Rabu, 25 Januari 2017

MAKALAH PERBANDINGAN KEDISIPLINAN DI INDONESIA DENGAN SINGAPURA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Disiplin sangat penting untuk pertumbuhan organisasi, digunakan terutama untuk memotivasi pegawai dalam mendisiplinkan diri dalam melaksanankan pekerjain baik secara perorangan maupun kelompok, disamping itu disiplin bermanfaat mendidik pegawai untuk mematuhi dan meneynangi peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang ada, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik.
Kurang pengetahuan tentang peraturan, prosedur, dan kebijakan yang ada merupakan penyebab terbanyak tindakan indisipliner. Salah satu upaya untuk menghadapi tindakan tersebut, pihak pemimpin sebaiknya memberikan program orientasi kepada tenaga kerja mulai dari hari pertama masuk, kedisiplinan tidak akan berjalan dengan baik apabila kebijakan yang ada tidak diketahui dengan jelas aturanya. Pimpinan harus menjelaskan secara rinci peraturan – peraturan yang sering dilanggar berikut rasional dan konsekwensinya. Demikian pula peraturan / prosedur atau kebijakan yang mengalami perubahan atau diperbaharui sebaiknya diinformasikan melalui diskusi.
Bangsa Indonesia adalah bangsa besar yang memiliki kekayaan alam yang melimpah baik di laut maupun di daratan yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Tidak hanya itu saja, Bangsa Indonesia kaya akan seni budaya daerah yang merupakan kekayaan budaya nasional. Dengan kekayaan alam yang melimpah dan didukung dengan sumber daya manusia terbesar keempat dunia selayaknya Bangsa Indonesia sudah lebih maju dengan Bangsa-Bangsa lain khususnya di asia tenggara. Tetapi dalam kenyataanya Bangsa Indonesia tertinggal jauh dari Singapura, Malaysia, Thailand, bahkan Vietnam. Tentu ada hal yang mendasar yang tidak dimiliki Bangsa Indonesia sehingga Bangsa Indonseia selalu tertinggal dengan Bangsa-Bangsa lain di belahan dunia lainnya.
Belakangan ini sering kita lihat dimana-mana terjadi tindakan ketidaksiplinan baik individu maupun kelompok diberbagai tempat, misalnya di tempat umum. Disiplin masyarakat masih merupakan salah satu problem bangsa ini karena kesadaran masyarakat untuk berdisiplin masih rendah. Banyak dari mereka tidak menyadari bahwa kesadaran berdisiplin akan kembali kepada kenyamanan mereka juga dalam menikmati jasa. Banyak contoh ketidaknyamanan atau bahkan keruwetan yang muncul akibat disiplin masyarakat yang rendah, mulai dari tertib antri, buang sampah, bahkan sampai perilaku yang sangat membahayakan nyawa mereka sendiri seperti naik ke atap KRL. Dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, berapa banyak para pemakai kendaran yang mengabaikan rambu-rambu lalu lintas di jalan raya. Dengan mudahnya seseorang membuang sampah di sembarang tempat tampa berpikir dampak negatifnya. Dengan seenaknya pemerintah daerah yang mengulur-ulur waktu untuk merealisasikan anggaran belanja untuk pembangunan padahal pembangunan tersebut sangat di butuhkan oleh masyarakat.
Bangsa yang telah maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura dikarenakan para pemimpinya memiliki etos kerja disiplin yang tinggi. Disiplin dan etos kerja para pemimpin Indonesia sangat berpengaruh pada warga negaranya. Jangan berharap rakyat Indonesia akan meningkatkan produktivitas dan memiliki etos kerja apabila para pemimpin tidak mampu menegakkan disiplin dan memberikan contoh yang baik. Bangsa Indonesia sangat produktif dan disiplin dalam hal penarikan pajak tetapi dalam bidang lain perlu dipertanyakan.
Singapura adalah salah satu contoh Negara maju di dunia. Kemajuan pembangunan di Singapura dapat terlihat dari banyaknya perkantoran dan industry yang membuka cabangnya di Singapura. Gedung-gedung pencakar langit telah menghiasi wajah kota Singapura selama beberapa dekade terakhir. Singapura juga memiliki salah satu pelabuhan laut terpadat di dunia. Selain itu Changi Airport telah menjadi salah satu bandara dengan pelayanan terbaik di dunia. Semua kemajuan yang terjadi di Singapura bukanlah sesuatu yang secara instan terjadi, tetapi melalui proses yang panjang.
Sejarah membuktikan bahwa ketika bapak bangsa Singapura, Lee Kuan Yew memutuskan untuk memisahkan diri dari Federasi Malaysia pada tahun 1965, saat itu Singapura hanyalah sebuah negara kecil dengan sumber daya alam yang sangat minim dan tingginya tingkat pengangguran. Pada awal kemerdekaan, luas Singapuara hanyalah 581,5 km2, namun pada tahun 2005 luas Singapura telah bertambah menjadi 699 km2 akibat adanya proyek reklamasi pantai yang telah dimulai sejak 1976. Perlahan tapi pasti Lee Kuan Yew berhasil membangun Singapura menjadi negara maju  seperti saat ini. Salah satu faktor yang mendorong kemajuan negara Singapura adalah budaya disiplinnya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengambil judul dalam makalah ini yaitu :”Perbandingan Kedisiplinan Di Indonesia Dengan Singapura”.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini, sebagai berikut:
1)      Apa definisi dari disiplin?
2)      Apa saja aspek-aspek dari kedisiplinan?
3)      Bagaimana perbandingan kedisiplinan di Indonesia dengan Singapura?

1.3  Tujuan
Tujuan dalam penyusunan makalah ini, agar pembaca dapat mengetahui tentang:
1)      Definisi disiplin
2)      Aspek-aspek kedisiplinan
3)      perbandingan kedisiplinan di Indonesia dengan Singapura


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Definisi Disiplin
Pada hakekatnya, disiplin merupakan hal yang dapat dilatih. pelatihan disiplin diharapkan dapat menumbuhkan kendali diri, karakter atau keteraturan, dan efisiensi. Jadi secara singkat dapat disimpulkan bahwa disiplin berhubungan dengan pengendalian diri supaya dapat membedakan mana hal yang benar dan mana hal yang salah sehingga dalam jangka panjang diharapkan bisa menumbuhkan perilaku yang bertanggung jawab.
Disiplin sebagai upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya.
Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang tunduk pada keputusan, perintah, atau peraturan yang diberlakukan bagi dirinya sendiri (Lemhannas, 1995:11). Menurut Mar’at (1984: 90) disiplin adalah sikap perseorangan atau kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah-perintah yang berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang perlu seandainya tidak ada perintah.
Dalam buku Gerakan Disiplin Nasional Menyongsong Era Keterbukaan tahun 2020 menyebutkan bahwa disiplin adalah ketaatan terhadap peraturan dan norma kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara yang berlaku dan dilaksanakan secara sadar, dan ikhlas lahir batin sehingga timbul rasa malu terhadap sangsi dan rasa malu terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia Disiplin adalah: 1) latihan batin dan watak yang maksimal supaya segala perbuatan selalu mentaati tata tertib, 2) ketaatan pada aturan dan tata tertib (Purwodarminto,1996: 254). Menurut (Hurlock:1978:84) disiplin mempunyai empat unsur pokok yaitu: peraturan sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam peraturan tersebut dan dalam cara yang digunakan untuk mengajarkan dan memaksakannya, hukuman untuk pelanggaran peraturan, dan penghargaan untuk perilaku yang baik yang sejalan dengan peraturan yang berlaku.
Disimpulkan kedisiplinan adalah suatu sikap atau watak yang dilakukan secara suka rela terhadap aturan dan tata tertib.
Perilaku itu tercipta melalui proses binaan  melalui keluarga, pendidikan dan pengalaman. disiplin akan tumbuh dan dapat dibina melalui latihan, pendidikan atau penanaman kebiasaan dengan keteladanan-keteladanan tertentu, yang harus dimulai sejak ada dalam lingkungan keluarga, mulai pada masa kanak-kanak dan terus tumbuh berkembang dan menjadikannya bentuk disiplin yang semakin kuat. atau sanksi terutama diperlukan dalam suatu lembaga yang telah mempunyai tata tertib yang baik. Bagi yang melanggar tata tertib dapat dilakukan dua macam tindakan, yaitu berupa koreksi untuk memperbaiki kesalahan dan berupa sanksi. Kendali atau terciptanya ketertiban dan keteraturan berarti orang yang disiplin adalah yang mampu mengendalikan diri untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan.

2.2  Aspek- aspek Kedisiplinan
Menurut Prijodarminto (1994:23-24) kedisiplinan memiliki 3 (tiga) aspek. Ketiga aspek tersebut adalah :
a.       sikap mental (mental attitude) yang merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil atau pengembangan dari latihan,pengendalian pikiran dan pengendalian watak.
b.      pemahaman yang baik mengenai sistem peraturan perilaku, norma, kriteria, dan standar yang sedemikan rupa, sehingga pemahaman tersebut menumbuhkan pengertian yang mendalam atau kesadaran, bahwa ketaatan akan aturan. Norma, dan standar tadi merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan (sukses).
c.       sikap kelakuan yang secara wajah menunjukkan kesungguhan hati, untuk mentaati segala hal secara cermat dan tertib.

2.3  Perbandingan Kedisiplinan Di Indonesia dengan Singapura
a.       Kedisiplinan di Indonesia
Dengan kekayaan alam yang melimpah dan didukung dengan sumber daya manusia terbesar keempat dunia selayaknya Bangsa Indonesia sudah lebih maju dengan Bangsa-Bangsa lain khususnya di asia tenggara. Tetapi dalam kenyataanya Bangsa Indonesia tertinggal jauh dari Singapura, Malaysia, Thailand, bahkan Vietnam. Tentu ada hal yang mendasar yang tidak dimiliki Bangsa Indonesia sehingga Bangsa Indonseia selalu tertinggal dengan Bangsa-Bangsa lain di belahan dunia lainnya. Berdasarkan pengalaman pada negara-negara yang telah maju secara ekonomi maupun teknologinya seperti Jepang, Korea Selatan, Cina, Singapura, Amerika, dan beberapa Negara Eropa, bangsa tersebut bisa maju karena pemerintahnya dan warga negaranya memiliki disiplin yang tinggi.
Budaya disiplin seyogyanya diterapkan sejak dini di mulai dari lingkungan keluarga dan semua lapisan  masyarakat tanpa memandang status sosial tidak hanya sebatas slogan. Pihak eksekutif dan legislatif dari pusat sampai ke daerah harus mengambil peran untuk melakukan penerapan budaya disiplin, rakyat Indonesia akan senang hati mengikuti budaya disiplin yang telah dicontohkan oleh pemimpin mereka.
Disiplin bukanlah pengekangan kebebasan tetapi merupakan pedoman untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sangat mustahil suatu rencana akan tercapai manakala pihak-pihak yang terlibat mengabaikan disiplin. Masalah disiplin merupakan masalah nasional yang harus segera diselesaikan, kita tidak ingin dicap sebagai Bangsa yang tidak disiplin. Disiplin selalu berkorelasi dengan kinerja seseorang atau lembaga, dapat dipastikan seseorang atau lembaga yang menegakkan disiplin akan memiliki kinerja yang baik. Jarang kita jumpai seseorang atau lembaga yang tidak menegakkan disiplin memiliki kinerj yang baik.
Kata disiplin sangat sederhana dan mudah diucapkan tetapi sangat sulit untuk dilaksanakan , hal tersebut terjadi karena disiplin belum menjadi budaya Bangsa Indonesia. Mereka baru bersikap disiplin setelah ada unsur paksaan dan belum menjadi sikap hidup sehari-hari. Dapat kita lihat sendiri sehari-hari penolakan (resistensi) terhadap penerapan disiplin termasuk para anggota DPR. Mengapa mereka menolak penegakan disiplin? , karena mereka masih punya anggapan bahwa penerapan disiplin hanya untuk pihak lain bukan untuk dirinya. Bangsa yang maju adalah Bangsa yang bisa menegakkan disiplin.
Dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, berapa banyak para pemakai kendaran yang mengabaikan rambu-rambu lalu lintas di jalan raya. Dengan mudahnya seseorang membuang sampah di sembarang tempat tanpa berpikir dampak negatifnya. Dengan seenaknya pemerintah daerah yang mengulur-ulur waktu untuk merealisasikan anggaran belanja untuk pembangunan padahal pembangunan tersebut sangat di butuhkan oleh masyarakat. Perusahaan pengembangan perumahan yang tidak memperhatikan tata ruang kota sehingga banjir terjadi dimana-mana. Perusahaan  industri yang membuang limbah semaunya langsung ke laut atau ke sungai tanpa terlebih dahulu melalui penjernihan terlebih dahulu. Terjadinya korupsi dimana-mana, semua itu disebabkan rendahnya disiplin Bangsa Indonesia. Rendahnya tingkat kedisiplinan masyarakat Indonesia ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti:
1.      Kurang pengertian masyarakat terhadap pentingnya sikap disiplin;
2.      Sanksi atau hukuman tidak diterapkan dengan baik dan secara tegas oleh pihak yang berwenang;
3.      Krisis keteladanan;
4.      Tidak adanya motivasi untuk bertindak disiplin dalam segala tindakan.

Menumbuhkan budaya disiplin memang tidak semudah membalikkan telapak tangan kita. Semua itu tentu butuh proses dan strategi khusus. Awalnya mungkin akan terasa berat bagi sebagian masyarakat. Sehingga perlu terus ditumbuhkan kesadaran dan komitmen bersama seluruh komponen bangsa ini. Masyarakat harus menyadari bahwa melalui budaya disiplin bangsa ini bisa menjadi bangsa yang tangguh dan mandiri. Melalui budaya disiplin akan menghantarkan Indonesia tumbuh pesat menjadi negara maju yang berkarakter.

b.      Kedisiplinan di Singapura
Singapura adalah suatu negara dengan sumber daya alam yang hampir sama sekali tidak ada. Kita tidak akan menemukan adalanya pertambangan di Singapura, ataupuan hutan yang lebat dan sawah yang luas. Luas lahan yang hanya sekitar ± 700 km2 bener-bener membuat penduduk Singapura berfikir kreatif dan inovatif untuk bertahan hidup.  Kesungguhan Singapura untuk berfikir kreatif dan cerdas telah membuat Singapura mampu mengekspor minyak dengan kualitas yang tinggi, walaupun mereka tidak mempunyai sumber minyak. Mereka mengimpor bahan baku minyak dari negara lain, kemudian mengolahnya dan memberikan nilai tambah sehingga ketika dijual kembali minyak tersebut menjadi berkualitas tinggi.
Salah satu kunci kesuksesan Singapura adalah adanya kedisiplinan yang tinggi dari penduduknya. Mereka disiplin dalam menuntut Ilmu untuk menguasai teknologi, disiplin dalam menghargai waktu, disiplin dalam penegakan hukum dan lain sebagainya.  Kedisiplinan masyarakat Singapura sangat terlihat ketika kita pertama kali menginjakkan kaki di Changi Airport ataupun di Singapore Harbour Front. Hampir tidak ada pesawat ataupun kapal ferry yang menunda keberangkatannya. Jika penumpang datang telat, maka mereka harus bersiap-siap untuk membeli tiket untuk keberangkatan kapal ferry berikutnya. Ketika tiba di imgrasi terlihat jelas bagaimana tertibnya warga singapura mengantri. Tidak ada desak-desakan dalam antrian seperti halnya antrian pembelian sembako murah  di Indonesia, ataupun antrian dalam pembagian BLT. Semua pengantri di Singapura akan berdiri dengan tertib, tidak ada yang berbicara keras ataupun mengganggu orang lain.
Kedisiplinan masyarakat di Singapura tidaklah terbentuk secara instant. Pada mulanya masyarakat di Singapura juga susah diatur seperti masyarakat di Indonesia. Namun pemerintah di sana berhasil mendisiplinkan warganya seperti saat ini. Tentu saja ada faktor-faktor pendukung terciptanya kedisiplinan pada masyarakat di Singapura. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1.      Penegakan Hukum yang Konsisten
Hukum di Singapura ditegakkan secara konsisten. Bapak bangsa Singapura Lee Kuan Yew telah menanamkan warga negaranya untuk taat pada aturan hukum yang berlaku di negara tersebut. Beliau menyadari bahwa sebagai negara kecil yang minim sumber daya alam, Singapura tidak akan  bisa maju dan berkembang  apabila warga negaranya tidak secara sadar mentaati hukum dan peraturan yang berlaku.
Bagi pelanggar hukum disingapura telah disediakan berbagai macam tingkatan hukuman sesuai dengan kadar pelanggaran yang mereka perbuat. Untuk pelanggaran hukum kedisiplinan yang bersifat ringan mereka akan dikenakan denda. Berikutnya adalah penjara atau kerja sosial. Pada tahap selanjutnya para pelanggar hukum akan dikenakan hukuman cambuk. Dan hukuman bagi pelanggar hukum di singapura yang paling berat adalah hukuman gantung sampai mati.
2.      Penggunaan Teknologi untuk Mengontrol Penegakan Hukum
Jika kita berkunjung ke negara Singapura, kita akan jarang sekali menemukan polisi yang berjaga-jaga di jalan raya atau berpatroli keliling kota sebagaimana yang sering kita temui di Indonesia. Singapura telah mengadopsi penggunaan teknologi canggih untuk membantu mengontrol penegakan hukum. Hampir di setiap sudut kota Singapura kita bisa menemukan CCTV. Penggunaan CCTV secara tidak langsung telah mengganti peranan polisi yang harus berjaga-jaga di beberapa tempat. Hal ini sangat efektif untuk menghemat tenaga manusia.  Selain CCTV, mesin parker elektronik telah menggantikan peranan juru parkir di Singapura, sehingga apabila ada pelanggar parkir maka tidak akan lama aka ada surat tilang yang dikirimkan ke rumah.
3.      Kesadaran Masyarakat Terhadap Pentingnya Menjaga Lingkungan
Sejak awal masyarakat di Singapura telah disadarkan akan kondisi negara meraka yang sempit dan minim sumber daya alam. Untuk membangun rumah saja warga negara Singapura sangat sulit untuk menemukan lahan. Pembangunan tempat tinggal telah dikelola pemerintah dengan membangun apartemen-apartemen yang bertingkat-tingkat. Dari kondisi inilah masyarakat Singapura sangat disiplin  dalam menjaga kelestarian dan kebersihan lingkungan tempat tinggal mereka yang terbatas.
Untuk menjaga lingkungan tetap dalam kondisi yang baik dan bersih pemerintah Singapura telah menerapkan regulasi-regulasi yang mungkin tidak ada di negara Indonesia. Berikut ini contoh-contoh pelanggaran hukum yang mungkin tidak berlaku di negara kita.
·         Larangan permen karet.
Permen karet dilarang di Singapura. Hal ini dikarenakan pemerintah tidak ingin tempat-tempat layanan publik dikotori oleh bekas kuyahan permen karet. Bermula ketika muncul berbagai masalah dalam perawatan flat atau apartemen di singapura yang bertingkat-tingkat. Mulai dari tersumbatnya lubang kunci, macetnya tombol lift hingga kotak surat yang penuh dengan kunyahan permen karet. Gumpalan permen karetpun sering mengotori fasilitas-fasilitas public seperti trotoar, bus, telepon umum dan lain-lain. Akhirnya karena dianggap sebagai salah satu penyebab kotor dan sangat mengganggu, pemerintah kemudian mengeluarkan regulasi pelarangan mengunyah permen karet di negara Singapura. Larangan ini diikuti dengan adanya sensor pendeteksi permen karet di bandara, pelabuhan maupun MRT.
·         Larangan Merokok di Tempat Umum
Merokok dilarang di daerah-daerah tertentu di Singapura. Larangan merokok saat ini meliputi semua tempat dalam ruangan dimana digunakan masyarakat untuk berkumpul. Kemudian larangan itu direvisi pada tahun 2009 dan memasukkan tempat-tempat umum dalam ruangan yang tidak ber-AC seperti pusat perbelanjaan, kantor, dan toko-toko. Dalam revisi ini fasilitas umum di luar ruangan seperti tempat bersantai, lapangan olahraga, dan taman bermain juga dimasukkan kedalam larangan. Pada tahun 2013, larangan merokok diperluas dengan menyertakan ruang multi-tujuan, jembatan pejalan kaki di atas kepala, trotoar tertutup dan linkways, lingkungan di luar rumah sakit, serta radius 5 meter di sekitar halte bis. Perluasan larangan ini juga mencakup area umum di lingkungan apartemen atau tempat tinggal.
·         Larangan Membuang Sampah Sembarangan
Singapura senantiasa berusaha untuk mempertahankan reputasinya sebagai salah satu negara terbersih lingkungannya di dunia. Kampanya untuk membuang sampah pada tempatnya begitu gencar digalakkan. Penyediaan tempat-tempat sampah di berbagai tempat menjadi bukti bahwa pemerintah Singapura sangat serius dalam menangani kebersihan lingkungan dari sampah. Bagi para pelanggar, denda sebesar 300 dollar Singapura telah menanti.  Denda sebesar itu adalah untuk mereka yang membuang sampah dalam jumlah kecil, seperti bungkus permen ataupun kertas struk belanja. Untuk mereka yang membuang sampah yang lebih besar secara sengaja, seperti bungkus makanan, kardus makanan maka akan dihadapkan kepada pengadilan untuk kemudian akan dihukum kerja sosial selama 12 jam. Para pelanggar yang dihukum kerja sosial akan diberikan seragam warna hijau bercahaya terang agar mereka merasa malu. Biasanya pelanggar tersebut harus membersihkan tempat-tempat public yang banyak digunakan masyarkat untuk berkumpul.
·         Tidak Adanya Kucing yang Berkeliaran
Pemerintah Singapura tidak menyukai adanya kucing liar yang suka mengotori jalan. Maka bila kita berkunjung ke Singapura kita tidak akan menemukan kucing liar yang berjalan di lorang-lorang jalan. Kucing dianggap sebagai binatang yang mudah berkembang biak dan membuang kotoran secara sembarangan, sehingga tidak ada kucing di Singapura. Walaupuan begitu pemerintah Singapura masih mengijinkan warganya untuk memelihara anjing, namun bukan jenis anjing yang besar, tetapi jenis anjing yang kecil.  Hanya saja pemerintah membatasi untuk memelihara 1 ekor saja di setiap rumah mereka.
·         Hukuman mati bagi pengedar narkoba serta pemegang senjata api.
Hukum di Singapura tidak akan mentoleransi para pengedar narkoba. Apabila tertangkap mereka akan segera maka akan segera diajukan ke pengadilan untuk selanjutnya dikenakan hukuman gantung sampai mati. Apabila petugas imigrasi mencurigai ada penduduk Singapura yang kembali dari Batam atau Johor dengan kondisi mata memerah, maka mereka akan segera menyuruh orang tersebut untuk tes urine. Apabila hasil tes menunjukkan bahwa mereka positif menggunakan narkoba, maka orang tersebut akan langsung dimasukkan kedalam penjara dan mendapat hukuman cambuk. Begitu juga bagi para penjahat yang menggunakan senjata api, maka hukuman mati akan menanti mereka. Untuk itulah para penjahat di Singapura hanya menggunakan senjata tajam untuk melancarkan aksi kejahatannya.
Selain faktor-faktor di atas, Salah satu faktor pendorong kedisiplinan di Singapura adalah filosofi dan nilai-nilai kehidupan yang menjadi pegangan hidup mereka. Sejak awal kemerdekaan Singapura di tahun 1965, bapak bangsa Singapura Lee Kuan Yew telah menyadarkan penduduknya akan kondisi real mereka. Mereka hidup di negara yang sempit dengan kekayaan alam yang nyaris tidak ada sama sekali. Lee kemudian memberikan filosofi hidup agar mereka bekerja keras. Maka “bekerja keras” adalah budaya mereka.
Singapura juga menyadari bahwa pendidikan menjadi modal penting untuk pembangunan sumber daya manusia. Pendidikan yang   baik telah merubah Singapura menjadi negara yang maju dalam penguasaan teknologi. Selain itu kreatifitas telah menjadikan Singapura menjadi negara Industri. Dengan tidak adannya sumber daya alam, maka Singapura mengandalkan impor barang ataupun bahan baku dari negara lain. Barang jadi maupun barang baku yang diimpor dari negara lain kemudian diberikan nilai tambah sehingga menjadi barang baru yang harganya jauh lebih mahal. Maka kita bisa melihat Singapura mampu mengekspor minyak dengan kualitas tinggi walaupun mereka tidak mempunya sumber minyak bumi.          Semua itu terjadi karena warga Singapura tinggi sekali tingkat pendidikannya. Di Singapura tidak ada istilah sekolah sambil bekerja. Mereka masuk sekolah jam 8 pagi dan pulang jam 7 malam. Semua waktu digunakan untuk belajar dan menguasai ilmu serta teknologi. Pemerintah sangat mendukung dunia pendidikan. Pendidikan di Singapura gratis mulai dari TK sampai dengan SMU, kemudian pemerintah juga menyiapkan subsidi yang tinggi kepada para mahasiswa yang belajar di universitas-universitas negeri.
Selain pendidikan yang tinggi, kesadaran masyarakat Singapura untuk menghargai waktu juga telah tertanam sejak kecil. Sehingga kita tidak akan menemukan istilah jam karet seperti hal nya di Indonesia. Rapat-rapat selalu dilaksanakan tepat waktu. Begitu juga dengan jadwal-jadwal keberangkatan sarana transportasi public. Semuanya dilaksanakan tepat waktu. Tidak ada istilah menunggu penumpang yang datang telat. Jika penumpang datang telat, maka harus membuli tiket kereta baru.  Jadi masyarakat Singapura telah menyadari bahwa waktu adalah modal berharga meraih kesuksesan. Apabila benar dalam menggunakan dan mengatur waktu, maka kesuksesan akan mudah diraih.
Singapura secara alami juga telah sadar terhadap kondisi mereka yang serba terbatas dalam hal sumber daya alam  maupun tempat tinggal. Untuk itu mereka telah menerapkan kedisiplinan tinggi dalam menjadi lingkungan mereka agar tetap nyaman ditempati.




BAB III
PENUTUP


3.1    Kesimpulan
Pada hakekatnya, disiplin merupakan hal yang dapat dilatih. pelatihan disiplin diharapkan dapat menumbuhkan kendali diri, karakter atau keteraturan, dan efisiensi. Jadi secara singkat dapat disimpulkan bahwa disiplin berhubungan dengan pengendalian diri supaya dapat membedakan mana hal yang benar dan mana hal yang salah sehingga dalam jangka panjang diharapkan bisa menumbuhkan perilaku yang bertanggung jawab.
Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang tunduk pada keputusan, perintah, atau peraturan yang diberlakukan bagi dirinya sendiri. kedisiplinan adalah suatu sikap atau watak yang dilakukan secara suka rela terhadap aturan dan tata tertib.
Berdasarkan uraian pada bab II di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat kedisiplinan di negara Indonesia masih rendah sedangkan tingkat kedisiplinan di negara Singapura sudah sangat baik.  Selain kesadaran diri masyarakat, pemerintah menjadi salah satu faktor dalam membantu meningkatkan kedisiplinan masyarakat mengenai arti pentingnya sikap disiplin untuk mencapai tujuan pribadi maupun tujuan pembangunan nasional suatu negara.
3.2    Saran
Dengan makalah ini penulis berharap agar pembaca dapat memahami secara detail tentang Perbandingan Kedisiplinan di Negara Indonesia dengan Negara Singapura. Kedisiplinan yang terjadi di Singapura sudah selayaknya kita tiru. Bangsa Indonesia yang berkali-kali lipat besarnya dari Singapura masih sangat jauh tingkat kedisiplinan warga negaranya. Baik dalam hal disiplin menghargai waktu, disiplin menjaga lingkungan hidup maupun disiplin mentaati hukum yang berlaku. Kesadaran kedisiplinan hidup harus kita tanamkan sejak dini melalui sarana pendidikan dan kehidupan di keluarga kita masing-masing. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi peningkatan kedisiplinan bagi para pembaca. Penulis juga mengharapkan kritik yang membangun agar penulis bisa lebih baik lagi.

MAKALAH IDENTITAS BUDAYA



BABI
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Identitas merupakan jati diri yang dimiliki seseorang yang ia peroleh sejak lahir hingga melalui proses interaksi yang dilakukannya setiap hari dalam kehidupannya dan kemudian membentuk suatu pola khusus yang mendefinisikan tentang orang tersebut. Sedangkan Budaya adalah cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Sehingga Identitas Budaya memiliki pengertian suatu karakter khusus yang melekat dalam suatu kebudayaan sehingga bisa dibedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Dalam Lintas Budaya, setiap orang seharusnya memahami masing-masing budaya yang ada di sekitarnya sehingga dapat beradaptasi ketika berada di kebudayaan yang berbeda.
Seperti Negara kita, yaitu Negara Indonesia yang memiliki budaya yang beraneka ragam dengan berbagai suku bangsa dan adat istiadat yang dapat membedakan antara Negara yang satu dengan yang lain karena setiap Negara juga pasti memiliki budaya yang tidak semuanya sama dengan Indonesia . Tidak hanya indonesia dengan negara luar tetapi kebudayaan didalam Indonesia juga sangat beragam . Karakteristik dari budaya tersebut yang mampu membedakan antara daerah yang satu dengan yang lain karena didalam daerah tersebut ada budaya yang melekat yang sudah menjadi ciri dari daerah tersebut.
1.2  Rumusan Masalah
·        Bagaiaman membentuk identitas budaya?
·        Apa saja perspektif dalam identitas?
·        Bagaimana membangun identitas minoritas dan identitas mayoritas?
1.3  Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu agar kita mampu mengetahui pembentukkan identitas budaya, perspektif dan membangun minoritas dan identitas mayoritas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Membentuk Identitas Budaya
Dalam pengertian sederhana yang kita maksudkan dengan identitas budaya adalah rincian karakteristik atau ciri-ciri sebuah kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang kita ketahui batas-batasnya tatkala dibandingkan dengan karekteristik atau ciri-ciri orang lain.
Kenneth Burke mengatakan bahwa menentukan identitas budaya itu sangat tergantung pada bahasa, sebagaimana representasi bahasa menjelaskan semua kenyataan atas semua identitas yang dirinci kemudian dibandingkan. Lisa Orr juga menegaskan bahwa untuk mengetahui identitas orang lain – pada awal berkomunikasi – merupakan pertanyaan yang paling sulit, apalagi kalau berkeinginan mengetahui kebudayaan otentik dari orang itu. Mengenal identitas seseorang tidak bisa hanya dengan sepotong-potng karena identitas budaya merupakan cultural totalization.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa jika kita bicara identitas maka kita hanya bicara tentang karakteristik tertentu dan karakteristik itu merupakan penunjuk untuk mengenal kelompok lain sehingga memudahkan kita berkomunikasi dengan mereka. Sebaliknya, jika kita bicara tentang pola budaya maka yang kita tekankan adalah bagaimana sebuah identitas itu terbentuk dari pandangan dan gagasan tertentu yang pada giliranya membimbing mereka. Sehingga identitas itu bersifat statis, dan pola budaya merupakan sesuatu yang hidup.
Identitas kebudayaan kita dikembangkan melalui proses yang meliputi beberapa tahap:
1.      Identitas budaya yang tak disengaja
Pada tahap ini, identitas budaya terbentuk secara tidak disengaja atau tidak disadari. Anda terpengaruh oleh budaya dominan hanya karena Anda merasa budaya milik Anda kurang akomodatif, sehingga Anda ikut-ikutan membentuk identitas baru.
2.      Pencarian Identitas Budaya
Pencarian identitas budaya meliputi sebuah proses penanjakan, bertanya,d an uji coba atas sebuah identitas lain, di mana Anda terus mencari dan belajar tentang itu dengan melakukan penelitian mendalam, bertanya pada keluarga atau teman, atau bahkan melacaknya secara ilmiah.
3.      Identitas Budaya yang Diperoleh
Yaitu bentuk identitas yang dirincikan oleh kejelasan dan keyakinan terhadap penerimaan diri aAnda melalui interaksi kebudayaan sehingga membentuk identitas Anda.
4.      Konformitas: Internalisasi
Proses pembentukan juga identitas dapat diperoleh melalui internalisasi yang membentuk konformitas. Jadi, proses internalisasi berfungsi untuk membuat norma-norma yang Anda miliki menjadi sama dengan norma-norma yang dominan, atau membuat norma yang Anda miliki berasimilasi ke dalam kultur dominan.
5.      Resistensi dan Separatisme
Adalah pembentukan identitas sebuah kultur dari sebuah komunitas tertentu sebagai suatu komunitas yang berperilaku eksklusif untuk menolak norma-norma kultur dominan.
6.      Integrasi
Pembentukan dengan cara seseorang atau sekelompok orang mengembangkan identitas baru yang merupakan hasil integrasi pelbagai budaya dari komunitas ata masyarakat asal.
Secara umum jenis identitas terbagi menjadi identitas sosial dan kultural, sebagaimana yang dibahas oleh Martin dan Nakayama, meliputi:
1.      Gender versus Seks: Gender
Pembicaraan tentang identitas gender akan berkaitan dengan pembedaan peran perempuan dan laki-laki dalam pandangan kultur maupun sosial. Sebaliknya, kalau kita bicara tentang identitas seks maka kita hanya akan berbicara tentang perbedaan fungsi-fungsi biologis manusia berdasarkan jenis kelamin.
2.      Pembentukan Makna Rasial
Cara pandang baru untuk mengidentifikasi ras lebih sebagai “complex of sosial meaning” untuk menunjukkan manakah kategori ras (identitas) yang asli dan ras keturunan.
3.       Bounded vs. Dominant Identities
Adalah konsep yang menujukkan persepsi tentang kekhasan sekelompok orang dengan perilaku tertentu meskipun kelompok itu bukan merupakan kelompok dominan.
4.       Kelompok ‘Whiteness’?
Dominasi ras berkulit putih yang membedakan dirinya dengan ras lain.
5.       Multirasialitas/Multikulturalitas
Di dasarkan pada sikap manusia terhadap perbedaan budaya itu sendiri. Di mana individu dapat menjadi makelar dari kebudayaan dan menjadi fasilitator antarbudaya.
Adapun faktor-faktor pembentuk Identitas budaya adalah kurang lebih sebagai berikut :
a.        Kepercayaan.
Kepercayaan menjadi faktor utama dalam identitas budaya, tanpa adanya kepercayaan yang di anut maka tidak akan terbentuk suatu identitas budaya yang melekat pada suatu kebudayaan. Biasanya kepercayaan ini muncul dari amanah para leluhur terdahulu yang menyakini tentang suatu kegiatan yang biasa dilakukan oleh suatu budaya yang tentunya berbeda antara budaya satu dengan budaya lainnya. Contohnya mempercayai tradisi pecah telur pada saat resepsi pernikahan yang dipercaya sebagai salah satu tradisi penting masyarakat Jawa dalam resepsi pernikahan.
b.       Rasa aman.
Perasaan aman atau positif bagi penganut suatu kebudayaan menjadi faktor terbentuknya identitas budaya, karena tanpa adanya rasa aman dari pelaku kegiatan budaya maka tidak akan dilakukan secara terus menerus sesuatu yang dianggapnya negatif dan tidak aman. Contohnya tidak ada kebiasaan menyakiti sesama karena dianggap saling menyakiti adalah tidak memberikan rasa aman bagi siapapun.
c.        Pola perilaku.
Pola perilaku juga menjadi faktor pembentuk identitas budaya, bagaimana pola perilaku kita dimasyarakat mencerminkan identitas budaya yang kita anut. Dalam hal ini biasa terjadinya diskriminasi terhadap orang-orang tertentu yang berprilaku kurang baik menurut orang sekitarnya yang pada umumnya didalam budaya orang tersebut adalah sesuatu yang wajar dilakukan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi identitas budaya maupun yang berkaitan erat dengan identitas budaya yaitu :
a.       Asimilasi budaya
Pengertian asimilasi budaya adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok. Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.
Hasil dari proses asimilasi yaitu semakin tipisnya batas perbedaan antarindividu dalam suatu kelompok, atau bisa juga batas-batas antarkelompok. Selanjutnya, individu melakukan identifikasi diri dengan kepentingan bersama. Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok. Demikian pula antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Golongan yang biasanya mengalami proses asimilasi adalah golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini, kebudayaan minoritaslah yang mengubah sifat khas dari unsur-unsur kebudayaannya, dengan tujuan menyesuaikan diri dengan kebudayaan mayoritas; sehingga lambat laun kebudayaan minoritas tersebut kehilangan kepribadian kebudayaannya dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas.
Faktor penghambat asimilasi budaya :
     1.    Kurangnya pengetahuan tentang kebudayaan yang dihadapi.
     2.    Sifat takut terhadap kekuatan dari kebudayaan lain.
     3.    Perasaan superioritas pada individu-individu dari satu kebudayaan terhadap yang lain.
     4.    Toleransi dan simpati yang kurang dari pihak mayoritas.
Contoh dari asimilasi budaya adalah :
Salah satu contoh proses asimilasi adalah program transmigrasi yang dilaksanakan di Riau pada masa pemerintahan Orde Baru. Program transmigrasi ini tidak hanya berhasil meratakan jumlah penduduk di berbagai pulau di Indonesia, tetapi program transmigrasi ini juga mengakibatkan terjadinya asimilasi, terutama diwilayah Riau. Hal ini terlihat dari banyaknya transmigran yang menghasilkan budaya baru, misalnya Jawa-Melayu, Mandailing-Melayu, dan lain sebagainya.
b.      Akulturasi budaya
Akulturasi (acculturation atau culture contact) adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Faktor-faktor yang menyebabkan Akulturasi budaya sebagai proses hilangnya suatu identitas budaya adalah :
·        Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur kebudayaan asing.
·        Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam kebudayaan penerima terbuka lebar.
·        Sifat penerima tanpa adanya filtering dari masyarakat Indonesia yang menyebabkan budaya asing yang negatif pun dengan sangat mudah masuk dan menjadi budaya Indonesia sekarang.
Contoh dari Akulturasi budaya positif :
Kereta Singa Barong kota Cirebon, yang dibuat pada tahun 1549, merupakan refleksi dari persahabatan Cirebon dengan bangsa-bangsa lain. Wajah kereta ini merupakan perwujudan tiga binatang yang digabung menjadi satu, gajah dengan belalainya, bermahkotakan naga dan bertubuh hewan burak.
Belalai gajah merupakan persahabatan dengan India yang beragama Hindu,kepala naga melambangkan persahabatan dengan Cina yang beragama Buddha, dan badan burak lengkap dengan sayapnya, melambangkan persahabatan dengan Mesir yang beragama Islam.
Contoh dari Akulturasi budaya negatif :
Mulai masuknya budaya free sex dikalangan remaja yang merupakan ciri khas dari beberapa budaya luar yang mulai merasuki budaya Indonesia seiring dengan perkembangan jaman.
2.2 Perspektif dalam Identitas
Terdapat tiga perspektif kontemporer utama pada identitas:
a.      Perspektif social psikologis
Menekankan bahwa identitas tersebut dibentuk sebagian oleh diri dan sebagian lagi dalam hubungannya dengan anggota kelompok. Berdasarkan perspektif ini, diri terdiri dari berbagai banyak identitas dan pengetahuan tentang identitas ini terikat pada budaya. Karena itulah, bagaimana kita memahami diri sangat bergantung pada latar belakang budaya.
Perspektif lintas budaya. Budaya Amerika selalu menekankan pada generasi mudanya untuk mengembangkan rasa yang kuat akan identitas, untuk mengetahui siapa diri mereka, menjadi mandiri dan bergantung pada diri sendiri. Hal ini mencerminkan sebuah penekanan pada nilai budaya individualisme. Akan tetapi, hal ini tentu saja tidak terjadi di negara lain. Psikolog lintas budaya Alan Roland (1988) telah mengidentifikasikan tiga aspek universal dari identitas yang ada di dalam semua individu: (1) identitas individu, rasa independen ‘aku’ yang berbeda dengan yang lain; (2) identitas keluarga, hadir dalam budaya kolektif, menekankan pada pentingnya kedekatan dan ketergantungan emosional satu sama lain; (3) identitas spiritual, kenyataan spiritual dalam diri manusia
b.      Perspektif Komunikasi
Dibangun di atas gagasan-gagasan tentang pembentukan identitas yang telah disinggung sebelumnya, tetapi dalam pengertian yang lebih dinamis. Perspektif ini menekankan bahwa identitas dinegosiasikan, dibentuk, dikuatkan, dan ditantang melalui komunikasi dengan orang lain; mereka muncul ketika pesan-pesan dikomunikasikan (Hecht, Collier, & Ribeau, 1993). Mempresentasikan pemikiran kita bukanlah proses yang sederhana. Apakah seseorang melihat diri kita seperti adanya? Mungkin tidak. Untuk itulah untuk memahami bagaimana gambaran ini saling berhubungan, dibutuhkan konsep avowal dan ascription. Avowal: proses di mana individu menggambarkan diri. Ascription: proses di mana orang lain memberikan atribut pada identitas individual.
Inti dari perspektif komunikasi adalah pemikiran bahwa identitas diekspresikan secara komunikatif dalam simbol inti, label, dan norma. Simbol inti merupakan kepercayaan mendasar dan konsep utama yang membedakan identitas tertentu. Label adalah sebuah kategori simbol inti. Label merupakan istilah yang digunakan untuk mengacu pada aspek tertentu dari identitas milik kita dan orang lain. Norma adalah beberapa nilai-nilai dari tingkah laku yang berhubungan/berkaitan dengan identitas tertentu.
c.       Perspektif Kritis
Melihat identitas secara lebih dinamis, sebagai akibat dari konteks yang cukup jauh dari individu. Pembentukan identitas kontekstual: pembentukan identitas dengan melihat konteks sejarah, ekonomi, politik, dan wacana. Resisting ascribed identities: ketika seseorang dihadapkan pada berbagai wacana mengenai identitas, ia itu ditarik ke dalam dorongan sosial yang memunculkan wacana tersebut. Seseorang mungkin akan menolak posisi (identitas) yang mereka berikan dan mencoba mengambil identitas lain. Sifat dinamis identitas: dorongan sosial yang membangkitkan identitas-identitas tersebut tidak pernah stabil dan selalu berubah.
2.3 Membangun Identitas Minoritas dan Mayoritas
·        Identitas Minoritas
Empat tahap dalam perkembangan identitas minoritas (Ponterotto & Pedersen, 1993).
a. Unexamined identity: tahap ini ditandai oleh kurangnya etnis yang dieksplorasi. Dalam tingkat ini, pemikiran mengenai identitas dapat datang dari orangtua ataupun teman.
b. Comformity: tahap ini ditandai oleh internalisasi nilai dan norma dari kelompok dominan dan keinginan yang kuat untuk berasimilasi ke dalam budaya yang dominan.
c. Resistance and separatism: berbagai macam peristiwa dapat memicu gerakan dari tahap tiga ini, termasuk diskriminasi atau hinaan terhadap seseorang.
d. Integration: menurut model ini, pengeluaran ideal dari proses perkembangan identitas adalah diraihnya sebuah identitas. Individu yang telah mencapai tahap ini memiliki sebuah rasa yang amat kuat terhadap kelompok identitas mereka (baik itu gender, ras, etnis, orientasi seksual, dan lain sebagainya) dan penghargaan pada kelompok budaya lainnya.
·        Identitas Mayoritas
Rita Hardiman (1994) mempresentasikan suatu model perkembangan identitas mayoritas untuk anggota kelompok dominan. Ia menguraikannya dalam lima tahap sebagai berikut:
a. Unexamined Identity: tahap pertama ini hampir sama dengan tahap pertama pada perkembangan identitas minoritas. Hanya, dalam hal ini individu harus waspada pada beberapa perbedaan fisik dan budaya. Tetapi, kewaspadaan tersebut tidak harus sampai pada tahap di mana seorang individu takut pada kelompok rasial lain atau merasa ada superioritas.
b. Acceptance: tahap kedua ini merepresentasikan internasionalisasi, sadar ataupun tidak sadar, dari sebuah ideologi rasial. Intinya adalah bahwa individu tidak waspada bahwa mereka telah diprogram untuk menerima satu pandangan yang telah mengglobal.
c. Resistance: tahap ini mempresentasikan sebuah pergantian paradigma besar.
d. Redefinition: dalam tahap ini, masyarakat mulai kembali fokus atau mengatur energi mereka pada pendefinisian ulang, yaitu menegaskan kembali makna kulit putih di dalam terminologi yang bebas rasialisme.
e. Integration: sebagai tahap akhir dari perkembangan identitas minoritas, individu kelompok mayoritas saat ini telah dapat menyatukan identitas ras mereka ke dalam semua rupa identitas mereka. Mereka tidak hanya menyadari identitas mereka sebagai sebuah ras, tetapi juga menghargai kelompok budaya lain.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa identitas budaya merupakan suatu karakter khusus yang melekat dalam suatu kebudayaan sehingga bisa dibedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain sehingga seharusnya kita mampu beradaptasi dengan budaya disekitar kita. Dalam pembentukan identitas budaya melalui tahap-tahap seperti Identitas budaya yang tak disengaja, pencarian identitas budaya, identitas budaya yang diperoleh, konformitas: internalisasi, resistensi dan separatisme serta integrasi. Identitas budaya juga dipengaruhi oleh factor Asimilasi dan Alkulturasi budaya yang dapat membuat budaya itu hilang atau tidaknya karena kebudayaan baru dan mampu menerima kebudayaan baru yang awalnya asing lambat laun mudah diterimanya.