Rabu, 25 Januari 2017

MAKALAH APBD




BAB I
PENDAHULUAN


A.  LATAR BELAKANG
APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Suatu daerah tidak akan dapat menjalankan kegiatan pemerintahan tanpa adanya anggaran, oleh karena itu setiap tahunnya APBD ditetapkan guna meningkatkan efektifitas dan efisiensi perekonomian daerah berdasarkan fungsi alokasi APBD.
APBD merupakan kependekan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. APBD adalah anggaran pendapatan dan belanja daerah setiap tahun yang telah disetujui oleh anggota DPRD (Dewan perwakilan Rakyat Daerah). Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiayaan Daerah. Struktur APBD tersebut diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan dan organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

B.  RUMUSAN MASALAH
Beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah Manajemen Keuangan Daerah “APBD” adalah:
1.      Apakah yang dimaksud dengan APBD ?
2.      Apa fungsi APBD ?
3.      Apa Tujuan APBD ?
4.      Bagaimana Prinsip – prinsip APBD ?
5.      Apa Dasar Hukum APBD ?
6.      Apa kebijakan APBD ?
7.      Darimana sumber pendapatan daerah ?
8.      Apa saja pengeluaran daerah ?
9.      Bagaimana proses penyusunan APBD ?
10. Bagaimana proses penetapan APBD?

C.  TUJUAN
Adapun tujuan yang diharapkan dalam pembahasan rumusan masalah di atas antara lain:
1.      Memahami pengertian dari APBD.
2.      Mengetahui fungsi APBD.
3.      Mengetahui tujuan APBD.
4.      Mengetahui prinsip – prinsip APBD.
5.      Mengetahui dasar hukum APBD.
6.      Memahami kebijakan APBD.
7.      Mengetahui sumber pendapatan Daerah.
8.      Mengetahui pengeluaran daerah.
9.      Mengetahui proses penyusunan APBD.
10.  Mengetahui proses penetapan APBD.



BAB II
PEMBAHASAN


A.  PENGERTIAN APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara).
Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.
APBD terdiri dari anggaran pendapatan dan pembiayaan, pendapatan terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus, kemudian pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat. Pembiayaan yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

B.  FUNGSI-FUNGSI APBD
Fungsi APBD jika ditinjau dari kebijakan fiskal yaitu:
1.      Fungsi otorisasi yaitu bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2.      Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3.      Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4.      Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/ mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5.      Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6.      Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

C.  TUJUAN APBD
Setiap tahun pemerintah daerah menyusun APBD. Tujuan penyusunan APBD adalah sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan daerah agar terjadi keseimbangan yang dinamis, dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan di daerah demi tercapainya peningkatan produksi, peningkatan kesempatan kerja, dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
Pada akhirnya, semua itu ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur, baik material maupun spiritual bedasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta untuk mengatur pembelanjaan daerah dan penerimaan daerah agar tercapai kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi daerah secara merata.

D.  PRINSIP-PRINSIP APBD
Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah yang berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana bunyi penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :
1.      Kesatuan, azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2.      Universalitas, azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
3.      Tahunan, azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu.
4.      Spesialitas, azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya.
5.      Akrual, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada kas.
6.      Kas, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke kas daerah.

E. DASAR-DASAR HUKUM APBD
Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas berbantuan sesuai dengan:
·           Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah atau yang baru Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,
·           Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang disingkat APBD,
·           Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, dan
·           Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

F.   KEBIJAKAN APBD
Kebijakan Umum Anggaran (KUA)  menjadi acuan dalam perencanaan operasional anggaran. Kebijakan anggaran berkaitan dengan analisa fiskal sedangakan operasional anggaran berkaitan dengan sumber daya.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No 22 Tahun 2011 KUA mencakup hal-hal yang sifatnya kebijakan umum dan tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang sifatnya kebijakan umum, seperti:
a.       Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk perkembangan indikator ekonomi makro daerah;
b.      Asumsi dasar penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran termasuk laju inflasi, pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi daerah;
c.      Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencanasumber dan besaran pendapatan daerah untuk tahun anggaran  serta strategi pencapaiannya;
d.     Kebijakan belanja daerah yang mencerminkanprogram dan langkah kebijakan dalam upaya peningkatan pembangunan daerah yang merupakan manifestasi dari sinkronisasi kebijakan antara pemerintah daerah dan pemerintah serta strategi pencapaiannya;
e.      Kebijakan pembiayaanyang menggambarkan sisi defisit dan surplus anggaran daerah sebagai antisipasi terhadap kondisi pembiayaan daerah dalam rangka menyikapi tuntutan pembangunan daerah serta strategi pencapaiannya. (Peraturan Menteri Dalam Negeri No 22 th 2011).

G.  SUMBER PENERIMAAN APBD
Sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri dari :
a.       Pendapatan asli daerah (PAD).
Adalah penerimaan yang diperoleh dari pungutan-pungutan daerah berupa :
1.      Pajak daerah.
2.      Retribusi daerah.
3.      Hasil pengolahan kekayaan daerah.
4.      Keuntungan dari perusahaan-perusahaan milik daerah.
5.      Lain-lain PAD.
b.      Dana perimbangan.
Adalah dana yang dialokasikan dari APBN untuk daerah sebagai pengeluaran pemerintah pusat untuk belanja daerah, yang meliputi :
·           Dana bagi hasil
Yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah sebagai hasil dari pengelolaan sumber daya alam didaerah oleh pemerintah pusat.
·           Dana alokasi umum.
Yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan sebagai wujud dari pemerataan kemampuan keuangan antara daerah.
·           Dana alokasi khusus.
Yaitu dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus daerah yang disesuaikan dengan prioritas nasional.
c.       Pinjaman daerah.
d.      Penerimaan lain-lain yang sah, berupa:
1.     Penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro dan pendapatan bunga.
2.     Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
3.     Komisi, penjualan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan pengadaan barang atau jasa oleh daerah.

H.  BELANJA DAERAH.
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Pasal 26 dan 27 dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah tidak merinci tentang klasifikasi belanja menurut urusan wajib, urusan pilihan, dan klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja. Sedangkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 31 ayat (1), memberikan secara rinci klasifikasi belanja daerah berdasarkan urusan wajib, urusan pilihan atau klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja.


1.    Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Wajib
Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 32 ayat (2), klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup:
1.      Pendidikan
2.      Kesehatan
3.      Pekerjaan Umum
4.      Perumahan Rakyat
5.      Penataan Ruang
6.      Perencanaan Pembangunan
7.      Perhubungan
8.      Lingkungan Hidup
9.      Kependudukan dan Catatan Sipil
10.  Pemberdayaan Perempuan
11.  Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
12.  Sosial
13.  Tenaga Kerja
14.  Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
15.  Penanaman Modal
16.  Kebudayaan
17.  Pemuda dan Olah Raga
18.  Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
19.  Pemerintahan Umum
20.  Kepegawaian
21.  Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
22.  Statistik
23.  Arsip, dan
24.  Komunikasi dan Informatika.

2. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pilihan.
1.      Pertanian
2.      Kehutanan
3.      Energi dan Sumber Daya Mineral
4.      Pariwisata
5.      Kelautan dan Perikanan
6.      Perdagangan
7.      Perindustrian dan
8.      Transmigrasi.

3.    Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pemerintahan, Organisasi, Fungsi, Program dan Kegiatan, serta Jenis Belanja.
Belanja daerah tersebut mencakup :
a.    Belanja Tidak Langsung, meliputi :
·      Belanja Pegawai
Digunakan untuk menganggarkan belanja penghasilan pimpinan dan anggota DPRD, gaji pokok dan tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah serta gaji pokok dan tunjangan pegawai negeri sipil, tambahan penghasilan, serta honor atas pelaksanaan kegiatan.
·      Bunga
Digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
·      Subsidi
Digunakan untuk menganggarkan subsidi kepada masyarakat melalui lembaga tertentu yang telah diaudit, dalam rangka mendukung kemampuan daya beli masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Lembaga penerima belanja subsidi wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana subsidi kepada kepala daerah.
·      Hibah
Untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pihak-pihak tertentu yang tidak mengikat/tidak secara terus menerus yang terlebih dahulu dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara pemerintah daerah dengan penerima hibah, dalam rangka peningkatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan di daerah, peningkatan pelayanan kepada masyarakat, peningkatan layanan dasar umum, peningkatan partisipasi dalam rangka penyelenggaraan pembangunan daerah.
·      Bantuan Sosial
Untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang tidak secara terus menerus/berulang dan selektif untuk memenuhi instrumen keadilan dan pemerataan yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat termasuk bantuan untuk PARPOL.
·      Belanja Bagi Hasil
Untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi yang dibagihasilkan kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota yang dibagihasilkan kepada pemerintahan desa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
·      Bantuan Keuangan
Untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.
·      Belanja Tak Terduga
Untuk menganggarka belanja atas kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.




b.      Belanja Langsung, meliputi :
·      Belanja Pegawai
Digunakan untuk menganggarkan belanja penghasilan pimpinan dan anggota DPRD, gaji pokok dan tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah serta gaji pokok dan tunjangan pegawai negeri sipil, tambahan penghasilan, serta honor atas pelaksanaan kegiatan.
·      Belanja Barang dan Jasa
Digunakan untuk menganggarkan belanja barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan.
·      Belanja Modal
Digunakan untuk menganggarkan belanja yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaatnya lebih dari 12 (duabelas) bulan.
Honorarium panitia dalam rangka pengadaan dan administrasi pembelian atau pembangunan untuk memperoleh aset dianggarkan dalam belanja pegawai dan belanja barang dan jasa.

I. PROSES PENYUSUNAN APBD DAN PERUBAHAN APBD
1.  Siklus Anggaran
APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pemerintah melaksanakan kegiatan keuangan dalam siklus pengelolaan anggaran yang secara garis besar terdiri dari:
a.         Penyusunan dan Penetapan APBD;
b.        Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD;
c.         Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBD.
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian atas tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan dianggarkan secara bruto dalam APBD.

2.     Penyusunan Rancangan APBD
Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan dana dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu diperhatikan kesesuaian antara kewenangan pemerintahan dan sumber pendanaannya. Pengaturan kesesuaian kewenangan dengan pendanaannya adalah sebagai berikut:
a.      Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban APBD.
b.     Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah didanai dari dan atas beban APBN.
c.      Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya dilimpahkan kepada kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas beban APBD provinsi.
d.     Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang penugasannya dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD kabupaten/kota.
Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam APBD. Penganggaran penerimaan dan pengeluaran APBD harus memiliki dasar hukum penganggaran. Anggaran belanja daerah diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
a.         Rencana Kerja Pemerintahan Daerah.
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Karena itu kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Pusat.
RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Secara khusus, kewajiban daerah mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran berkenaan. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
b.        Kebijakan Umum APBD
Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah daerah perlu menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD.
Kepala daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri tersebut memuat antara lain:
·      pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah daerah;
·      prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan;
·      teknis penyusunan APBD; dan
·      hal-hal khusus lainnya.
Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya. Program-program diselaraskan dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan asumsi yang mendasari adalah pertimbangan atas perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah. Rancangan KUA yang telah disusun, disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada kepala daerah, paling lambat pada awal bulan Juni.
Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan KUA yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan.
c.         Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Rancangan PPAS tersebut disusun dengan tahapan sebagai berikut :
·      menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;
·      menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan
·      menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.
Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPAS paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.
KUA serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. Dalam hal kepala daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani nota kepakatan KUA dan PPAS. Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota kepakatan KUA dan PPAS dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.
d.        Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD mencakup:
·      PPAS  yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan pembiayaan;
·      sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
·      batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;
·      hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja; dan
·      dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKASKPD, analisis standar belanja dan standar satuan harga.
Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA¬SKPD diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan. Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-SKPD, kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.
RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju. Prakiraan maju tersebut berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan.
Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh proses perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran. Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk masing-masing program dan kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD juga memuat informasi tentang urusan pemerintahan daerah, organisasi, standar biaya, prestasi kerja yang akan dicapai dari program dan kegiatan.RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.
e.         Penyiapan Raperda APBD
Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD dilakukan pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.
Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan penyempurnaan. RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan daerah tentang APBD dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
·     ringkasan APBD;
·     ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
·     rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan, belanja dan pembiayaan;
·     rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan;
·     rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
·     daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
·     daftar piutang daerah;
·     daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
·     daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
·     daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
·     daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
·     daftar dana cadangan daerah; dan
·     daftar pinjaman daerah.
Bersamaan dengan penyusunan rancangan Perda APBD, disusun rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
·        ringkasan penjabaran APBD;
·        penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib memuat penjelasan sebagai berikut:
·      untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang direncanakan, tarif pungutan/harga;
·      untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga satuan, lokasi kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan;
·      untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan.
Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan kepada kepala daerah. Selanjutnya rancangan peraturan daerah tentang APBD sebelum disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan. Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.
f.          Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan nota keuangan. Penetapan agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD untuk mendapatkan persetujuan bersama, disesuaikan dengan tata tertib DPRD masing-masing daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut berpedoman pada KUA, serta PPA yang telah disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Dalam hal DPRD memerlukan tambahan penjelasan terkait dengan pembahasan program dan kegiatan tertentu, dapat meminta RKA-SKPD berkenaan kepada kepala daerah.
Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran berkenaan, tidak menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD, maka kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan. Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan tersebut, diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib. Belanja yang bersifat mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa. Sedangkan Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan dan/atau melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari gubernur bagi kabupaten/kota. Sedangkan pengesahan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan dengan keputusan gubernur bagi kabupaten/kota.
g.         Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi. Penyampaian rancangan disertai dengan:
o  Persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD;
o  KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;
o  Risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD; dan
o  Nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang DPRD.
Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh Kabupaten/Kota bersangkutan. Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi, Gubernur dapat mengundang pejabat pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang terkait.
Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi atas rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota.
Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya. Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna pengambilan keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.
h.         Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah yang menetapkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD kepada gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
i.           Perubahan APBD
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
o  perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
o  keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
o  keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan;
o  keadaan darurat; dan
o  keadaan luar biasa.

J.    PENETAPAN APBD
Penetapan anggaran merupakan tahapan yang dimulai ketika pihak eksekutif menyerahkan usulan anggaran kepada pihak legislatif, selanjutnya DPRD akan melakukan pembahasan untuk beberapa waktu. Selama masa pembahasan akan terjadi diskusi antara pihak Panitia Anggaran Legislatif dengan Tim Anggaran Eksekutif dimana pada kesempatan ini pihak legislatif berkesempatan untuk menanyakan dasar-dasar kebijakan eksekutif dalam membahas usulan anggaran tersebut.
Penetapan APBD dilaksanakan dengan melalui tiga tahap sebagai berikut:
1.    Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang APBD
Menurut ketentuan dari Pasal 104 Permendagri No. 13 Tahun 2006, Raperda beserta lampiran-lampirannya yang telah disusun dan disosialisasikan kepada masyarakat untuk selanjutnya disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun anggaran yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama ini harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dimulai. Atas dasar persetujuan bersama tersebut, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD yang harus disertai dengan nota keuangan. Raperda APBD tersebut antara lain memuat rencana pengeluaran yang telah disepakati bersama. Raperda APBD ini baru dapat dilaksanakan oleh pemerintahan kabupaten/kota setelah mendapat pengesahan dari Gubernur terkait.
2.    Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Raperda APBD pemerintahan kabupaten/kota yang telah disetujui dan rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati.Walikota harus disampaikan kepada Gubernur untuk di-evaluasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja. Evaluasi ini bertujuan demi tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD kabupaten/kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya. Hasil evaluasi ini sudah harus dituangkan dalam keputusan gubernur dan disampaikan kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanaya Raperda APBD tersebut.
3.    Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Tahapan terakhir inidilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Setelah itu Perda dan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD ini disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur terkait paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal ditetapkan.
a)    Peraturan Yang Mengatur Tentang Penetapan APBD
Prosedur tentang penetapan APBD diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU 17/2003) dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (PP 58/2005) sebagai berikut:
1.     APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah (Pasal 16 (1) UU 17/2003).
2.     Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. (Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (PP 58/2005)
3.     Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember (Pasal 19 PP 58/2005).
4.     Kepala daerah menyampaikan rancangan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan. Rancangan kebijakan umum APBD yang telah dibahas kepala daerah bersama DPRD dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD (Pasal 34 ayat (2) dan (3) PP 58/2005).
5.     Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran sebelumnya (Pasal 35 ayat (1) dan (2) PP 58/2005).
6.     Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya (Pasal 20 (1) UU 17/2003 dan Pasal 43 PP 58/2005).
7.      Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan (Pasal 20 (4) UU 17/2003 dan Pasal 45 PP 58/2005).
8.     Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya (Pasal 20 (6) UU 17/2003 dan Pasal 46 PP 58/2005).








BAB III
PENUTUP


A.  KESIMPULAN
APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:
1.        Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah adalah hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
2.        Belanja Daerah
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.
3.        Pembiayaan Daerah
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan Daerah menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 59 terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah.

B.  SARAN
Dengan makalah ini penulis berharap agar pembaca dapat memahami secara detail tentang Anggaran  Pendapatan dan Belanja Negara (APBD). Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca. Penulis juga mengharapkan kritik yang membangun agar penulis bisa lebih baik lagi.

1 komentar: