BABI
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Identitas merupakan jati diri yang dimiliki seseorang yang
ia peroleh sejak lahir hingga melalui proses interaksi yang dilakukannya setiap
hari dalam kehidupannya dan kemudian membentuk suatu pola khusus yang
mendefinisikan tentang orang tersebut. Sedangkan Budaya adalah cara hidup yang
berkembang dan dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang dan diwariskan
dari generasi ke generasi. Sehingga Identitas
Budaya memiliki pengertian suatu karakter khusus yang melekat dalam suatu
kebudayaan sehingga bisa dibedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan
yang lain. Dalam Lintas Budaya, setiap orang seharusnya memahami
masing-masing budaya yang ada di sekitarnya sehingga dapat beradaptasi ketika
berada di kebudayaan yang berbeda.
Seperti Negara kita, yaitu Negara Indonesia yang memiliki budaya
yang beraneka ragam dengan berbagai suku bangsa dan adat istiadat yang dapat
membedakan antara Negara yang satu dengan yang lain karena setiap Negara juga
pasti memiliki budaya yang tidak semuanya sama dengan Indonesia . Tidak hanya
indonesia dengan negara luar tetapi kebudayaan didalam Indonesia juga sangat
beragam . Karakteristik dari budaya tersebut yang mampu membedakan antara
daerah yang satu dengan yang lain karena didalam daerah tersebut ada budaya
yang melekat yang sudah menjadi ciri dari daerah tersebut.
1.2
Rumusan
Masalah
·
Bagaiaman membentuk
identitas budaya?
·
Apa saja perspektif
dalam identitas?
·
Bagaimana membangun
identitas minoritas dan identitas mayoritas?
1.3
Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini yaitu agar kita mampu mengetahui pembentukkan
identitas budaya, perspektif dan membangun minoritas dan identitas mayoritas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Membentuk Identitas
Budaya
Dalam pengertian sederhana yang kita maksudkan dengan
identitas budaya adalah rincian karakteristik atau ciri-ciri sebuah kebudayaan
yang dimiliki oleh sekelompok orang yang kita ketahui batas-batasnya
tatkala dibandingkan dengan karekteristik atau ciri-ciri orang lain.
Kenneth Burke mengatakan bahwa menentukan identitas budaya itu sangat
tergantung pada bahasa, sebagaimana representasi bahasa menjelaskan semua
kenyataan atas semua identitas yang dirinci kemudian dibandingkan. Lisa Orr
juga menegaskan bahwa untuk mengetahui identitas orang lain – pada awal berkomunikasi
– merupakan pertanyaan yang paling sulit, apalagi kalau berkeinginan mengetahui
kebudayaan otentik dari orang itu. Mengenal identitas seseorang tidak bisa
hanya dengan sepotong-potng karena identitas budaya merupakan cultural
totalization.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa jika kita bicara
identitas maka kita hanya bicara tentang karakteristik tertentu dan
karakteristik itu merupakan penunjuk untuk mengenal kelompok lain sehingga
memudahkan kita berkomunikasi dengan mereka. Sebaliknya, jika kita bicara
tentang pola budaya maka yang kita tekankan adalah bagaimana sebuah identitas
itu terbentuk dari pandangan dan gagasan tertentu yang pada giliranya
membimbing mereka. Sehingga identitas itu bersifat statis, dan pola budaya
merupakan sesuatu yang hidup.
Identitas kebudayaan kita
dikembangkan melalui proses yang meliputi beberapa tahap:
1. Identitas budaya yang tak disengaja
Pada tahap ini, identitas budaya terbentuk secara tidak
disengaja atau tidak disadari. Anda terpengaruh oleh budaya dominan hanya
karena Anda merasa budaya milik Anda kurang akomodatif, sehingga Anda
ikut-ikutan membentuk identitas baru.
2. Pencarian Identitas Budaya
Pencarian identitas budaya meliputi sebuah proses
penanjakan, bertanya,d an uji coba atas sebuah identitas lain, di mana Anda
terus mencari dan belajar tentang itu dengan melakukan penelitian mendalam,
bertanya pada keluarga atau teman, atau bahkan melacaknya secara ilmiah.
3. Identitas Budaya yang Diperoleh
Yaitu bentuk identitas yang dirincikan oleh kejelasan dan
keyakinan terhadap penerimaan diri aAnda melalui interaksi kebudayaan sehingga
membentuk identitas Anda.
4. Konformitas: Internalisasi
Proses pembentukan juga identitas dapat diperoleh melalui
internalisasi yang membentuk konformitas. Jadi, proses internalisasi berfungsi
untuk membuat norma-norma yang Anda miliki menjadi sama dengan norma-norma yang
dominan, atau membuat norma yang Anda miliki berasimilasi ke dalam kultur
dominan.
5. Resistensi dan Separatisme
Adalah pembentukan identitas sebuah kultur dari sebuah
komunitas tertentu sebagai suatu komunitas yang berperilaku eksklusif untuk
menolak norma-norma kultur dominan.
6. Integrasi
Pembentukan dengan cara seseorang atau sekelompok orang
mengembangkan identitas baru yang merupakan hasil integrasi pelbagai budaya
dari komunitas ata masyarakat asal.
Secara
umum jenis identitas terbagi menjadi identitas sosial dan kultural, sebagaimana
yang dibahas oleh Martin dan Nakayama, meliputi:
1. Gender versus Seks: Gender
Pembicaraan tentang identitas gender akan berkaitan dengan pembedaan peran perempuan dan
laki-laki dalam pandangan kultur maupun sosial. Sebaliknya, kalau kita bicara
tentang identitas seks maka kita hanya akan berbicara tentang perbedaan
fungsi-fungsi biologis manusia berdasarkan jenis kelamin.
2. Pembentukan Makna Rasial
Cara pandang baru untuk mengidentifikasi ras lebih sebagai “complex
of sosial meaning” untuk menunjukkan manakah kategori ras (identitas) yang
asli dan ras keturunan.
3. Bounded vs. Dominant Identities
Adalah konsep yang menujukkan persepsi tentang kekhasan
sekelompok orang dengan perilaku tertentu meskipun kelompok itu bukan merupakan
kelompok dominan.
4. Kelompok ‘Whiteness’?
Dominasi ras berkulit putih yang membedakan dirinya dengan
ras lain.
5. Multirasialitas/Multikulturalitas
Di dasarkan pada sikap manusia terhadap perbedaan budaya itu
sendiri. Di mana individu dapat menjadi makelar dari kebudayaan dan menjadi
fasilitator antarbudaya.
Adapun faktor-faktor pembentuk
Identitas budaya adalah kurang lebih sebagai berikut :
a.
Kepercayaan.
Kepercayaan menjadi faktor utama dalam identitas budaya,
tanpa adanya kepercayaan yang di anut maka tidak akan terbentuk suatu identitas
budaya yang melekat pada suatu kebudayaan. Biasanya kepercayaan ini muncul dari
amanah para leluhur terdahulu yang menyakini tentang suatu kegiatan yang biasa
dilakukan oleh suatu budaya yang tentunya berbeda antara budaya satu dengan
budaya lainnya. Contohnya mempercayai tradisi pecah telur pada saat resepsi
pernikahan yang dipercaya sebagai salah satu tradisi penting masyarakat Jawa dalam
resepsi pernikahan.
b. Rasa aman.
Perasaan aman atau positif bagi penganut suatu kebudayaan
menjadi faktor terbentuknya identitas budaya, karena tanpa adanya rasa aman
dari pelaku kegiatan budaya maka tidak akan dilakukan secara terus menerus
sesuatu yang dianggapnya negatif dan tidak aman. Contohnya tidak ada kebiasaan
menyakiti sesama karena dianggap saling menyakiti adalah tidak memberikan rasa
aman bagi siapapun.
c.
Pola perilaku.
Pola perilaku juga menjadi faktor pembentuk identitas
budaya, bagaimana pola perilaku kita dimasyarakat mencerminkan identitas budaya
yang kita anut. Dalam hal ini biasa terjadinya diskriminasi terhadap
orang-orang tertentu yang berprilaku kurang baik menurut orang sekitarnya yang
pada umumnya didalam budaya orang tersebut adalah sesuatu yang wajar dilakukan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
identitas budaya maupun yang berkaitan erat dengan identitas budaya yaitu :
a. Asimilasi
budaya
Pengertian asimilasi budaya adalah
pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan
asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Suatu asimilasi ditandai oleh
usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok. Untuk mengurangi
perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan,
sikap, dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.
Hasil dari proses asimilasi yaitu
semakin tipisnya batas perbedaan antarindividu dalam suatu kelompok, atau bisa
juga batas-batas antarkelompok. Selanjutnya, individu melakukan identifikasi
diri dengan kepentingan bersama. Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan
kemauan kelompok. Demikian pula antara kelompok yang satu dengan kelompok yang
lain.
Golongan yang biasanya mengalami
proses asimilasi adalah golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas.
Dalam hal ini, kebudayaan minoritaslah yang mengubah sifat khas dari
unsur-unsur kebudayaannya, dengan tujuan menyesuaikan diri dengan kebudayaan
mayoritas; sehingga lambat laun kebudayaan minoritas tersebut kehilangan
kepribadian kebudayaannya dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas.
Faktor penghambat asimilasi budaya :
1. Kurangnya pengetahuan
tentang kebudayaan yang dihadapi.
2. Sifat takut terhadap
kekuatan dari kebudayaan lain.
3. Perasaan superioritas
pada individu-individu dari satu kebudayaan terhadap yang lain.
4. Toleransi dan simpati
yang kurang dari pihak mayoritas.
Contoh
dari asimilasi budaya adalah :
Salah satu contoh proses asimilasi
adalah program transmigrasi yang dilaksanakan di Riau pada masa pemerintahan
Orde Baru. Program transmigrasi ini tidak hanya berhasil meratakan jumlah
penduduk di berbagai pulau di Indonesia, tetapi program transmigrasi ini juga
mengakibatkan terjadinya asimilasi, terutama diwilayah Riau. Hal ini terlihat
dari banyaknya transmigran yang menghasilkan budaya baru, misalnya Jawa-Melayu,
Mandailing-Melayu, dan lain sebagainya.
b. Akulturasi
budaya
Akulturasi (acculturation atau
culture contact) adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia
dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan
asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat
laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan
hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Faktor-faktor yang menyebabkan
Akulturasi budaya sebagai proses hilangnya suatu identitas budaya adalah :
·
Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa
unsur-unsur kebudayaan asing.
·
Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan
asing untuk masuk ke dalam kebudayaan penerima terbuka lebar.
·
Sifat penerima tanpa adanya filtering dari masyarakat
Indonesia yang menyebabkan budaya asing yang negatif pun dengan sangat mudah
masuk dan menjadi budaya Indonesia sekarang.
Contoh dari Akulturasi budaya positif :
Kereta Singa Barong kota Cirebon, yang dibuat pada tahun
1549, merupakan refleksi dari persahabatan Cirebon dengan bangsa-bangsa lain.
Wajah kereta ini merupakan perwujudan tiga binatang yang digabung menjadi satu,
gajah dengan belalainya, bermahkotakan naga dan bertubuh hewan burak.
Belalai gajah merupakan persahabatan dengan India yang
beragama Hindu,kepala naga melambangkan persahabatan dengan Cina yang beragama
Buddha, dan badan burak lengkap dengan sayapnya, melambangkan persahabatan
dengan Mesir yang beragama Islam.
Contoh
dari Akulturasi budaya negatif :
Mulai masuknya budaya free sex dikalangan remaja yang
merupakan ciri khas dari beberapa budaya luar yang mulai merasuki budaya
Indonesia seiring dengan perkembangan jaman.
2.2 Perspektif dalam
Identitas
Terdapat tiga perspektif kontemporer
utama pada identitas:
a.
Perspektif social psikologis
Menekankan bahwa identitas tersebut
dibentuk sebagian oleh diri dan sebagian lagi dalam hubungannya dengan anggota
kelompok. Berdasarkan perspektif ini, diri terdiri dari berbagai banyak
identitas dan pengetahuan tentang identitas ini terikat pada budaya. Karena
itulah, bagaimana kita memahami diri sangat bergantung pada latar belakang
budaya.
Perspektif lintas budaya. Budaya
Amerika selalu menekankan pada generasi mudanya untuk mengembangkan rasa yang
kuat akan identitas, untuk mengetahui siapa diri mereka, menjadi mandiri dan
bergantung pada diri sendiri. Hal ini mencerminkan sebuah penekanan pada nilai
budaya individualisme. Akan tetapi, hal ini tentu saja tidak terjadi di negara
lain. Psikolog lintas budaya Alan Roland (1988) telah mengidentifikasikan tiga
aspek universal dari identitas yang ada di dalam semua individu: (1) identitas
individu, rasa independen ‘aku’ yang berbeda dengan yang lain; (2) identitas
keluarga, hadir dalam budaya kolektif, menekankan pada pentingnya kedekatan dan
ketergantungan emosional satu sama lain; (3) identitas spiritual, kenyataan
spiritual dalam diri manusia
b.
Perspektif Komunikasi
Dibangun di atas gagasan-gagasan
tentang pembentukan identitas yang telah disinggung sebelumnya, tetapi dalam
pengertian yang lebih dinamis. Perspektif ini menekankan bahwa identitas
dinegosiasikan, dibentuk, dikuatkan, dan ditantang melalui komunikasi dengan
orang lain; mereka muncul ketika pesan-pesan dikomunikasikan (Hecht, Collier,
& Ribeau, 1993). Mempresentasikan pemikiran kita bukanlah proses yang
sederhana. Apakah seseorang melihat diri kita seperti adanya? Mungkin tidak.
Untuk itulah untuk memahami bagaimana gambaran ini saling berhubungan,
dibutuhkan konsep avowal dan ascription. Avowal: proses di mana
individu menggambarkan diri. Ascription: proses di mana orang
lain memberikan atribut pada identitas individual.
Inti dari perspektif komunikasi
adalah pemikiran bahwa identitas diekspresikan secara komunikatif dalam simbol
inti, label, dan norma. Simbol inti merupakan kepercayaan mendasar dan konsep
utama yang membedakan identitas tertentu. Label adalah sebuah kategori simbol
inti. Label merupakan istilah yang digunakan untuk mengacu pada aspek tertentu
dari identitas milik kita dan orang lain. Norma adalah beberapa nilai-nilai
dari tingkah laku yang berhubungan/berkaitan dengan identitas tertentu.
c.
Perspektif Kritis
Melihat identitas secara lebih
dinamis, sebagai akibat dari konteks yang cukup jauh dari individu. Pembentukan
identitas kontekstual: pembentukan identitas dengan melihat konteks sejarah,
ekonomi, politik, dan wacana. Resisting ascribed identities: ketika
seseorang dihadapkan pada berbagai wacana mengenai identitas, ia itu ditarik ke
dalam dorongan sosial yang memunculkan wacana tersebut. Seseorang mungkin akan
menolak posisi (identitas) yang mereka berikan dan mencoba mengambil identitas
lain. Sifat dinamis identitas: dorongan sosial yang membangkitkan
identitas-identitas tersebut tidak pernah stabil dan selalu berubah.
2.3 Membangun Identitas
Minoritas dan Mayoritas
·
Identitas Minoritas
Empat tahap dalam perkembangan identitas minoritas (Ponterotto & Pedersen, 1993).
a. Unexamined identity: tahap ini ditandai oleh kurangnya etnis yang dieksplorasi. Dalam tingkat ini, pemikiran mengenai identitas dapat datang dari orangtua ataupun teman.
b. Comformity: tahap ini ditandai oleh internalisasi nilai dan norma dari kelompok dominan dan keinginan yang kuat untuk berasimilasi ke dalam budaya yang dominan.
c. Resistance and separatism: berbagai macam peristiwa dapat memicu gerakan dari tahap tiga ini, termasuk diskriminasi atau hinaan terhadap seseorang.
d. Integration: menurut model ini, pengeluaran ideal dari proses perkembangan identitas adalah diraihnya sebuah identitas. Individu yang telah mencapai tahap ini memiliki sebuah rasa yang amat kuat terhadap kelompok identitas mereka (baik itu gender, ras, etnis, orientasi seksual, dan lain sebagainya) dan penghargaan pada kelompok budaya lainnya.
a. Unexamined identity: tahap ini ditandai oleh kurangnya etnis yang dieksplorasi. Dalam tingkat ini, pemikiran mengenai identitas dapat datang dari orangtua ataupun teman.
b. Comformity: tahap ini ditandai oleh internalisasi nilai dan norma dari kelompok dominan dan keinginan yang kuat untuk berasimilasi ke dalam budaya yang dominan.
c. Resistance and separatism: berbagai macam peristiwa dapat memicu gerakan dari tahap tiga ini, termasuk diskriminasi atau hinaan terhadap seseorang.
d. Integration: menurut model ini, pengeluaran ideal dari proses perkembangan identitas adalah diraihnya sebuah identitas. Individu yang telah mencapai tahap ini memiliki sebuah rasa yang amat kuat terhadap kelompok identitas mereka (baik itu gender, ras, etnis, orientasi seksual, dan lain sebagainya) dan penghargaan pada kelompok budaya lainnya.
·
Identitas Mayoritas
Rita
Hardiman (1994) mempresentasikan suatu model perkembangan identitas mayoritas
untuk anggota kelompok dominan. Ia menguraikannya dalam lima tahap sebagai
berikut:
a. Unexamined Identity: tahap
pertama ini hampir sama dengan tahap pertama pada perkembangan identitas
minoritas. Hanya, dalam hal ini individu harus waspada pada beberapa perbedaan
fisik dan budaya. Tetapi, kewaspadaan tersebut tidak harus sampai pada tahap di
mana seorang individu takut pada kelompok rasial lain atau merasa ada
superioritas.
b. Acceptance: tahap kedua
ini merepresentasikan internasionalisasi, sadar ataupun tidak sadar, dari
sebuah ideologi rasial. Intinya adalah bahwa individu tidak waspada bahwa
mereka telah diprogram untuk menerima satu pandangan yang telah mengglobal.
c. Resistance: tahap ini
mempresentasikan sebuah pergantian paradigma besar.
d. Redefinition: dalam tahap
ini, masyarakat mulai kembali fokus atau mengatur energi mereka pada
pendefinisian ulang, yaitu menegaskan kembali makna kulit putih di dalam
terminologi yang bebas rasialisme.
e. Integration: sebagai tahap
akhir dari perkembangan identitas minoritas, individu kelompok mayoritas saat
ini telah dapat menyatukan identitas ras mereka ke dalam semua rupa identitas
mereka. Mereka tidak hanya menyadari identitas mereka sebagai sebuah ras,
tetapi juga menghargai kelompok budaya lain.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dapat
disimpulkan bahwa identitas budaya merupakan suatu
karakter khusus yang melekat dalam suatu kebudayaan sehingga bisa dibedakan
antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain sehingga seharusnya kita
mampu beradaptasi dengan budaya disekitar kita. Dalam pembentukan identitas
budaya melalui tahap-tahap seperti Identitas budaya yang tak disengaja, pencarian identitas
budaya, identitas budaya yang diperoleh, konformitas: internalisasi, resistensi
dan separatisme serta integrasi. Identitas budaya juga dipengaruhi oleh factor
Asimilasi dan Alkulturasi budaya yang dapat membuat budaya itu hilang atau
tidaknya karena kebudayaan baru dan mampu menerima kebudayaan baru yang awalnya
asing lambat laun mudah diterimanya.
Boleh minta referensi dan daftar pustakanya? Terimakasih😊
BalasHapusBoleh minta referenai atau daftar pustakanya? Terimakasih☺
BalasHapusKalau boleh tau, referensinya dari mana ya? Buku atau jurnal?
BalasHapus