BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan
peraturan daerah. Suatu daerah tidak akan dapat menjalankan kegiatan pemerintahan
tanpa adanya anggaran, oleh karena itu setiap tahunnya APBD ditetapkan guna
meningkatkan efektifitas dan efisiensi perekonomian daerah berdasarkan fungsi
alokasi APBD.
APBD merupakan kependekan dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. APBD adalah anggaran pendapatan dan
belanja daerah setiap tahun yang telah disetujui oleh anggota DPRD (Dewan
perwakilan Rakyat Daerah). Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari Pendapatan
Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiayaan Daerah. Struktur APBD tersebut
diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan dan organisasi yang bertanggung
jawab melaksanakan urusan pemerintahan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
B. RUMUSAN MASALAH
Beberapa rumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah Manajemen Keuangan Daerah “APBD” adalah:
1.
Apakah yang
dimaksud dengan APBD ?
2.
Apa fungsi
APBD ?
3.
Apa Tujuan
APBD ?
4.
Bagaimana
Prinsip – prinsip APBD ?
5.
Apa Dasar Hukum
APBD ?
6.
Apa
kebijakan APBD ?
7.
Darimana
sumber pendapatan daerah ?
8.
Apa saja
pengeluaran daerah ?
9.
Bagaimana
proses penyusunan APBD ?
10. Bagaimana proses penetapan APBD?
C. TUJUAN
Adapun tujuan yang diharapkan dalam
pembahasan rumusan masalah di atas antara lain:
1.
Memahami
pengertian dari APBD.
2.
Mengetahui
fungsi APBD.
3.
Mengetahui
tujuan APBD.
4.
Mengetahui
prinsip – prinsip APBD.
5.
Mengetahui
dasar hukum APBD.
6.
Memahami
kebijakan APBD.
7.
Mengetahui
sumber pendapatan Daerah.
8.
Mengetahui
pengeluaran daerah.
9.
Mengetahui
proses penyusunan APBD.
10. Mengetahui
proses penetapan APBD.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17
Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara).
Semua Penerimaan Daerah dan
Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan
pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas
desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan
pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan
keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan
semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan
Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian
pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan
dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD
menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan
keuangan daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan
tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember
tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan
keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan
kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil
kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan.
Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur
secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan
dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan
dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk
setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah
anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung
dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap
pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD
apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai
pengeluaran tersebut.
APBD terdiri dari anggaran pendapatan dan pembiayaan,
pendapatan terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang
meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah,
dan penerimaan lain-lain. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus, kemudian pendapatan yang sah seperti dana hibah atau
dana darurat. Pembiayaan yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
B. FUNGSI-FUNGSI APBD
Fungsi APBD jika ditinjau dari kebijakan
fiskal yaitu:
1.
Fungsi
otorisasi yaitu bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan
pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2.
Fungsi
perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen
dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3.
Fungsi
pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai
apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan.
4.
Fungsi
alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan
lapangan kerja/ mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5.
Fungsi
distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan
rasa keadilan dan kepatutan.
6.
Fungsi
stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
C. TUJUAN APBD
Setiap tahun pemerintah daerah
menyusun APBD. Tujuan penyusunan APBD adalah sebagai pedoman pengeluaran dan
penerimaan daerah agar terjadi keseimbangan yang dinamis, dalam rangka
melaksanakan kegiatan-kegiatan di daerah demi tercapainya peningkatan produksi,
peningkatan kesempatan kerja, dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
Pada akhirnya, semua itu ditujukan
untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur, baik material maupun spiritual
bedasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta untuk mengatur pembelanjaan daerah dan
penerimaan daerah agar tercapai kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi daerah
secara merata.
D. PRINSIP-PRINSIP APBD
Prinsip-prinsip dasar (azas) yang
berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah yang berlaku juga dalam
pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana bunyi penjelasan dalam Undang
Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :
1.
Kesatuan,
azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan
dalam satu dokumen anggaran.
2.
Universalitas,
azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh
dalam dokumen anggaran.
3.
Tahunan,
azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu.
4.
Spesialitas,
azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas
peruntukannya.
5.
Akrual, azas
ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran yang
seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang
seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada
kas.
6.
Kas, azas
ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi
pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke kas daerah.
E.
DASAR-DASAR HUKUM APBD
Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas berbantuan sesuai dengan:
·
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah atau yang baru Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah,
·
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah yang disingkat APBD,
·
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan
Negara, dan
·
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara
F. KEBIJAKAN APBD
Kebijakan Umum Anggaran (KUA)
menjadi acuan dalam perencanaan operasional anggaran. Kebijakan anggaran
berkaitan dengan analisa fiskal sedangakan operasional anggaran berkaitan
dengan sumber daya.
Menurut Peraturan Menteri Dalam
Negeri No 22 Tahun 2011 KUA mencakup hal-hal yang sifatnya kebijakan umum dan
tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang sifatnya kebijakan
umum, seperti:
a.
Gambaran
kondisi ekonomi makro termasuk perkembangan indikator ekonomi makro daerah;
b.
Asumsi dasar
penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran termasuk laju inflasi, pertumbuhan
PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi daerah;
c. Kebijakan
pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencanasumber dan besaran
pendapatan daerah untuk tahun anggaran serta strategi pencapaiannya;
d. Kebijakan
belanja daerah yang mencerminkanprogram dan langkah kebijakan dalam upaya
peningkatan pembangunan daerah yang merupakan manifestasi dari sinkronisasi
kebijakan antara pemerintah daerah dan pemerintah serta strategi pencapaiannya;
e. Kebijakan
pembiayaanyang menggambarkan sisi defisit dan surplus anggaran daerah sebagai
antisipasi terhadap kondisi pembiayaan daerah dalam rangka menyikapi tuntutan
pembangunan daerah serta strategi pencapaiannya. (Peraturan Menteri Dalam
Negeri No 22 th 2011).
G. SUMBER PENERIMAAN APBD
Sumber-sumber penerimaan daerah
dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri dari :
a.
Pendapatan
asli daerah (PAD).
Adalah penerimaan yang diperoleh dari pungutan-pungutan daerah berupa :
1. Pajak
daerah.
2. Retribusi
daerah.
3. Hasil
pengolahan kekayaan daerah.
4. Keuntungan
dari perusahaan-perusahaan milik daerah.
5. Lain-lain
PAD.
b.
Dana
perimbangan.
Adalah dana yang dialokasikan dari APBN untuk daerah sebagai pengeluaran
pemerintah pusat untuk belanja daerah, yang meliputi :
·
Dana bagi hasil
Yaitu dana yang berasal dari APBN
yang dialokasikan kepada daerah sebagai hasil dari pengelolaan sumber daya alam
didaerah oleh pemerintah pusat.
·
Dana alokasi umum.
Yaitu dana yang berasal dari APBN
yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan sebagai wujud dari pemerataan
kemampuan keuangan antara daerah.
·
Dana alokasi khusus.
Yaitu dana yang bersumber dari APBN
yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan
khusus daerah yang disesuaikan dengan prioritas nasional.
c.
Pinjaman
daerah.
d.
Penerimaan
lain-lain yang sah, berupa:
1. Penjualan
kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro dan pendapatan bunga.
2. Keuntungan
selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
3. Komisi,
penjualan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan pengadaan
barang atau jasa oleh daerah.
H. BELANJA DAERAH.
Belanja daerah meliputi semua
pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana,
yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Pasal 26 dan 27 dari Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah tidak
merinci tentang klasifikasi belanja menurut urusan wajib, urusan pilihan, dan
klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja.
Sedangkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 31 ayat (1), memberikan secara
rinci klasifikasi belanja daerah berdasarkan urusan wajib, urusan
pilihan atau klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program kegiatan,
serta jenis belanja.
1. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Wajib
Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun
2006 Pasal 32 ayat (2), klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup:
1. Pendidikan
2. Kesehatan
3. Pekerjaan
Umum
4. Perumahan
Rakyat
5. Penataan
Ruang
6. Perencanaan
Pembangunan
7. Perhubungan
8. Lingkungan
Hidup
9. Kependudukan
dan Catatan Sipil
10. Pemberdayaan
Perempuan
11. Keluarga
Berencana dan Keluarga Sejahtera
12. Sosial
13. Tenaga Kerja
14. Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah
15. Penanaman
Modal
16. Kebudayaan
17. Pemuda dan
Olah Raga
18. Kesatuan
Bangsa dan Politik Dalam Negeri
19. Pemerintahan
Umum
20. Kepegawaian
21. Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa
22. Statistik
23. Arsip, dan
24. Komunikasi
dan Informatika.
2. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pilihan.
1. Pertanian
2. Kehutanan
3. Energi dan
Sumber Daya Mineral
4. Pariwisata
5. Kelautan dan
Perikanan
6. Perdagangan
7. Perindustrian
dan
8. Transmigrasi.
3.
Klasifikasi Belanja Menurut
Urusan Pemerintahan, Organisasi, Fungsi, Program dan Kegiatan, serta Jenis
Belanja.
Belanja daerah tersebut mencakup :
a.
Belanja Tidak Langsung, meliputi :
·
Belanja Pegawai
Digunakan
untuk menganggarkan belanja penghasilan pimpinan dan anggota DPRD, gaji pokok
dan tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah serta gaji pokok dan
tunjangan pegawai negeri sipil, tambahan penghasilan, serta honor atas
pelaksanaan kegiatan.
·
Bunga
Digunakan
untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang
(principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek,
jangka menengah, dan jangka panjang.
·
Subsidi
Digunakan
untuk menganggarkan subsidi kepada masyarakat melalui lembaga tertentu yang
telah diaudit, dalam rangka mendukung kemampuan daya beli masyarakat untuk
meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Lembaga penerima
belanja subsidi wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana
subsidi kepada kepala daerah.
·
Hibah
Untuk
menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada
pihak-pihak tertentu yang tidak mengikat/tidak secara terus menerus yang
terlebih dahulu dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara pemerintah
daerah dengan penerima hibah, dalam rangka peningkatan penyelenggaraan fungsi
pemerintahan di daerah, peningkatan pelayanan kepada masyarakat, peningkatan
layanan dasar umum, peningkatan partisipasi dalam rangka penyelenggaraan
pembangunan daerah.
·
Bantuan Sosial
Untuk
menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada
masyarakat yang tidak secara terus menerus/berulang dan selektif untuk memenuhi
instrumen keadilan dan pemerataan yang bertujuan untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat termasuk bantuan untuk PARPOL.
·
Belanja Bagi Hasil
Untuk
menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi yang
dibagihasilkan kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota yang
dibagihasilkan kepada pemerintahan desa sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
·
Bantuan Keuangan
Untuk
menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi
kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya
atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah
daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.
·
Belanja Tak Terduga
Untuk
menganggarka belanja atas kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak
diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang
tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan
daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.
b.
Belanja Langsung, meliputi :
·
Belanja Pegawai
Digunakan
untuk menganggarkan belanja penghasilan pimpinan dan anggota DPRD, gaji pokok
dan tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah serta gaji pokok dan
tunjangan pegawai negeri sipil, tambahan penghasilan, serta honor atas
pelaksanaan kegiatan.
·
Belanja Barang dan Jasa
Digunakan
untuk menganggarkan belanja barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12
(duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan
kegiatan.
·
Belanja Modal
Digunakan
untuk menganggarkan belanja yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan
dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang
mempunyai nilai manfaatnya lebih dari 12 (duabelas) bulan.
Honorarium
panitia dalam rangka pengadaan dan administrasi pembelian atau pembangunan
untuk memperoleh aset dianggarkan dalam belanja pegawai dan belanja barang dan
jasa.
I. PROSES PENYUSUNAN APBD DAN PERUBAHAN APBD
1. Siklus Anggaran
APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Dalam pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan, pemerintah melaksanakan kegiatan keuangan dalam siklus
pengelolaan anggaran yang secara garis besar terdiri dari:
a.
Penyusunan dan Penetapan APBD;
b.
Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD;
c.
Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBD.
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja
Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk
tercapainya tujuan bernegara. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran
harus didukung dengan adanya kepastian atas tersedianya penerimaan dalam jumlah
yang cukup. Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dianggarkan dalam
APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan
dianggarkan secara bruto dalam APBD.
