagai prasyarat untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kedua, tuntutan pemberian otonomi itu juga muncul sebagai jawaban untuk memeriksa eranew game yang membawa new rules pada semua aspek kehidupan manusia dimasa yang akan datang. Di era seperti ini, dimana globalization cascade sudah semakin meluas, pemerintah akan semakin kehilangan kendali pada banyak persoalan, seperti pada perdagangan internasional, informasi dan ide, serta transaksi keuangan. Di masa depan, pemerintah sudah untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan kecil tetapi terlalu kecil untuk dapat menyelesaikan semua masalah yang dihaapi oleh masyarakat.
Berangkat dari persoalan itukemudian dilakukan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam bentuk pemberian otonomi dan diwujudkan dengan asas desentralisasi. Desentralilasi menurut UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah adalah penyerahan wewenang  pemerintahan oleh Pemerintah kepala daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Urusan penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka otonomi itu dirinci dalam bab pembagian urusan pemerintahan.
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan. Pemerintah (pusat) menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan / atau pemerintahan desa.Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan pemerintahan, Pemerintah dapat :
1)        Menyelenggarakan sendiri sebagai urusan pemerintahan;
2)        Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah; atau
3)        Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan / atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan, sesuai dengan pasal 11 UU No. 32 tahun 2004 juga didasarkan pada kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efesiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Dalam konteks ini, pelaksanaan hubungan kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintah daerah bersifat saling terkait , tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan yang utuh.
Dalam hal kriteria eksternalitas, penyelenggara suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang timbul akibat penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Sedangkan, kriteria akuntabilitas dimaksudkan bahwa penanggung jawab penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang ditimbulkan oleh penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Dan, kriteria efisiensi dimaksudkan bahwa penyelenggara suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggi yang dapat diperoleh.
Dalam konteks otonomi daerah, urusan pemerintahan yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan sesuai dengan urusan yang dikonsentrasikan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang disentralisasikan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi / kabupaten / kota merupakan urusan dalam skala provinsi / kabupaten / kota yang meliputi :
1)   Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2)   Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3)   Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4)   Penyediaan sarana dan prasarana umum;
5)   Penanganan bidang kesehatan
6)   Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
7)   Penyelenggaraan masalah sosial litas kabupaten / kota;
8)   Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten / kota;
9)   Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten / kota;
10)    Pengendalian lingkungan hidup;
11)    Pelayanan pertahanan termasuk lintas kabupaten / kota
12)    Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
13)    Pelayanan administrasi umum pemeritahan;
14)    Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten / kota;
15)    Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten / kota; dan,
16)    Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Dalam hal sumber pendanaan penyelenggaraan pemerintahan dilakukan penataan hubungan keungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang meliputi : pemberian sumber-sumber keuangan.
F. TUJUAN DARI DESENTRALISASI
  1. mencegah pemusatan keuangan;
  2. sebagai usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan rakyat bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
  3. Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat local sehingga dapat lebih realistis.

G.  BENTUK KEGIATAN UTAMA DESENTRALISASI
Desentralisasi dapat dilakukan melalui empat bentuk kegiatan utama, yaitu:
1.    Dekonsentrasi wewenang administratif
Dekonsentrasi berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan.
2.    Delegasi kepada penguasa otoritas
Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewewenangan manajerial untuk melakukan tugas –tugas khusus kepada suatu organisasi yang secara langsung berada di bawah pengawasan pusat.
3.    Devolusi kepada pemerintah daerah
Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan di luar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri. Devolusi adalah bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif untuk merujuk pada situasi di mana pemerintah pusat mentransfer kewenangan kepada pemerintah daerah dalam hal pengambilan keputusan , keuangan dan manajemen.
4.    Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta
Yang di sebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada swasta atau privatisasi adalah menyerahkan beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung jawab admistrasi tertentu kepada organisasi swasta.

H.  DAMPAK BENTUK PEMERINTAHAN DESENTRALISASI
1.    Segi Ekonomi
Dari segi ekonomi banyak sekali keuntungan dari penerapan sistem desentralisasi ini dimana pemerintahan daerah akan mudah untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, dengan demikian apabila sumber daya alam yang dimiliki telah dikelola secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan meningkat. Tetapi hal ini juga rentan terhadap terjadinya kasus korupsi
2.    Segi Sosial Budaya
Dengan diadakannya desentralisasi, akan memperkuat ikatan sosial budaya pada suatu daerah. Karena dengan diterapkannya sistem desentralisasi ini pemerintahan daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya merupakan salah satu potensi daerah tersebut.
Sedangkan dampak negatif dari desentralisasi pada segi sosial budaya adalah masing- masing daerah berlomba-lomba untuk menonjolkan kebudayaannya masing-masing. Sehingga, secara tidak langsung ikut melunturkan kesatuan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia itu sendiri.


3.    Segi Keamanan dan Politik
Dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya untuk mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya kebijaksanaan ini akan bisa meredam daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa saja yang menyangkut NKRI). Tetapi disatu sisi desentralisasi berpotensi menyulut konflik antar daerah.
Seperti  dengan beberapa dari kabupaten menggambarkan garis etnis dan meningkatnya ekonomi yang cepat bagi politik daerah, ada ketakutan akan terjadi konflik baru dalam soal tanah, sumber daya atau perbatasan dan adanya politisi lokal yang memanipulasi ketegangan untuk kepentingan personal. Namun begitu, proses desentralisasi juga telah meningkatkan prospek pencegahan dan manajemen konflik yang lebih baik melalui munculnya pemerintahan lokal yang lebih dipercaya
Dibidang politik, dampak positif yang didapat melalui desentralisasi adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah lebih aktif dalam mengelola daerahnya.
Tetapi, dampak negatif yang terlihat dari sistem ini adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.
BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Menurut UU NO. 23 TAHUN 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi.
Tujuan dari desntralisasi, sebagai berikut: mencegah pemusatan keuangan; sebagai usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan rakyat bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan; Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat local sehingga dapat lebih realistis.
Prinsip dasar yang dianut pada sistem federalisme adalah non-sentralisasi artinya bahwa pada sistem federalisme, asas desentralisasi merupakan principal basic yang mendasari praktek penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini menyangkut asal kedaulatan dari negara tersebut. Kedaulatan yang dimiliki oleh negara federal berasal dari negara-negara berdaulat yang menyerahkan kewenangan sisa kepada pemerintah nasional (pusat) untuk dikelola bagi kepentingan bersama. Kedaulatan di Negara kesatuan bersifat tunggal dan tidak dibagi kepada daerah atau unit-unit pemerintahan dibawahnya, konsep Negara kesatuan menurut artikel “Positive experiences of autonomous regions as a source of inspiration for conflict resolution in Europe” dikatakan bahwa, “dalam Negara kesatuan, semua kekuasaan prinsipnya merupakan milik pemerintah pusat, tapi status khusus diberikan pada entitas (daerah/satuan unit tertentu) yang mempunyai tanggung jawab atas wilayah yang diberikan berdasarkan statusnya.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan, didasarkan pada kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efesiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan.

B.  SARAN
Dengan makalah ini penulis berharap agar pembaca dapat memahami tentang arti dari desentralisasi, jenis-jenis desentralisasi, dan bagaimana studinya di Indonesia serta memahami dampak dari sistem desentralisasi ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca. Penulis juga mengharapkan kritik yang membangun agar penulis bisa lebih baik lagi.

2 komentar: