Rabu, 25 Januari 2017

MAKALAH IDENTITAS BUDAYA



BABI
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Identitas merupakan jati diri yang dimiliki seseorang yang ia peroleh sejak lahir hingga melalui proses interaksi yang dilakukannya setiap hari dalam kehidupannya dan kemudian membentuk suatu pola khusus yang mendefinisikan tentang orang tersebut. Sedangkan Budaya adalah cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Sehingga Identitas Budaya memiliki pengertian suatu karakter khusus yang melekat dalam suatu kebudayaan sehingga bisa dibedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Dalam Lintas Budaya, setiap orang seharusnya memahami masing-masing budaya yang ada di sekitarnya sehingga dapat beradaptasi ketika berada di kebudayaan yang berbeda.
Seperti Negara kita, yaitu Negara Indonesia yang memiliki budaya yang beraneka ragam dengan berbagai suku bangsa dan adat istiadat yang dapat membedakan antara Negara yang satu dengan yang lain karena setiap Negara juga pasti memiliki budaya yang tidak semuanya sama dengan Indonesia . Tidak hanya indonesia dengan negara luar tetapi kebudayaan didalam Indonesia juga sangat beragam . Karakteristik dari budaya tersebut yang mampu membedakan antara daerah yang satu dengan yang lain karena didalam daerah tersebut ada budaya yang melekat yang sudah menjadi ciri dari daerah tersebut.
1.2  Rumusan Masalah
·        Bagaiaman membentuk identitas budaya?
·        Apa saja perspektif dalam identitas?
·        Bagaimana membangun identitas minoritas dan identitas mayoritas?
1.3  Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu agar kita mampu mengetahui pembentukkan identitas budaya, perspektif dan membangun minoritas dan identitas mayoritas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Membentuk Identitas Budaya
Dalam pengertian sederhana yang kita maksudkan dengan identitas budaya adalah rincian karakteristik atau ciri-ciri sebuah kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang kita ketahui batas-batasnya tatkala dibandingkan dengan karekteristik atau ciri-ciri orang lain.
Kenneth Burke mengatakan bahwa menentukan identitas budaya itu sangat tergantung pada bahasa, sebagaimana representasi bahasa menjelaskan semua kenyataan atas semua identitas yang dirinci kemudian dibandingkan. Lisa Orr juga menegaskan bahwa untuk mengetahui identitas orang lain – pada awal berkomunikasi – merupakan pertanyaan yang paling sulit, apalagi kalau berkeinginan mengetahui kebudayaan otentik dari orang itu. Mengenal identitas seseorang tidak bisa hanya dengan sepotong-potng karena identitas budaya merupakan cultural totalization.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa jika kita bicara identitas maka kita hanya bicara tentang karakteristik tertentu dan karakteristik itu merupakan penunjuk untuk mengenal kelompok lain sehingga memudahkan kita berkomunikasi dengan mereka. Sebaliknya, jika kita bicara tentang pola budaya maka yang kita tekankan adalah bagaimana sebuah identitas itu terbentuk dari pandangan dan gagasan tertentu yang pada giliranya membimbing mereka. Sehingga identitas itu bersifat statis, dan pola budaya merupakan sesuatu yang hidup.
Identitas kebudayaan kita dikembangkan melalui proses yang meliputi beberapa tahap:
1.      Identitas budaya yang tak disengaja
Pada tahap ini, identitas budaya terbentuk secara tidak disengaja atau tidak disadari. Anda terpengaruh oleh budaya dominan hanya karena Anda merasa budaya milik Anda kurang akomodatif, sehingga Anda ikut-ikutan membentuk identitas baru.
2.      Pencarian Identitas Budaya
Pencarian identitas budaya meliputi sebuah proses penanjakan, bertanya,d an uji coba atas sebuah identitas lain, di mana Anda terus mencari dan belajar tentang itu dengan melakukan penelitian mendalam, bertanya pada keluarga atau teman, atau bahkan melacaknya secara ilmiah.
3.      Identitas Budaya yang Diperoleh
Yaitu bentuk identitas yang dirincikan oleh kejelasan dan keyakinan terhadap penerimaan diri aAnda melalui interaksi kebudayaan sehingga membentuk identitas Anda.
4.      Konformitas: Internalisasi
Proses pembentukan juga identitas dapat diperoleh melalui internalisasi yang membentuk konformitas. Jadi, proses internalisasi berfungsi untuk membuat norma-norma yang Anda miliki menjadi sama dengan norma-norma yang dominan, atau membuat norma yang Anda miliki berasimilasi ke dalam kultur dominan.
5.      Resistensi dan Separatisme
Adalah pembentukan identitas sebuah kultur dari sebuah komunitas tertentu sebagai suatu komunitas yang berperilaku eksklusif untuk menolak norma-norma kultur dominan.
6.      Integrasi
Pembentukan dengan cara seseorang atau sekelompok orang mengembangkan identitas baru yang merupakan hasil integrasi pelbagai budaya dari komunitas ata masyarakat asal.
Secara umum jenis identitas terbagi menjadi identitas sosial dan kultural, sebagaimana yang dibahas oleh Martin dan Nakayama, meliputi:
1.      Gender versus Seks: Gender
Pembicaraan tentang identitas gender akan berkaitan dengan pembedaan peran perempuan dan laki-laki dalam pandangan kultur maupun sosial. Sebaliknya, kalau kita bicara tentang identitas seks maka kita hanya akan berbicara tentang perbedaan fungsi-fungsi biologis manusia berdasarkan jenis kelamin.
2.      Pembentukan Makna Rasial
Cara pandang baru untuk mengidentifikasi ras lebih sebagai “complex of sosial meaning” untuk menunjukkan manakah kategori ras (identitas) yang asli dan ras keturunan.
3.       Bounded vs. Dominant Identities
Adalah konsep yang menujukkan persepsi tentang kekhasan sekelompok orang dengan perilaku tertentu meskipun kelompok itu bukan merupakan kelompok dominan.
4.       Kelompok ‘Whiteness’?
Dominasi ras berkulit putih yang membedakan dirinya dengan ras lain.
5.       Multirasialitas/Multikulturalitas
Di dasarkan pada sikap manusia terhadap perbedaan budaya itu sendiri. Di mana individu dapat menjadi makelar dari kebudayaan dan menjadi fasilitator antarbudaya.
Adapun faktor-faktor pembentuk Identitas budaya adalah kurang lebih sebagai berikut :
a.        Kepercayaan.
Kepercayaan menjadi faktor utama dalam identitas budaya, tanpa adanya kepercayaan yang di anut maka tidak akan terbentuk suatu identitas budaya yang melekat pada suatu kebudayaan. Biasanya kepercayaan ini muncul dari amanah para leluhur terdahulu yang menyakini tentang suatu kegiatan yang biasa dilakukan oleh suatu budaya yang tentunya berbeda antara budaya satu dengan budaya lainnya. Contohnya mempercayai tradisi pecah telur pada saat resepsi pernikahan yang dipercaya sebagai salah satu tradisi penting masyarakat Jawa dalam resepsi pernikahan.
b.       Rasa aman.
Perasaan aman atau positif bagi penganut suatu kebudayaan menjadi faktor terbentuknya identitas budaya, karena tanpa adanya rasa aman dari pelaku kegiatan budaya maka tidak akan dilakukan secara terus menerus sesuatu yang dianggapnya negatif dan tidak aman. Contohnya tidak ada kebiasaan menyakiti sesama karena dianggap saling menyakiti adalah tidak memberikan rasa aman bagi siapapun.
c.        Pola perilaku.
Pola perilaku juga menjadi faktor pembentuk identitas budaya, bagaimana pola perilaku kita dimasyarakat mencerminkan identitas budaya yang kita anut. Dalam hal ini biasa terjadinya diskriminasi terhadap orang-orang tertentu yang berprilaku kurang baik menurut orang sekitarnya yang pada umumnya didalam budaya orang tersebut adalah sesuatu yang wajar dilakukan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi identitas budaya maupun yang berkaitan erat dengan identitas budaya yaitu :
a.       Asimilasi budaya
Pengertian asimilasi budaya adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok. Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.
Hasil dari proses asimilasi yaitu semakin tipisnya batas perbedaan antarindividu dalam suatu kelompok, atau bisa juga batas-batas antarkelompok. Selanjutnya, individu melakukan identifikasi diri dengan kepentingan bersama. Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok. Demikian pula antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Golongan yang biasanya mengalami proses asimilasi adalah golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini, kebudayaan minoritaslah yang mengubah sifat khas dari unsur-unsur kebudayaannya, dengan tujuan menyesuaikan diri dengan kebudayaan mayoritas; sehingga lambat laun kebudayaan minoritas tersebut kehilangan kepribadian kebudayaannya dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas.
Faktor penghambat asimilasi budaya :
     1.    Kurangnya pengetahuan tentang kebudayaan yang dihadapi.
     2.    Sifat takut terhadap kekuatan dari kebudayaan lain.
     3.    Perasaan superioritas pada individu-individu dari satu kebudayaan terhadap yang lain.
     4.    Toleransi dan simpati yang kurang dari pihak mayoritas.
Contoh dari asimilasi budaya adalah :
Salah satu contoh proses asimilasi adalah program transmigrasi yang dilaksanakan di Riau pada masa pemerintahan Orde Baru. Program transmigrasi ini tidak hanya berhasil meratakan jumlah penduduk di berbagai pulau di Indonesia, tetapi program transmigrasi ini juga mengakibatkan terjadinya asimilasi, terutama diwilayah Riau. Hal ini terlihat dari banyaknya transmigran yang menghasilkan budaya baru, misalnya Jawa-Melayu, Mandailing-Melayu, dan lain sebagainya.
b.      Akulturasi budaya
Akulturasi (acculturation atau culture contact) adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Faktor-faktor yang menyebabkan Akulturasi budaya sebagai proses hilangnya suatu identitas budaya adalah :
·        Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur kebudayaan asing.
·        Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam kebudayaan penerima terbuka lebar.
·        Sifat penerima tanpa adanya filtering dari masyarakat Indonesia yang menyebabkan budaya asing yang negatif pun dengan sangat mudah masuk dan menjadi budaya Indonesia sekarang.
Contoh dari Akulturasi budaya positif :
Kereta Singa Barong kota Cirebon, yang dibuat pada tahun 1549, merupakan refleksi dari persahabatan Cirebon dengan bangsa-bangsa lain. Wajah kereta ini merupakan perwujudan tiga binatang yang digabung menjadi satu, gajah dengan belalainya, bermahkotakan naga dan bertubuh hewan burak.
Belalai gajah merupakan persahabatan dengan India yang beragama Hindu,kepala naga melambangkan persahabatan dengan Cina yang beragama Buddha, dan badan burak lengkap dengan sayapnya, melambangkan persahabatan dengan Mesir yang beragama Islam.
Contoh dari Akulturasi budaya negatif :
Mulai masuknya budaya free sex dikalangan remaja yang merupakan ciri khas dari beberapa budaya luar yang mulai merasuki budaya Indonesia seiring dengan perkembangan jaman.
2.2 Perspektif dalam Identitas
Terdapat tiga perspektif kontemporer utama pada identitas:
a.      Perspektif social psikologis
Menekankan bahwa identitas tersebut dibentuk sebagian oleh diri dan sebagian lagi dalam hubungannya dengan anggota kelompok. Berdasarkan perspektif ini, diri terdiri dari berbagai banyak identitas dan pengetahuan tentang identitas ini terikat pada budaya. Karena itulah, bagaimana kita memahami diri sangat bergantung pada latar belakang budaya.
Perspektif lintas budaya. Budaya Amerika selalu menekankan pada generasi mudanya untuk mengembangkan rasa yang kuat akan identitas, untuk mengetahui siapa diri mereka, menjadi mandiri dan bergantung pada diri sendiri. Hal ini mencerminkan sebuah penekanan pada nilai budaya individualisme. Akan tetapi, hal ini tentu saja tidak terjadi di negara lain. Psikolog lintas budaya Alan Roland (1988) telah mengidentifikasikan tiga aspek universal dari identitas yang ada di dalam semua individu: (1) identitas individu, rasa independen ‘aku’ yang berbeda dengan yang lain; (2) identitas keluarga, hadir dalam budaya kolektif, menekankan pada pentingnya kedekatan dan ketergantungan emosional satu sama lain; (3) identitas spiritual, kenyataan spiritual dalam diri manusia
b.      Perspektif Komunikasi
Dibangun di atas gagasan-gagasan tentang pembentukan identitas yang telah disinggung sebelumnya, tetapi dalam pengertian yang lebih dinamis. Perspektif ini menekankan bahwa identitas dinegosiasikan, dibentuk, dikuatkan, dan ditantang melalui komunikasi dengan orang lain; mereka muncul ketika pesan-pesan dikomunikasikan (Hecht, Collier, & Ribeau, 1993). Mempresentasikan pemikiran kita bukanlah proses yang sederhana. Apakah seseorang melihat diri kita seperti adanya? Mungkin tidak. Untuk itulah untuk memahami bagaimana gambaran ini saling berhubungan, dibutuhkan konsep avowal dan ascription. Avowal: proses di mana individu menggambarkan diri. Ascription: proses di mana orang lain memberikan atribut pada identitas individual.
Inti dari perspektif komunikasi adalah pemikiran bahwa identitas diekspresikan secara komunikatif dalam simbol inti, label, dan norma. Simbol inti merupakan kepercayaan mendasar dan konsep utama yang membedakan identitas tertentu. Label adalah sebuah kategori simbol inti. Label merupakan istilah yang digunakan untuk mengacu pada aspek tertentu dari identitas milik kita dan orang lain. Norma adalah beberapa nilai-nilai dari tingkah laku yang berhubungan/berkaitan dengan identitas tertentu.
c.       Perspektif Kritis
Melihat identitas secara lebih dinamis, sebagai akibat dari konteks yang cukup jauh dari individu. Pembentukan identitas kontekstual: pembentukan identitas dengan melihat konteks sejarah, ekonomi, politik, dan wacana. Resisting ascribed identities: ketika seseorang dihadapkan pada berbagai wacana mengenai identitas, ia itu ditarik ke dalam dorongan sosial yang memunculkan wacana tersebut. Seseorang mungkin akan menolak posisi (identitas) yang mereka berikan dan mencoba mengambil identitas lain. Sifat dinamis identitas: dorongan sosial yang membangkitkan identitas-identitas tersebut tidak pernah stabil dan selalu berubah.
2.3 Membangun Identitas Minoritas dan Mayoritas
·        Identitas Minoritas
Empat tahap dalam perkembangan identitas minoritas (Ponterotto & Pedersen, 1993).
a. Unexamined identity: tahap ini ditandai oleh kurangnya etnis yang dieksplorasi. Dalam tingkat ini, pemikiran mengenai identitas dapat datang dari orangtua ataupun teman.
b. Comformity: tahap ini ditandai oleh internalisasi nilai dan norma dari kelompok dominan dan keinginan yang kuat untuk berasimilasi ke dalam budaya yang dominan.
c. Resistance and separatism: berbagai macam peristiwa dapat memicu gerakan dari tahap tiga ini, termasuk diskriminasi atau hinaan terhadap seseorang.
d. Integration: menurut model ini, pengeluaran ideal dari proses perkembangan identitas adalah diraihnya sebuah identitas. Individu yang telah mencapai tahap ini memiliki sebuah rasa yang amat kuat terhadap kelompok identitas mereka (baik itu gender, ras, etnis, orientasi seksual, dan lain sebagainya) dan penghargaan pada kelompok budaya lainnya.
·        Identitas Mayoritas
Rita Hardiman (1994) mempresentasikan suatu model perkembangan identitas mayoritas untuk anggota kelompok dominan. Ia menguraikannya dalam lima tahap sebagai berikut:
a. Unexamined Identity: tahap pertama ini hampir sama dengan tahap pertama pada perkembangan identitas minoritas. Hanya, dalam hal ini individu harus waspada pada beberapa perbedaan fisik dan budaya. Tetapi, kewaspadaan tersebut tidak harus sampai pada tahap di mana seorang individu takut pada kelompok rasial lain atau merasa ada superioritas.
b. Acceptance: tahap kedua ini merepresentasikan internasionalisasi, sadar ataupun tidak sadar, dari sebuah ideologi rasial. Intinya adalah bahwa individu tidak waspada bahwa mereka telah diprogram untuk menerima satu pandangan yang telah mengglobal.
c. Resistance: tahap ini mempresentasikan sebuah pergantian paradigma besar.
d. Redefinition: dalam tahap ini, masyarakat mulai kembali fokus atau mengatur energi mereka pada pendefinisian ulang, yaitu menegaskan kembali makna kulit putih di dalam terminologi yang bebas rasialisme.
e. Integration: sebagai tahap akhir dari perkembangan identitas minoritas, individu kelompok mayoritas saat ini telah dapat menyatukan identitas ras mereka ke dalam semua rupa identitas mereka. Mereka tidak hanya menyadari identitas mereka sebagai sebuah ras, tetapi juga menghargai kelompok budaya lain.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa identitas budaya merupakan suatu karakter khusus yang melekat dalam suatu kebudayaan sehingga bisa dibedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain sehingga seharusnya kita mampu beradaptasi dengan budaya disekitar kita. Dalam pembentukan identitas budaya melalui tahap-tahap seperti Identitas budaya yang tak disengaja, pencarian identitas budaya, identitas budaya yang diperoleh, konformitas: internalisasi, resistensi dan separatisme serta integrasi. Identitas budaya juga dipengaruhi oleh factor Asimilasi dan Alkulturasi budaya yang dapat membuat budaya itu hilang atau tidaknya karena kebudayaan baru dan mampu menerima kebudayaan baru yang awalnya asing lambat laun mudah diterimanya.



3 komentar:

  1. Boleh minta referensi dan daftar pustakanya? Terimakasih😊

    BalasHapus
  2. Boleh minta referenai atau daftar pustakanya? Terimakasih☺

    BalasHapus
  3. Kalau boleh tau, referensinya dari mana ya? Buku atau jurnal?

    BalasHapus