2.
Penyusunan
Rancangan APBD
Pemerintah
Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan dana dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu diperhatikan kesesuaian antara
kewenangan pemerintahan dan sumber pendanaannya. Pengaturan kesesuaian
kewenangan dengan pendanaannya adalah sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban
APBD.
b. Penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah didanai
dari dan atas beban APBN.
c. Penyelenggaraan
urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya dilimpahkan kepada
kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas beban APBD provinsi.
d. Penyelenggaraan
urusan pemerintahan kabupaten/kota yang penugasannya dilimpahkan kepada desa,
didanai dari dan atas beban APBD kabupaten/kota.
Seluruh
penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam bentuk uang, barang
dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam APBD.
Penganggaran penerimaan dan pengeluaran APBD harus memiliki dasar hukum
penganggaran. Anggaran belanja daerah diprioritaskan untuk melaksanakan
kewajiban pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
a.
Rencana Kerja Pemerintahan Daerah.
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja
Pemerintah Daerah. Karena itu kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah
penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Pemerintah daerah menyusun
RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu)
tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Pusat.
RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi
daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur
dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah
daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Secara khusus,
kewajiban daerah mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan minimal
yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. RKPD disusun untuk
menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan. Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir
bulan Mei sebelum tahun anggaran berkenaan. RKPD ditetapkan dengan peraturan
kepala daerah.
b.
Kebijakan Umum APBD
Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan,
Pemerintah daerah perlu menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan
Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD.
Kepala daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD
dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun.
Pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri tersebut memuat
antara lain:
· pokok-pokok
kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah
daerah;
· prinsip dan
kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan;
· teknis
penyusunan APBD; dan
· hal-hal
khusus lainnya.
Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang
terukur dari program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah
untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi
pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan
yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya. Program-program diselaraskan
dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan
asumsi yang mendasari adalah pertimbangan atas perkembangan ekonomi makro dan
perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu
oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris
daerah. Rancangan KUA yang telah disusun, disampaikan oleh sekretaris daerah
selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada kepala daerah, paling
lambat pada awal bulan Juni.
Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD
paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas
dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. Pembahasan
dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan KUA yang telah
dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli
tahun anggaran berjalan.
c.
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati,
pemerintah daerah menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
(PPAS). Rancangan PPAS tersebut disusun dengan tahapan sebagai berikut :
· menentukan
skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;
· menentukan
urutan program untuk masing-masing urusan; dan
· menyusun
plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.
Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun
kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran
berjalan. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD.
Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPAS paling
lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.
KUA serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing
dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala
daerah dengan pimpinan DPRD. Dalam hal kepala daerah berhalangan, yang
bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani
nota kepakatan KUA dan PPAS. Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap,
penandatanganan nota kepakatan KUA dan PPAS dilakukan oleh pejabat yang
ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.
d.
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS,
TAPD menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan
RKA SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Rancangan surat
edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD mencakup:
· PPAS
yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan
pembiayaan;
· sinkronisasi
program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan
standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
· batas waktu
penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;
· hal-hal
lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan
prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan
akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja; dan
· dokumen
sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKASKPD,
analisis standar belanja dan standar satuan harga.
Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan
RKA¬SKPD diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan.
Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-SKPD, kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.
RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan
kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan
penganggaran berdasarkan prestasi kerja. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka
menengah daerah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju. Prakiraan maju
tersebut berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang
direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang
direncanakan.
Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan
memadukan seluruh proses perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja, dan
pembiayaan di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan
anggaran. Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari
kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam
pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, rencana belanja
untuk masing-masing program dan kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun
yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, dan
pembiayaan serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD juga memuat
informasi tentang urusan pemerintahan daerah, organisasi, standar biaya,
prestasi kerja yang akan dicapai dari program dan kegiatan.RKA-SKPD yang telah
disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.
e.
Penyiapan Raperda APBD
Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun
oleh SKPD dilakukan pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh
TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA,
prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen
perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran
kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan
minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.
Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat
ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan penyempurnaan. RKA-SKPD yang telah
disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan
rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan daerah tentang APBD dilengkapi
dengan lampiran yang terdiri dari:
· ringkasan
APBD;
· ringkasan
APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
· rincian APBD
menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan, belanja dan
pembiayaan;
· rekapitulasi
belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan;
· rekapitulasi
belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan
fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
· daftar
jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
· daftar
piutang daerah;
· daftar
penyertaan modal (investasi) daerah;
· daftar
perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
· daftar
perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
· daftar
kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan
dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
· daftar dana
cadangan daerah; dan
· daftar
pinjaman daerah.
Bersamaan dengan penyusunan rancangan Perda APBD,
disusun rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan
peraturan kepala daerah tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
·
ringkasan penjabaran APBD;
·
penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah,
organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek
pendapatan, belanja dan pembiayaan.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD wajib memuat penjelasan sebagai berikut:
· untuk
pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang direncanakan, tarif
pungutan/harga;
· untuk
belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga satuan, lokasi
kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan;
· untuk
pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan pembiayaan dan
tujuan pengeluaran pembiayaan.
Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah
disusun oleh PPKD disampaikan kepada kepala daerah. Selanjutnya rancangan
peraturan daerah tentang APBD sebelum disampaikan kepada DPRD disosialisasikan
kepada masyarakat. Sosialisasi rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut
bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah
serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan.
Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh sekretaris
daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.
f.
Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah
tentang APBD beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama
bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk
mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala
daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1
(satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut
disertai dengan nota keuangan. Penetapan agenda pembahasan rancangan peraturan
daerah tentang APBD untuk mendapatkan persetujuan bersama, disesuaikan dengan
tata tertib DPRD masing-masing daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah
tersebut berpedoman pada KUA, serta PPA yang telah disepakati bersama antara
pemerintah daerah dan DPRD. Dalam hal DPRD memerlukan tambahan penjelasan
terkait dengan pembahasan program dan kegiatan tertentu, dapat meminta RKA-SKPD
berkenaan kepada kepala daerah.
Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun
anggaran berkenaan, tidak menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah
terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD, maka kepala daerah
melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran
sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan. Pengeluaran
setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan tersebut, diprioritaskan untuk
belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib. Belanja yang
bersifat mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan
harus dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup untuk
keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang bersangkutan, seperti belanja
pegawai, belanja barang dan jasa. Sedangkan Belanja yang bersifat wajib adalah
belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar
masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan dan/atau melaksanakan kewajiban
kepada pihak ketiga.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD dapat
dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari gubernur bagi kabupaten/kota.
Sedangkan pengesahan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan
dengan keputusan gubernur bagi kabupaten/kota.
g.
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan
Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD
yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota
tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga)
hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi.
Penyampaian rancangan disertai dengan:
o
Persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD
terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD;
o
KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan
pimpinan DPRD;
o
Risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD; dan
o
Nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal
penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang DPRD.
Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara
kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik
dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD Kabupaten/Kota
tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi
dan/atau peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh Kabupaten/Kota
bersangkutan. Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi, Gubernur dapat mengundang
pejabat pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang terkait.
Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan
disampaikan kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (lima betas) hari kerja
terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. Apabila Gubernur menyatakan hasil
evaluasi atas rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum
dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan
rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota.
Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan
pada sidang paripurna berikutnya. Sidang paripurna berikutnya yakni setelah
sidang paripurna pengambilan keputusan bersama terhadap rancangan peraturan
daerah tentang APBD.
h.
Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan
Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan
oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang
APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan
paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka
pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku
penjabat/pelaksana tugas kepala daerah yang menetapkan peraturan daerah tentang
APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Kepala daerah
menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD kepada gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari
kerja setelah ditetapkan.
i.
Perubahan APBD
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau
perubahan keadaan, dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka
penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan,
apabila terjadi:
o
perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
o
keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran
anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
o
keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun
sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan;
o
keadaan darurat; dan
o
keadaan luar biasa.
J.
PENETAPAN
APBD
Penetapan anggaran
merupakan tahapan yang dimulai ketika pihak eksekutif menyerahkan usulan
anggaran kepada pihak legislatif, selanjutnya DPRD akan melakukan pembahasan
untuk beberapa waktu. Selama masa pembahasan akan terjadi diskusi antara pihak
Panitia Anggaran Legislatif dengan Tim Anggaran Eksekutif dimana pada
kesempatan ini pihak legislatif berkesempatan untuk menanyakan dasar-dasar
kebijakan eksekutif dalam membahas usulan anggaran tersebut.
Penetapan APBD
dilaksanakan dengan melalui tiga tahap sebagai berikut:
1.
Penyampaian dan Pembahasan
Raperda tentang APBD
Menurut ketentuan dari Pasal 104 Permendagri No. 13 Tahun 2006, Raperda
beserta lampiran-lampirannya yang telah disusun dan disosialisasikan kepada
masyarakat untuk selanjutnya disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD paling
lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari
tahun anggaran yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama.
Pengambilan keputusan bersama ini harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu)
bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dimulai. Atas dasar persetujuan
bersama tersebut, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah
tentang APBD yang harus disertai dengan nota keuangan. Raperda APBD tersebut
antara lain memuat rencana pengeluaran yang telah disepakati bersama. Raperda
APBD ini baru dapat dilaksanakan oleh pemerintahan kabupaten/kota setelah
mendapat pengesahan dari Gubernur terkait.
2.
Evaluasi Raperda tentang
APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Raperda APBD pemerintahan kabupaten/kota yang telah disetujui dan rancangan
Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh
Bupati.Walikota harus disampaikan kepada Gubernur untuk di-evaluasi dalam
waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja. Evaluasi ini bertujuan demi tercapainya
keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara
kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana
APBD kabupaten/kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang
lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya. Hasil evaluasi ini sudah harus
dituangkan dalam keputusan gubernur dan disampaikan kepada bupati/walikota
paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanaya Raperda
APBD tersebut.
3.
Penetapan Perda tentang APBD
dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Tahapan terakhir inidilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember tahun
anggaran sebelumnya. Setelah itu Perda dan Peraturan Kepala Daerah tentang
penjabaran APBD ini disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur terkait
paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal ditetapkan.
a)
Peraturan Yang Mengatur Tentang Penetapan APBD
Prosedur
tentang penetapan APBD diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (UU 17/2003) dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (PP 58/2005) sebagai berikut:
1. APBD
merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan
Peraturan Daerah (Pasal 16 (1) UU 17/2003).
2. Tahun
anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai
dengan 31 Desember. (Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (PP 58/2005)
3. Tahun
anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai
dengan 31 Desember (Pasal 19 PP 58/2005).
4. Kepala
daerah menyampaikan rancangan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya
sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan
bulan Juni tahun anggaran berjalan. Rancangan kebijakan umum APBD yang telah
dibahas kepala daerah bersama DPRD dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD
selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD (Pasal 34 ayat (2) dan (3)
PP 58/2005).
5. Berdasarkan
kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas
rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara paling lambat minggu kedua
bulan Juli tahun anggaran sebelumnya (Pasal 35 ayat (1) dan (2) PP 58/2005).
6. Pemerintah
Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan
dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober
tahun sebelumnya (Pasal 20 (1) UU 17/2003 dan Pasal 43 PP 58/2005).
7. Pengambilan
keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan
selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan (Pasal 20 (4) UU 17/2003 dan Pasal 45 PP 58/2005).
8. Apabila DPRD
tidak menyetujui Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk
membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan
pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya
(Pasal 20 (6) UU 17/2003 dan Pasal 46 PP 58/2005).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
APBD merupakan satu kesatuan yang
terdiri dari:
1.
Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah adalah hak daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan dan
tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
2.
Belanja Daerah
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari
Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban
daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya
kembali oleh daerah.
3.
Pembiayaan Daerah
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pembiayaan Daerah menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 59 terdiri dari
Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah.
B. SARAN
Dengan
makalah ini penulis berharap agar pembaca dapat memahami secara detail tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBD).
Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca. Penulis juga mengharapkan kritik
yang membangun agar penulis bisa lebih baik lagi.
terimakasih,artikelnya sangat membantu dan lengkap sekali
BalasHapus